Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Belajar bahasa isyarat ternyata dapat mencegah Alzheimer dan demensia atau kepikunan. Ahli kognitif yang juga dokter spesialis syaraf, Paul Nussbaum mengatakan bahasa isyarat dapat mengurangi laju kerusakan sel saraf pada otak penyandang Alzheimer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Karena dalam bahasa isyarat ada dua komponen penting yang dapat mencegah pikun, yakni ketersambungan sosial dan latihan kognitif atau motorik gerak tangan," kata Paul Nussbaum, seperti dikutip dari laman Post-Gazette. Ketika otak berpikir hendak menyampaikan apa, maka otak pun harus mencari bagaimana cara menyampaikannya melalui gerakan tangan sehingga pesan itu sampai kepada orang lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang pengajar bahasa isyarat pada lembaga pendidikan inklusi difabel sensorik rungu Silver Edu, John Alec mengatakan selain melatih kemampuan motorik, belajar bahasa isyarat dapat meningkatkan kemampuan komunikasi agar lebih fokus. Saat aktif berkomunikasi dengan bahasa isyarat, pembuluh darah vaskuler yang ada di sekitar tangan akan aktif bergerak.
Anggota Pusat Bahasa Isyarat Indonesia melakukan pengenalan belajar bahasa isyarat dengan masyarakat di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat (13/04). Aksi simpatik ini dilakukan bersama dengan penyelenggaraan Car Free Day. TEMPO/Dasril Roszandi
"Kerja otak dan tangan menjadi selaras saat berkomunikasi dan ini sama seperti olahraga otak," kata John Alec. Berkomunikasi melalui ekspresi gerakan tangan dapat mengaktifkan area abu-abu pada otak. Bagian tersebut berperan memperkuat ingatan atau memori seseorang. Sebab itu, berkomunikasi dengan gerakan tangan dapat mengurangi laju kepikunan.
Menurut Paul Nussbaum, belajar bahasa isyarat tidak hanya diperuntukkan bagi penyandang disabilitas sensorik rungu. Orang yang ingin mempelajari hal baru akan dapat merasakan manfaat dari belajar bahasa isyarat. Supaya manfaatnya lebih signifikan, belajar bahasa isyarat sebaiknya dilakukan sejak seseorang berusia 3 tahun karena ini merupakan periode emas seorang anak dalam menyerap informasi dan berkomunikasi.