DELEGASI Parlemen Australia akhirnya urung ke Tim-Tim. Mendarat dengan pesawat khusus di Halim Perdanakusuma Senin malam pekan ini, rombongan 12 orang yang dipimpin Senator Chris Schacht jadinya akan mengunjungi enam provinsi, antara lain Irian Jaya. Tadinya, rombongan tersebut juga merencanakan mengunjungi Dili, tapi ternyata kemudian pihak Jakarta merasa keberatan. Senator Schacht adalah Ketua Komite Bersama Parlemen tentang Luar Negeri, Pertahanan, dan Perdagangan. Akhir pekan lalu, ketika rombongan parlemen tiba di Darwin, Leila Chudori dari TEMPO menelepon Chris Schacht. Menurut senator dari Partai Buruh yang dikenal moderat itu, dua pekan sebelum delegasinya menerima penolakan resmi dari Jakarta, pihaknya masih mendapat lampu hijau dari seorang pejabat senior Deplu. Dubes Australia di Indonesia, Philip Flood, akhir pekan lalu kepada TEMPO menyampaikan reaksi Canberra tentang misi goodwill (berniat baik) itu. "Tentu kami kecewa, juga parlemen Australia," katanya. "Tapi kami menerima keputusan ini karena Indonesia adalah negara berdaulat, dan kami tak memperdebatkannya." Kunjungan yang mereka sebut study tour itu bermaksud mencari masukan yang lebih banyak bagi Komite Penyelidikan tentang Australia-Indonesia. Sebuah sumber Indonesia di Australia beranggapan telah terjadi "kesalahpahaman yang bisa dimengerti" mengenai rencana kunjungan ke Tim-Tim. Lebih-lebih, ka tanya, kunjungan itu akan berlangsung dua pekan sebelum peringatan peristiwa 12 November tahun silam di Dili. Di mana letaknya "kesalahpahaman" itu? Alkisah, pada mulanya konon ada lampu hijau dari Hankam bulan lalu. Tapi kemudian, dalam suatu sidang Polkam, timbul pikiran, niat baik delegasi parlemen Australia sebaiknya ditunda saja. Masih pekan lalu, Menteri Moerdiono mengutarakan, penolakan itu ada kaitannya dengan situasi di Tim-Tim saat ini. "Biarkanlah rakyat Tim-Tim tenang dulu. Nanti pasti akan boleh berkunjung ke sana." Masih tertutupkah Tim-Tim bagi orang asing? Brigjen. Nurhadi Purwosaputro, Kepala Pusat Penerangan ABRI, mengatakan bahwa pada dasarnya Tim-Tim terbuka untuk dikunjungi. Cuma, "Kita belajar dari kasus Dili setahun lalu. Ternyata, orang Tim-Tim masih sensitif terhadap orang asing. Karena itu kita perlu memberi kesempatan bagi gubernur baru untuk mengkonsolidasikan pemerintahannya," katanya kepada Bambang Sujatmoko dari TEMPO. Delegasi parlemen Australia pernah berkunjung ke Tim Tim selama enam hari pada 1983. Namun pada 1977, dua tahun setelah integrasi Tim-Tim, permintaan parlemen Australia ke Dili ditolak. Dan setelah insiden Dili, dua senator AS (David Boren dan Claybourne Pell), yang berniat ke Dili Mei lalu, juga tak mendapat izin. Sebenarnya banyak dari anggota delegasi parlemen Australia ini yang pada dasarnya pro-Indonesia. Umpamanya Ian Sinclair dan Michael MacKellar. Mereka ini kerap memberikan pandangan positif tentang kebijaksanaan pemerintah Indonesia dalam menangani isu-isu dalam negeri, antara lain isu Tim-Tim. Tapi kalau sekarang mereka tak berhasil sampai di Dili, seperti kata Menteri Moerdiono, itu hanya soal waktu. Tuan Schacht, bersabarlah. Dewi Anggraeni, Leila S. Chudori, Fikri Jufri (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini