BARISAN hansip itu memasuki lapangan Pusdiklat Zeni AD, Bogor, dengan sepatu berkilat. Sebagian berwarna hitam, lainnya cokelat. Kaca mata dan ikat pinggang mereka pun sama berkilau. Hansip priayi? Tak salah Mereka adalah 279 bupati dan wali kota se-Indonesia yang sedang mengikuti penataran. Kerepotan yang akan berlangsung selama dua minggu ini Senin pagi dibuka oleh Menteri Dalam Negeri Rudini. Turut hadir dalam acara itu Men- hankam L.B. Moerdani dan Kassospol ABRI Harsudiono Hartas. "Agar ada keseragaman derap langkap aparatur pemerintah di daerah dalam menunjang proses pembangunan di masa datang," kata Rudini tentang tujuan diadakannya penataran. Sejak awal saja, sudah kelihatan ketidak-seragaman pelaksanaan perintah dari atas. Warna sepatu yang seharusnya hitam bisa dibelokkan jadi cokelat. Atau, seragam hansip bisa menjelma jadi hijau muda dan hijau tua. Ketidakseragaman pelaksanaan program pemerintah di daerah itulah yang mengilhami Rudini untuk mengumpulkan para pim- pinan kabupaten dan kota madya se-Indonesia. Ada 296 orang bupati dan wali kota, tapi yang bisa hadir hanya 279 orang. Mendagri bekerja sama dengan Menhankam. Surat keputusan Mendagri nomor 35 dan SK Menhankam nomor 09 tentang langkah ini dikeluarkan tahun lalu. Usaha itu dianggap perlu dilakukan karena, menurut Rudini, dalam pembangunan jangka panjang 25 tahun kedua, perlu diwujudkan titik berat otonomi pada daerah tingkat II. Ini direalisasikan dalam bentuk petunjuk formal yang akan diber- ikan dalam penataran ini. Namun, Mendagri menekankan bahwa penataran ini hanya untuk memberi pola. Pelaksanaan pola terpulang pada para peserta. "Saya berharap, sepulang dari penataran ini Saudara dapat satu napas, satu pandangan, satu langkah untuk menatap hari esok nasib bangsa ini," katanya. Sebenarnya, penataran bupati bukan hal baru. Tahun 1977 dan 1981 pernah diadakan penataran serupa dengan nama penataran pembangunan. Namun, pesertanya tidak sembludak sekarang. Penataran yang diadakan di Jakarta itu tidak wajib diikuti oleh bupati Karena itu, hanya sekitar 60 orang pimpinan kabupaten yang hadir. Materi penataran kali ini juga diperluas. Dulu hanya diberikan masalah pembangunan nasional, tapi kini juga menyangkut wawasan dan ketahanan nasional. Selama dua minggu itu, mereka akan dijejali ceramah dari 15 menteri. Ini jelas berbeda dengan Suspimpemdagri (kursus pimpinan pemerintahan dalam negeri) Maret tahun lalu. Waktu itu, 288 camat digembleng latihan kemiliteran selama 10 minggu di. Sekolah Calon Perwira, Bandung. Namun, kesan kemiliteran mencuat karena mereka dimasukkan dalam barak. Apalagi, ada kewajiban berpakaian hansip. Tinggal dalam barak bersama 18 orang dengan fasilitas hanya ranjang dan lemari kecil mungkin menyenangkan para bupati dan wali kota yang berasal dari ABRI. Sekitar 110 orang pimpinan wilayah itu adalah letnan kolonel dan kolonel. "Rasanya, saya bernostalgia seperti waktu masih menjadi prajurit," kata Kolonel M. Noeh AR, Bupati Aceh Timur. Fasilitas demikian tentu tidak terlalu menyamankan para bupati dan wali kota dari sipil yang biasa tinggal di rumah dinas. "Biar belajar jadi jenderal," kelakar Rudini. Presiden Soeharto dan Panglima Besar Soedirman pun pernah dididik di pusat pendidikan di Jalan Soedirman itu. Soal pengasramaan mereka dalam barak, menurut dia, bukanlah untuk memiliterisasikan peserta. Semula mereka akan menggunakan Wisma Haji, Pondok Gede, tapi karena penuh, Dephankam menyodorkan pusat pendidikan militer itu. "Kita setuju saja, toh tempat ini strategis dan dekat dengan Jakarta," kata mendagri. Diah Purnomowati dan Muchlis H.J.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini