Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Beda Sikap terhadap Gagasan Prabowo Soal Kepala Daerah Dipilih oleh DPRD

Sejumlah pihak sepakat dengan Prabowo bahwa pilkada langsung harus dievaluasi, tetapi tidak harus mengembalikan mekanisme pilkada oleh DPRD.

14 Desember 2024 | 12.58 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESIDEN Prabowo Subianto mengusulkan pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD. Alasannya, pilkada menelan biaya mahal jika memakai sistem pemilihan langsung. Presiden mengatakan negara bisa menghemat triliunan rupiah jika pilkada dilakukan oleh DPRD. Anggaran tersebut, kata dia, bisa dialihkan untuk kepentingan lain yang lebih mendesak.

“Kemungkinan sistem ini terlalu mahal. Betul? Dari wajah yang menang pun saya lihat lesu, apalagi yang kalah,” kata Prabowo dalam pidatonya pada Puncak Perayaan HUT Ke-60 Partai Golkar di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis, 12 Desember 2024.

Prabowo juga menyinggung soal efisiensi jika kepala daerah dipilih oleh DPRD. Sebab, selain tidak boros anggaran, hal itu juga mempermudah transisi kepemimpinan. Dia mencontohkan dengan apa yang terjadi di sejumlah negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

“Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien seperti Malaysia. Bahkan juga India. Mereka sekali memilih anggota DPRD, ya sudah, DPRD itulah yang memilih gubernur, walikota,” kata Presiden.

Usulan Presiden itu mendapatkan tanggapan dari berbagai kalangan. Ada yang setuju, ada pula yang tidak setuju pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD.

Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno: Esensi Demokrasi Langsung Hilang

Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno tak setuju dengan usulan Presiden Prabowo agar kepala daerah dipilih oleh DPRD. “Tidak setuju, karena demokrasi di Indonesia demokrasi langsung, bukan demokrasi perwakilan,” kata dia saat dihubungi Tempo pada Jumat, 13 Desember 2024.

Adi sepakat pilkada langsung harus dievaluasi, tetapi tidak harus mengembalikan mekanisme pilkada dipilih oleh DPRD. Menurut dia, mahalnya biaya untuk pilkada justru terjadi di partai politik, karena mengajukan calonnya.

“Tradisi mahar politik juga terjadi di partai, bukan di pemilih. Tradisi bagi-bagi uang dan sembako dilakukan elite dan kontestan dari partai,” ujarnya.

Dia menuturkan rakyat bukan pelaku politik uang, karena rakyat sifatnya statis. Ada atau tak ada uang serta logistik, menurut dia, rakyat tetap akan datang ke TPS. “Pernyataan Prabowo mestinya diletakkan dalam konteks refleksi diri partai politik, supaya berpolitik jangan menggunakan uang dan logistik,” tuturnya,

Jika pilkada dikembalikan ke DPRD, menurut Adi, esensi demokrasi langsung jadi hilang. Akibatnya, yang terjadi di pilkada hanyalah demokrasi para elite. “Rakyat tak lagi punya kemewahan memilih gubernur, bupati, dan wali kota langsung. Dan bisa jadi, kepala daerah terpilih tak sesuai selera rakyat, tapi hanya sesuai selera elite,” kata Adi.

Pakar Hukum Tata Negara, Herdiansyah Castro: Membajak Hak Politik Rakyat

Pakar hukum tata negara, Herdiansyah Castro, mengatakan usulan kepala daerah dipilih oleh DPRD merupakan upaya membajak hak politik sekaligus partisipasi publik. “Ini kan seperti ingin memotong hak partisipasi itu kalau kemudian pemilihan dikembalikan ke DPRD,” kata Herdiansyah kepada Tempo pada Jumat.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman ini menuturkan sistem politik pemilihan langsung saat ini justru bisa memberikan hukuman kepada kepala daerah yang tidak bekerja sesuai kehendak publik. “Usulan itu sangat tidak logis dalam skema politik seperti sekarang. Tetapi kemudian justru ingin dikembalikan ke proses di DPRD,” ujarnya.

Dia mengatakan pilkada adalah sarana perwujudan demokrasi. Artinya, kedaulatan penuh berada di tangan rakyat, sebagaimana amanah Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar“.

“Secara eksplisit, ketentuan tersebut dapat dimaknai bahwa rakyat lah yang harus diberikan mandat untuk menentukan masa depan bangsa ini, termasuk dalam memilih pemimpinnya sendiri,” kata dia.

Amanah ini sejalan dengan Pasal 25 huruf b International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), yang menyebutkan, “Setiap warga negara harus mempunyai hak dan kesempatan, tanpa pembedaan dan tanpa pembatasan yang tidak layak, untuk memilih dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang murni, dan dengan hak pilih yang universal dan sama, serta dilakukan melalui pemungutan suara secara rahasia untuk menjamin kebebasan menyatakan keinginan dari para pemilih“.

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar: Evaluasi Pemilihan Langsung di Level Pilkada Perlu Dipertimbangkan

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar mengatakan usulan Prabowo agar kepala daerah dipilih oleh DPRD layak didiskusikan lebih lanjut guna memperbaiki sistem demokrasi di Indonesia.

“Pak Prabowo menyampaikan bahwa yang menang sakit kepala, yang kalah lebih-lebih sakit kepala. Kalau demokrasi seperti ini, akan sangat berbiaya tinggi,” kata pria yang akrab disapa Cak Imin itu saat ditemui usai acara Silaturahmi Kebangsaan Mengenang Gus Dur di kompleks MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat malam.

Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat itu menuturkan salah satu semangat demokrasi di Indonesia adalah musyawarah mufakat. Karena itu, dia berpendapat evaluasi terhadap mekanisme pemilihan langsung di level pilkada perlu dipertimbangkan.

“Ide untuk mengevaluasi pemilihan langsung di level pilkada itu saya kira, saya mendukung. PKB juga mendukung. Soal mekanismenya, mari kita diskusikan bersama,” tuturnya.

Dia juga menanggapi kekhawatiran usulan itu dapat mengebiri kedaulatan rakyat dalam berdemokrasi. Dia menekankan seluruh pendapat perlu didiskusikan.

Cak Imin juga tak menampik bahwa yang mestinya dilakukan adalah evaluasi terhadap sistem, bukan justru mengubah sistemnya. Dia menyebut usulan itu merupakan ide awal yang harus terus didiskusikan.

“Tentu kita usahakan sistemnya yang diperbaiki, bukan secara hak demokrasinya. Tapi ide DPRD saya kira ide awal yang harus kita terus diskusikan," ujarnya.

Ketua DPP PAN Saleh Partaonan Daulay: 

Adapun Ketua Dewan Pimpinan Pusat PAN Saleh Partaonan Daulay mengatakan pemikiran tentang pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD sudah lama dibahas di internal partainya.

“Kalau Presiden yang memulai mengangkat wacana ini, kelihatannya akan lebih mudah untuk ditawarkan kepada seluruh partai politik yang ada,” ujarnya di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, PAN secara umum mendukung pemilihan kepala daerah yang lebih simpel dan sederhana, apalagi sudah pernah diterapkan. Dia mengatakan hasilnya pun tidak jauh berbeda dengan kepala-kepala daerah yang ada saat ini. Mereka yang dipilih melalui DPRD banyak juga yang berprestasi. Bahkan banyak yang legendaris dan masih dikenang sampai sekarang.

“Soal kinerja kepala daerah, tidak diukur dari mekanisme pemilihannya, tetapi justru lebih pada hasil kerja dan pelayanannya kepada masyarakat,” kata dia.

Kepala daerah dipilih secara langsung oleh masyarakat kalau tidak bisa bekerja, menurut dia, malah tidak ada gunanya. “Hari ini, kami menemukan banyak tipe kepala daerah yang seperti ini,” tuturnya.

Meski demikian, perubahan mekanisme pemilihan kepala daerah ini dinilai tidak mudah, karena ada undang-undang dan peraturan turunannya yang perlu direvisi.

Kalau mau mudah, kata Saleh, semua pihak harus memetakan aspek-aspek pemilu yang perlu diubah. Sebelum membahas UU, pemetaan tersebut telah selesai dan dipahami semua pihak.

“Karena ini dari Presiden, paling tidak persetujuan akan perubahan itu telah didapat 50 persen. Tinggal menunggu persetujuan partai-partai di DPR. Itu juga mungkin tidak sulit sebab hampir semua parpol ada bersama koalisi pemerintah,” katanya.

“Yang jelas PAN akan ikut mengkaji dan melakukan simulasi. PAN juga tidak mau cost politics menjadi sangat tinggi dengan sistem yang ada saat ini. Tidak sehat dalam menjaga kualitas demokrasi.”

Hendrik Yaputra, Annisa Febiola, Eka Yudha Saputra, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Analisis Pakar Hukum Unair terhadap Gugatan Risma-Gus Hans ke MK

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus