Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berebut Kursi di Lumbung Suara

Partai politik mulai mengelus jago di daerah unggulan. Peta pertempuran masih terfokus di Jawa.

21 Desember 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KANTOR Partai Golkar pindah ke Senayan. Para pengurus teras Partai yang biasanya ngantor di Slipi, Jakarta Barat, itu seharian berkumpul di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jumat pekan lalu. Mereka tumplek di ruang kerja Akbar Tandjung, sang Ketua Umum yang juga Ketua Dewan. Tampak Sekjen Budi Harsono dan para koordinator wilayah seperti Slamet Effendy Yusuf, Agung Laksono, dan Andi Mattalatta. Pimpinan fraksi dan pengurus partai juga nimbrung. Para petinggi Partai Beringin itu keluar-masuk ruangan Akbar. Silih-berganti. Mereka sibuk bicara lewat telepon genggam yang berderit dengan aneka suara. "Ya, ya, sedang kami usahakan," kata Budi Harsono menjawab panggilan telepon seorang kader di daerah. Wajah mereka sangat serius. Sliwar-sliwer terus di sekitar Akbar. Bendelan berkas berisikan daftar calon legislatif selalu ditenteng—beberapa ada yang dikepit di ketiak. Sejumlah tamu yang berniat bertemu Akbar terpaksa gigit jari. Sang Ketua tak bisa diganggu. Penyusunan daftar calon legislatif agaknya lebih penting ketimbang urusan lain. Praktis, sejak pagi hingga menjelang magrib, Akbar sibuk rapat terbatas. "Malam ini selepas pukul 21.00, pembicaraan akan dilanjutkan," ujarnya. Kalau masih belum kelar, terpaksa tembus hingga Sabtu dini hari. Daftar nama itu akan diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum sebelum deadline. Kesibukan luar biasa juga melanda Kantor PDIP di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Bahkan selama dua pekan terakhir kantor itu bagai toko serba ada: buka 24 jam. Para politikus hilir-mudik, bagai tak pernah henti. Mereka datang dan pergi menenteng bendelan map. Ada yang sibuk mengisi formulir yang dibagikan, ada pula yang sibuk memotong fotokopi kartu identitas. Kaca pintu pun dijadikan sandaran untuk menulis. Suasana ingar-bingar saat menyusun daftar calon juga melanda 22 partai lainnya. Tak cuma lampu yang nyaris tak pernah dipadamkan dan dering telepon yang susul-menyusul. Antrean mobil pun terus memanjang di kantor partai-partai hingga akhir minggu kemarin. Maklumlah, dua minggu ini adalah sisa waktu yang dimiliki partai peserta Pemilu 2004 sebelum mereka menyerahkan daftar calon legislatif kepada Komisi Pemilu, pada 22 hingga 29 Desember pekan depan. Penyusunan para calon jagoan parlemen itu pun bukan perkara mudah. Selain urusan persaingan internal, mereka harus mengintip calon dari partai pesaing. Karena itu, plot penempatan tokoh perlu strategi yang jitu. Tokoh yang punya basis massa di sebuah kawasan harus bercokol di daerahnya. "Kami sengaja menghindari daerah-daerah yang bukan basis kami," kata Ketua Umum Partai Persatuan Demokrasi dan Kebangsaan (PPDK), Ryaas Rasyid. Pulau Jawa adalah ajang yang paling seru. Semua daerah pemilihan di semua provinsi di sini adalah ladang kursi DPR yang gemuk. Jatah terbesar di Jawa Barat dengan 90 kursi, disusul Jawa Timur yang menyediakan 86 kursi, kemudian Jawa Tengah dengan 76 kursi. Banten dan DKI masing-masing 22 dan 21 kursi. Sedangkan di luar Jawa, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan menyediakan kursi terbanyak, masing-masing 29 dan 24 kursi. Pertempuran paling keras diduga bakal berkobar di Jawa Timur. Provinsi ini memang diklaim sebagai basis utama mayoritas partai besar. Partai yang bakal bersaing keras adalah PDIP, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Golkar, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Partai baru semacam Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK) dan Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) pun berminat menarik beberapa kursi di sini. Tengok saja hasil Pemilu 1999. Jawa Timur adalah lumbung suara terbesar bagi PDIP dan PKB. Saat itu, dengan jatah alokasi 68 kursi, 25 kursi diduduki PDIP, 24 kursi direbut PKB, dan sisanya dibagi ke Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), PPP, dan beberapa partai lainnya. Tapi diperkirakan konstelasi ini akan berubah pada Pemilu 2004. PPP bercita-cita mengundang kembali massa NU dari PKB, Golkar ingin merebut bekas konstituen, sementara PNBK ingin memanggil kader-kader nasionalis yang tak betah lagi di PDIP. Jawa Timur akan bertabur bintang politikus. Sejumlah tokoh yang diusung PDIP di sini tak lain Sekjen Sutjipto, Wakil Sekjen Pramono Anung, dan anggota DPR Heri Akhmadi. Sutjipto akan menjadi calon legislatif dari daerah pemilihan Surabaya. Pria yang rambutnya keperakan ini akan menjadi taji utama partai berlambang banteng gemuk itu di daerah pemilihan Jawa Timur I. "Pak Tjip bisa mendongkrak perolehan suara karena mengenal daerah-daerah di sini," kata Sekretaris PDIP Surabaya, Budi Harijono. Sutjipto ditunggu rival beratnya dari PNBK, Haryanto Taslam. Pada pemilu 1999, mereka bersaing meski sama-sama separtai. Keduanya lolos ke Senayan, tapi belakangan Taslam pindah kandang gara-gara konflik internal di tubuh PDIP. Taslam dan kawan-kawan diduga bakal meraih suara signifikan di Jawa Timur. Menurut Ketua Umum PNBK Eros Djarot, mereka lebih menguasai akar rumput nasionalis. "Tjipto enggak kami perhitungkan," ujarnya. Partai Kebangkitan Bangsa tentu masih mengincar kursi Jawa Timur. Kini mereka mematok target 29 kursi—lima kursi lebih banyak ketimbang pemilu sebelumnya. Sejumlah tokoh kondang lalu dipasang. Sekjen Saifullah Yusuf, mantan Menteri Pertahanan Mahfud Md., mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan Khofifah Indar Parawansa, berjajar di sini. Tapi, anehnya, Wakil Ketua MPR dari PKB, Muhaimin Iskandar, malah ditolak 18 pengurus anak cabang Sidoarjo. Golkar pun mengincar Jawa Timur. Maklumlah, provinsi ini pernah menjadi lumbung suara terbesar Beringin. Apalagi pada 1984 K.H. Abdurrahman Wahid menjabat Ketua Umum PBNU. Sejak itu Gus Dur memproklamasikan agar warga NU kembali ke Khittah 1926. Mereka boleh mencoblos partai apa saja. Kaum nahdliyin bukan lagi menjadi pendukung utama PPP. Suara Partai Ka'bah pun gembos dan lari ke Golkar. Hasilnya, pada Pemilu 1987 dan 1992, Golkar menjadi mayoritas tunggal di kawasan rujak cingur itu. Nostalgia inilah rupanya yang akan dibangkitkan Golkar. Dengan semboyan "Mari Bung Rebut Kembali", mereka berharap akan bisa mendulang kembali suara yang pernah tercecer ke kubu PKB. Akibat tak akurnya kubu PBNU di bawah K.H. Hasyim Muzadi dengan PKB yang dikomandani Gus Dur, Golkar pun bersorak. Mereka lalu melobi dan memasang beberapa tokoh teras NU sebagai calon anggota DPR. Tebaran jaring kena sasaran. Aisyah Baidlowi, adik kandung Gus Dur, akan kembali melaju ke Senayan dari Daerah Pemilihan IX—meliputi Tuban, Bojonegoro, Lamongan, dan Gresik—yang sarat dukungan kaum nahdliyin. Kiai As'ad Umar dari Pesantren Darul Ulum, Jombang, juga disiapkan sebagai calon bernomor kecil untuk Daerah Pemilihan I Jawa Timur. "Ini bagian dari strategi Golkar," ujar H. Yusuf Husni, humas Golkar Jawa Timur. Kawasan keras di tapal kuda juga dibidik. Gara-gara konflik antarpengurus PKB dan NU di bekas Karesidenan Besuki itu, PPP diduga akan menangguk limpahan suara kaum sarungan. Meski pada Pemilu 1999 hanya memperoleh 4 kursi, kini PPP ambil target 13 kursi. Selain mengerek nama Gus Fawaid As'ad Syamsul Arifin, partai ini konon mengalokasikan 10 kursi untuk tokoh NU balik kandang. "Kami memanggil konstituen lama agar bergabung lagi," kata Ketua Lajnah Pemenangan Pemilu PPP, Endin A.J. Soefihara. Jawa Timur akan diramaikan bekas tentara. Mantan Pangdam Brawijaya, Mayjen (Purn.) Joko Subroto, berada di urutan pertama dari Daerah Pemilihan I. Ia dipasang untuk meraup suara keluarga tentara. Bukankah sejarah mencatat bahwa Golkar adalah anak kandung TNI? Apalagi Joko adalah ipar Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto. Langkah ini pun diduga sebagai strategi membendung mantan KSAD Jenderal (Purn.) R. Hartono, yang kini Ketua Umum PKPB. Mantan Pangdam Brawijaya Mayjen (Purn.) Sugeng Subroto dicalonkan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Jawa Barat apalagi. Di provinsi ini, PDIP memasang nama suami Presiden Megawati, Taufiq Kiemas; dan Sekretaris Fraksi di DPR, Panda Nababan, sebagai jago. Mereka akan bersaing dengan tokoh muda Golkar seperti Paskah Suzetta, Ferry Mursyidan Baldan, dan Happy Bone Zulkarnain. Dari kalangan artis, Golkar siap menurunkan Nurul Arifin dan Puput Novel untuk mencegat Marissa Haque dan Desy Ratnasari dari PDIP (lihat Bukan Cuma Jual Tampang). Partai-partai Islam malah berebut di Bumi Parahyangan ini. PPP menargetkan perolehan minimal 17 kursi dengan muka lama seperti mantan Menteri Koperasi Zarkasih Noer dan anggota DPR Chozin Chumaidi. "Kami mengajukan (Menteri Negara Riset dan Teknologi) Hatta Radjasa untuk Bandung," kata Wakil Sekjen PAN, Yasin Kara, kepada Darmawan Sepriyossa dari TEMPO. Adapun PBR memasang Rhoma Irama, PNBK menyiapkan pemusik Hary Roesli dan Franky Sahilatua untuk menandingi Taufiq Kiemas di Daerah Pemilihan I, Kota/Kabupaten Bandung. Jawa Tengah tak boleh disepelekan. Dari PDIP ada mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup Sony Keraf yang mewakili Blora bersama anggota DPR Nuning Kertapati. Nama beken lain yang dipasang adalah Ketua Fraksi PDIP Tjahyo Kumolo, Ketua Fraksi TNI/Polri MPR Mayjen Slamet Supriadi, anggota DPR Goenawan Wirosarojo, dan G.R.Ay. Koes Moertiyah. Di provinsi ini, Eros Djarot dari PNBK diduga bakal mengusik target kursi PDIP. Beringin memasang kiai di sini. Ada Kiai Ahmad Daroji, sekretaris Golkar setempat, Ketua Golkar Slamet Effendy Yusuf di bekas Karesidenan Banyumas, dan anggota DPR Priyo Budi Santosa di Purbalingga dan Kebumen. Di bekas Karesidenan Surakarta, Boyolali, Klaten, dan Sukoharjo, ada mantan Komisaris Bank Aspac Thomas Sujatno. "Jawa memang ditargetkan bakal jadi tempat mendulang suara Golkar," kata Slamet. Muka-muka lama masih bakal tampil. Di Jawa Tengah, PKB mengandalkan Ketua Umum Alwi Shihab, anggota DPR Chotibul Umam Wiranu, Sekretaris Dewan Syuro Arifin Junaidi, serta mantan juru bicara mantan presiden Abdurrahman Wahid, Yahya Staquf. "Meski sebagian bukan dari Jawa Tengah, mereka bukan calon asal comot," kata Zuhar Mahsun, anggota tim majelis pemantapan caleg PKB Jawa Tengah. Calon lain membayang-bayangi. Di Jawa Tengah, PPP memasang beberapa tokoh NU. Tokoh PPP lama yang berjajar di sini seperti anggota DPR Lukman Hakim Saifudin, Wakil Sekretaris Ahmad Muqowwam, Wakil Ketua Partai Zuhad Mahya, dan Wakil Sekjen Arief Mudasir. Ketua PPP Jawa Tengah K.H. Thoifoer dan tokoh PPP Solo, M. Moedrick Sangidoe, masih dikibarkan. "Kami memang tidak bisa mengganti seketika para pejuang tua itu," kata Endin. Jakarta pun menjadi arena yang seru. Semua partai mengklaim punya konstituen di Ibu Kota. Dari Partai Golkar, ketuanya, Agung Laksono dan Fahmi Idris, dijagokan di nomor jadi. PDIP siap meluncurkan Ketua Roy B.B. Janis, yang didampingi aktivis Irma Hutabarat. Adapun PPP memasang tokoh Betawi K.H. Syauqi Thahir, pengasuh Pesantren Attahiriyah, mantan Wakil Gubernur DKI Bunyamin Ramto. Partai lain serius bertarung di Ibu Kota. PAN akan mengerek nama beken seperti Wakil Ketua DPR A.M. Fatwa dan pengurus pusat Miranti Abidin. Partai Bintang Reformasi memastikan Ketua Umumnya K.H. Zainuddin M.Z. dan Sekjen Dja'far Badjeber untuk berduel. Ketua Umum PKS Hidayat Nurwahid dan anggota DPR dari PBB Ahmad Soemargono juga diperkirakan bakal maju dari Jakarta. Di luar Jawa, persaingan seru bakal terjadi di Sulawesi Selatan. Partai Golkar, partai terbesar di sana, akan mengusung nama populer seperti Ketua Marwah Daud Ibrahim, Menko Kesra Jusuf Kalla, anggota DPR Anwar Arifin, Andi Mattalatta, serta pengusaha dan bos PSSI Nurdin Halid. Namun mereka akan dihadang kandidat Partai PPDK seperti Ryaas Rasyid dan mantan Dirjen Pembangunan Daerah Rafiuddin Hamarung. "Kami cukup optimistis di sana," kata Ryaas. Tokoh lain ikutan berebut di sini. Dialah mantan Menteri Penerangan Yunus Yosfiah dan mantan Jaksa Agung Andi M. Galib. Mereka diusung PPP dan dinilai masih layak jual di kawasan Anging Mamiri itu. Nama lain yang juga diusulkan adalah Tamsil Linrung. Mantan aktivis PAN itu kini resmi diajukan PPP Sulawesi Selatan. Wakil Sekjen PBNU Andy Jamaro pun siap bertempur di kubu PPP. Di Sumatera Utara, PDIP hampir tak punya lawan. PAN dan Partai Golkar jauh membayang-bayangi mereka. Tapi di provinsi ini partai-partai umumnya masih direpotkan urusan internal. Di Golkar, misalnya, anggota DPR Baharudin Aritonang agak kebingungan karena ia harus bersaing dengan tokoh elite seperti Mahadi Sinambela dan Rambe Kamarulzaman. Padahal, proyeksinya maksimal hanya 3 kursi. Tentu harus ada yang kecewa lantaran dikorbankan. "Sekarang pusat harus menentukan prestasi kami di Dewan," ujar Aritonang. Soal-soal pelik beginilah yang harus diputuskan para pemimpin partai. Tak terkecuali Golkar, yang terpaksa rapat maraton, lembur, dan "pindah kantor". Hanibal W.Y.W., Jobpie Sugiharto, Widiarsi Agustina (Jakarta) Sunudyantoro, Kukuh S. Wibowo (Surabaya), Sohirin (Semarang), Syarief Amir (Makassar)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus