Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Cucu Mohammad Hatta atau Bung Hatta, Gustika Jusuf Hatta, lama tinggal di Inggris. Namun pandangannya tentang Sumpah Pemuda tak pernah luruh. Setidaknya, ada dua konsep dari ikrar para pemuda pada 28 Oktober 1928 itu yang tak pernah lepas dari prinsipnya.
Baca: Saat Cucu Bung Hatta Protes Kakeknya Disamakan dengan Sandiaga
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertama, Gustika memandang Sumpah Pemuda sebagai jembatan untuk mengingatkannya kepada Tanah Air. Apalagi terhadap pada poin ketiga, yang menyebut bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
“Poin ketiga Sumpah Pemuda tentang bahasa itulah yang menghubungkan saya dan Tanah Air,” ujarnya melalui pesan pendek kepada Tempo pada Ahad, 28 Oktober 2018.
Lantaran lama tinggal di luar negeri, Gustika mengaku lebih kerap menggunakan bahasa asing ketimbang bahasa Indonesia. Meski demikian, bagi dia, bahasa Indonesia tetap menjadi bagian penting dalam hidupnya. Ia tak pernah menafikkan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa ideologinya. Sebab, dengan bahasa Indonesia pula, lahir prinsip-prinsip Bhinneka Tunggal Ika.
Baca: Sandiaga Tak Mau Bantah-bantahan soal Bung Hatta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedua, kata dia, perihal persatuan. Gustika membayangkan bahwa Sumpah Pemuda adalah ikrar sakral yang menjadi bagian paling penting dari konsep kenegaraan. Menurut dia, Sumpah Pemuda sama seperti halnya Pancasila. “Ada janji dan prinsip dalam Sumpah Pemuda,” ucapnya.
Ia menyayangkan, pemuda saat ini tak memiliki konsep persatuan seperti yang dituangkan dalam Sumpah Pemuda. Menurut dia, banyak pemuda yang hanya melihat konsep persatuan di bibir saja. Ia mencontohkan, dalam suasana pemilihan umum, misalnya. Seharusnya, kata dia, Sumpah Pemuda bisa diterapkan untuk menjaga persatuan dan merangkul lawan politik. “Jangan berat 100 persen ke satu pihak,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemuda seharusnya bisa juga membangun Indonesia dari karya, bukan kekuasaan. “Jangan hanya cari kekuasaan atau cari muka,” katanya.