Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Guru Korban Waduk

Sutono, guru sma muhammadiyah sragen dipecat karena ikut mengadu ke dpr sehubungan dengan ganti rugi tanah waduk kedungombo. sutono dinilai menyimpang dari sikap dasar muhammadiyah.

9 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WADUK Kedungombo minta korban seorang guru. Dia adalah Sutono, guru SMA Muhammadiyah Gemolong II, Sragen, Jawa Tengah. Sutono memang tidak nyemplung di waduk. Ia sehat-sehat saja. Cuma, ia dipecat sebagai guru karena mengadu ke DPR. Ini bermula dari kedatangan sekitar 300 warga Kedungombo yang mengadu ke DPR RI tanggal 29 April yang lalu. Sutono ikut dalam rombongan itu. Akibatnya, awal Mei lalu, ia dipecat sebagai guru oleh Pimpinan Cabang Muhamadiyah (PCM) Gemolong. Sutono, 34 tahun, sudah sepuluh tahun menjadi guru, memang punya tanah yang kini jadi waduk. Ganti rugi tanahnya itu sangat kecil. Itu sebabnya ia ikut "berjuang" ke Jakarta. Tetapi, jangankan memperoleh tambahan ganti rugi, dia malah ditimpa kemalangan. Rupanya, Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Sragen tidak senang dengan kepergian Sutono ke DPR. Cara itu dinilai menyimpang karena melanggar sikap dasar Muhammadiyah yang menjaga kerja sama dengan pemerintah dan tidak sesuai dengan prinsip Muhammadiyah yang senantiasa menghargai hukum. Sutono dianggap tidak mematuhi ketentuan pemerintah mengenai kebijaksanaan yang menyangkut Kedungombo. "Dengan membuat resolusi ke DPR, berarti dia telah melanggar hukum," kata Mutti Uddin, Ketua Umum PDM Muhammadiyah Sragen. PDM Sragen memerintahkan agar PCM Gemolong menonaktifkan Sutono. Namun, disebutkan bahwa guru ini boleh aktif lagi asalkan menunjukkan langkah nyata yang sesuai dengan kaidah perjuangan Muhammadiyah. Apa itu, tak jelas. Yang jelas, Sutono tak kapok. Malah ia datang lagi ke DPR, Senin pekan lalu, bersama sembilan warga Kedungombo. Bahkan kali ini, kepada Fraksi Karya Pembangunan, Sutono melaporkan adanya intimidasi dari oknum-oknum tertentu. Salah satunya, ia menyebut kasus dirinya yang dipecat itu. "Saya tidak menyimpang dari prinsip-prinsip perjuangan Muhammadiyah. Saya bertindak atas nama pribadi, bukan atas nama Muhammadiyah. Saya menuntut hak saya, karena tanah saya memang terkena proyek," katanya. Tanah Sutono itu luasnya 7.815 m2, terletak di Desa Suko, Kecamatan Kemiri, Sragen. Ganti rugi yang diterimanya Rp 360 per m2. "Tanah saya itu satu-satunya lahan pertanian di Kecamatan Kemiri yang bisa panen tiga kali setahun," dalihnya. Bagi Mutti Uddin, "gerakan" Sutono telah merepotkan pemerintah. Sebagai guru, kata Mutti, posisi Sutono sangat strategis. Dia bisa mempengaruhi siswanya dengan ulahnya itu. "Anak SMA kan peka dan mudah dipengaruhi. Kalau Sutono bukan guru, mungkin tak jadi masalah," kata Mutti lebih lanjut. Pengaduan Sutono ke DPR tidak dimusyawarahkan dengan pengurus PCM Gemolong. Sebab, sebagaimana dikatakan Mutti, Muhammadiyah berprinsip, moral pribadi anggota Muhammadiyah harus tetap menunjukkan identitas organisasi . "Bukannya dia kita anggap bermoral jelek, hanya saja langkahnya tidak selaras dengan Muhammadiyah," ujar Mutti. Pemecatan itu nampaknya sudah harga mati. Krissantono, Wakil Sekretaris Bidang Umum dan Pembinaan FKP DPR RI yang menerima pengaduan Sutono, juga merasa tak berhak ikut campur. "Itu urusan intern Muhammadiyah. DPR cuma menganjur- kan agar menyelesaikannya dengan baik. Tak etis kalau DPR ikut campur," begitu Krissantono. Pimpinan Pusat Muhammadiyah memilih sikap hati-hati dalam menanggapi kasus ini. "Kami sedang meminta keterangan pada PDM Sragen mengapa Sutono dipecat," kata Lukman Harun, salah seorang pimpinan PP Muhammadiyah. Sutono sendiri berniat mendatangi Pimpinan Pusat Muhammadiyah mempersoalkan pemeca- tannya itu. Sedangkan tentang kasus tanahnya, ia berniat kembali lagi ke DPR. "Sampai urusan ganti rugi tanah itu selesai," katanya. Priyono B. Sumbogo (Jakarta) dan Nanik Ismiani (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus