INI baru pertama kali: ada barter antarwakil rakyat. Anggota DPRD Kota Madya Banda Aceh Kolonel H. Syahbuddin, ditukartempatkan dengan Letnan Kolonel Said Hasan Yunus, anggota DPRD Kabupaten Pidie. Barter itu bukan kemauan dua perwira yang sama-sama anggota Fraksi ABRI itu. Mereka tukar tempat setelah mengantongi surat keputusan Menteri Rudini dan Gubernur Aceh awal bulan ini. Barter itu ditempuh sebagai upaya Gubernur Ibrahim Hasan menyelesaikan sengketa Golkar dan ABRI memperebutkan kursi pimpinan DPRD di kedua daerah itu. Kemelut tersebut sebenarnya berawal dari kesepakatan tiga jalur (Golkar-ABRI dan pemda setempat) di Meuligo, Banda Aceh, awal September lalu. Golkar dan ABRI membagi dua kursi pimpinan DPRD di 10 kabupaten, masing masing mendapat lima. Banda Aceh, misalnya, menjadi jatah Golkar, dan Pidie untuk ABRI. Kebetulan dalam pemilu lalu Golkar menang di Banda Aceh, memperoleh 9 kursi, PPP 6 kursi, dan PDI 1 kursi. Fraksi ABRI mendapat jatah 4 kursi. Jadi, wajar bila Golkar merasa berhak mendapat kursi ketua DPRD. Jago yang disiapkan adalah Letkol. H.M. Yusuf Ali. Fraksi ABRI menentangnya. Sebab, tak mungkin seorang letnan kolonel menjadi Ketua DPRD, membawahkan wakil seorang kolonel. Kebetulan, Syahbuddin mendapat dukungan dari Fraksi ABRI, PPP, dan PDI. Dalam waktu bersamaan, di Kabupaten Pidie juga ada rebutan kursi ketua DPRD antara Golkar dan ABRI. Golkar merasa berhak atas kursi ketua DPRD karena menang pemilu dengan perolehan 19 kursi. PPP mendapat 13 kursi, PDI cuma 1 kursi, dan ABRI diberi jatah 9 kursi. Menurut M. Yusuf Ishaq, Sekretaris Golkar Pidie, "Kalau mau sesuai dengan edaran Golkar Pusat, mestinya kursi pimpinan itu dipegang Golkar," katanya. Pemilihan pimpinan dewan pun terkatung-katung karena ABRI menghendakinya. Calonnya, Letkol. Said Hasan. Untuk menyelesaikan kemelut di dua daerah itu, Gubernur Ibrahim Hasan memutuskan membarter kedua calon pimpinan DPRD itu. Syahbuddin dipindah ke Pidie dan Said Hasan Yunus ditarik ke Banda Aceh. Kemelut berakhir Senin lalu setelah Syahbudin terpilih menjadi Ketua DPRD Pidie. Sedangkan Said Hasan, yang semula dijagokan menjadi Ketua DPRD Pidie, terpilih sebagai Wakil Ketua DPRD Banda Aceh, mendampingi ketua terpilih, Yusuf Ali. "Sebenarnya saya pilih Pidie," kata Said, yang lahir di Pidie ini. "Tapi sudahlah, sebagai prajurit, saya siap," katanya. Sedangkan Syahbuddin tak mempersoalkan dipindahkan ke Pidie dengan jabatan ketua dewan. "Kami ikut apa yang digariskan komando," katanya. Yang menjadi soal, kata seorang anggota DPRD Pidie, seolah anggota dewan bisa dimutasikan bak pegawai negeri atau anggota ABRI. Adapun menurut M. Tengku Nurdin, Ketua PPP Pidie, semestinya pemindahan atau pergantian dilakukan dengan recalling dulu. Tapi, katanya, itu semua gara-gara Golkar menang di Aceh. "Coba kalau PPP yang menang, akan mulus ABRI menjadi pimpinan dewan," kata Nurdin. Sedangkan Anwar Zeats, dekan Fisipol Universitas Iskandar Muda di Banda Aceh, menilai barter pimpinan DPRD itu "sebagai suatu kesalahan besar". Namun, ada pula yang membenarkan bahwa barter itu sesuai dengan ketentuan. Persoalannya, kata Wali Kota Banda Aceh H. Baharoeddin Yahya, anggota ABRI itu ditugaskan. "Pemda dan DPRD tinggal menerima," ujarnya. Lepas dari pro dan kontra tukar tempat pimpinan DPRD itu, kata Gubernur Ibrahim Hasan: "Inilah jalan yang terbaik. Yang penting masalah terselesaikan." Kepada TEMPO, Menteri Rudini juga mengatakan itu tak menjadi soal. "Karena mereka itu diangkat, bukan dipilih. Jadi, tak terikat daerah pemilihan," katanya. Agus Basri (Jakarta), Marhiansyah, dan Sarluhut Napitupulu (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini