Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berita Tempo Plus

Bayang-bayang Konflik Sosial di IKN

Keberadaan masyarakat adat dan tanah ulayat mereka di kawasan IKN hingga kini masih terabaikan. Kondisi ini bisa menjadi benih pemicu konflik sosial di IKN.

14 Juni 2022 | 00.00 WIB

Anak-anak bermain di lokasi pembangunan kawasan ibu kota baru, Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Perbesar
Anak-anak bermain di lokasi pembangunan kawasan ibu kota baru, Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • AMAN mengidentifikasi ada 51 komunitas adat di kawasan IKN yang terancam tersingkir.

  • Benih konflik sosial di kawasan IKN ini menjadi temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

  • UU IKN akan kembali digugat ke MK.

JAKARTA – Benih konflik sosial mulai menyeruak seiring dengan rencana pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Benih konflik sosial itu berupa keberadaan masyarakat adat dan hak atas tanah ulayat mereka di kawasan IKN yang terabaikan hingga kini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Wakil Ketua Dewan Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Abdon Nababan, mengatakan bencana sosial berpeluang terjadi dalam proses pembangunan IKN karena pemerintah mengabaikan keberadaan masyarakat adat dan tanah ulayatnya di sana. "Undang-Undang IKN yang sudah disahkan justru tidak melindungi hak-hak masyarakat adat," kata Abdon, Senin, 13 Juni 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Sesuai dengan catatan AMAN, kata Abdon, pemerintah lebih sibuk membuat pernyataan publik bahwa mereka akan menginventarisasi keberadaan masyarakat adat dan tanah ulayat di kawasan IKN. Tapi faktanya, tidak ada perlindungan nyata dari pemerintah terhadap masyarakat adat dan penduduk asli Penajam Paser Utara.

AMAN mengidentifikasi ada 51 komunitas adat di kawasan IKN, yang tersebar di Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Sebanyak 17 komunitas adat berada di Penajam Paser Utara dan 34 di Kutai Kartanegara. Delapan dari 51 komunitas adat tersebut berada di kawasan inti IKN. “Ada juga sembilan komunitas adat di sekitar IKN,” kata dia.

Menurut Abdon, pemerintah semestinya mengidentifikasi dan menginventarisasi masyarakat adat lebih dulu sebelum memulai pembangunan IKN. Namun, kata dia, pemerintah menganggap kawasan IKN sudah clear dan clean karena bersumber dari area konsesi perusahaan. Lalu konsesi itu dinyatakan sebagai hutan negara. Padahal sejak awal masyarakat adat sudah memiliki tanah ulayat di area konsesi tersebut.

"Dengan penetapan kawasan hutan negara seperti itu, otomatis membuat masyarakat adat tersingkir karena pembangunan IKN," ujarnya.

Tokoh adat dan agama bertemu Presiden Joko Widodo di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 14 Maret 2022. Dok. BPMI Setpres/Muchlis Jr

Menurut hasil identifikasi AMAN, komunitas adat Balik Sepaku memiliki wilayah adat di IKN seluas 40.108,3 hektare dan komunitas adat Sepan seluas 6.550,85 hektare. Wilayah adat milik Balik Sepaku tersebar di tiga zona IKN. Tanah adat mereka yang berada dalam zona perluasan IKN seluas 9.711,21 hektare, kawasan IKN seluas 27.760,04 hektare, dan kawasan inti pusat pemerintahan IKN seluas 2.616,36 hektare.

Benih konflik sosial di kawasan IKN ini juga menjadi temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Berdasarkan hasil penelusuran Komnas HAM, masyarakat adat di sana tak dilibatkan saat penentuan wilayah IKN. Bahkan pematokan kawasan IKN oleh pemerintah pusat tanpa izin dan tanpa sepengetahuan penduduk asli.

Komnas HAM menyarankan pemerintah mencegah benih konflik sosial itu dengan menata keberadaan masyarakat adat di kawasan IKN, bukan justru menyingkirkan mereka. Komnas HAM juga menganjurkan tanah ulayat di kawasan IKN dibuatkan sertifikat dan dilarang untuk dijual.

Sesuai dengan rencana, pemerintah pusat akan memulai pembangunan kawasan pusat pemerintahan IKN pada 2023. Pemerintah sudah mencadangkan anggaran hingga Rp 30 triliun untuk pembangunan IKN, tahun depan.

Kawasan IKN meliputi wilayah daratan seluas 256.142 ribu hektare dan perairan laut seluas 68.189 hektare. Sekitar 56 ribu hektare dari luas daratan tersebut akan menjadi area pusat ibu kota. Sisanya menjadi kawasan pengembangan.

Masyarakat Adat Tak Berdaya

Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum, dan HAM AMAN, Arman Muhammad, berpendapat bahwa masyarakat adat yang bermukim di kawasan IKN tak memiliki kekuatan hukum untuk melawan pemerintah. Sebab, isi Pasal 21 Undang-Undang IKN sama sekali tak memberikan perlindungan hukum yang tegas bagi masyarakat adat.

Pasal 21 ini mengatur bahwa pelaksanaan penataan ruang, pertanahan dan pengalihan hak atas tanah, lingkungan hidup, penanggulangan bencana, serta pertahanan dan keamanan memperhatikan dan memberi perlindungan hak-hak individu, masyarakat adat, dan nilai-nilai budaya yang mencerminkan kearifan lokal. "Pasal ini bisa menjadi alat legitimasi perampasan wilayah masyarakat adat," kata Arman.

Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM PB Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Muhammad Arman. ANTARA/Virna P Setyorini

Arman menilai isi Pasal 21 tersebut tidak bisa dijadikan jaminan bahwa masyarakat adat akan terlindungi. Sebab, pada Pasal 42 UU IKN justru ditegaskan bahwa UU tentang Pemerintahan Daerah tidak berlaku dalam urusan persiapan, pembangunan, dan pemindahan IKN. Sedangkan keberadaan masyarakat adat di Kalimantan Timur secara umum diatur lewat Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kalimantan Timur, yang otomatis tidak berlaku dalam urusan IKN.

"Padahal perda itu sebagai payung hukum perlindungan hak masyarakat adat," ucapnya.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Timur, Yohana Tiko, menguatkan pendapat Arman. Yohana menjelaskan, selain masyarakat adat di Penajam Paser Utara, keberadaan suku Balik dan nelayan pesisir Kutai Kartanegara bakal tersingkir akibat pembangunan IKN. Hewan endemik di area pesisir IKN, seperti pekantan, pesut, dan dugong, juga terancam punah.

"Pembangunan IKN ini juga akan mengancam keberadaan mangrove seluas 2.603,14 hektare di Teluk Balikpapan," kata dia.

Menurut dia, rencana pembangunan IKN ini akan memperparah krisis sumber air serta merusak kawasan lindung dan konservasi Teluk Balikpapan. Apalagi kawasan IKN berada di antara hutan konservasi taman hutan rakyat bukit Suharto, hutan lindung Sungai Wain, dan hutan lindung Manggar.

Wilayah yang terancam krisis sumber air itu di antaranya Kota Balikpapan, Penajam Paser Utara, Kutai Kartanegara, dan Kota Samarinda. Ancaman tersebut yang membuat sejumlah kalangan menolak pembangunan IKN. "Kami menolak rencana pembangunan itu," kata Yohana.

Ketua Tim Komunikasi IKN, Sidik Pramono, mengatakan pemerintah akan menghormati keberadaan masyarakat adat di sana. "Kami juga mengidentifikasi untuk mengatasi persoalan tersebut," kata dia.

Menggugat ke Mahkamah Konstitusi

Arman Muhammad mengatakan lembaganya akan melawan rencana pembangunan IKN. AMAN berencana kembali mengajukan judicial review UU IKN ke Mahkamah Konstitusi. Awalnya, AMAN mengajukan uji formil UU IKN, tapi MK menolaknya.

"Kami akan kembali menggugat UU IKN dengan mempersiapkan judicial review materiilnya," kata Arman.

IMAM HAMDI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Imam Hamdi

Imam Hamdi

Bergabung dengan Tempo sejak 2017, setelah dua tahun sebelumnya menjadi kontributor Tempo di Depok, Jawa Barat. Lulusan UPN Veteran Jakarta ini lama ditugaskan di Balai Kota DKI Jakarta dan mendalami isu-isu human interest.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus