Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berebut Sisa Rindang Beringin

24 Juni 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SENYUM dan gelak tawa seperti sedang pergi dari markas Partai Golkar di Slipi, Jakarta Barat. Maklum, Partai Golkar seperti sedang babak-belur luar dalam. Dua pekan lalu, Presiden Abdurrahman Wahid merestui Jaksa Agung untuk memeriksa keterlibatan Akbar Tandjung dalam kasus hukum yang beraroma korupsi. Kendati hingga kini Akbar belum dipanggil, reputasi Ketua Umum Golkar itu merosot. Anehnya, hal ini justru memicu mantan lawan politik Akbar di Golkar untuk bangkit menyusun kekuatan. Alhasil, suhu konflik internal kembali memanas. Kepada TEMPO, seorang petinggi di partai itu menuturkan, belakangan ini konflik lama di tubuh Golkar kumat lagi. Setiap kelompok melakukan akrobat politik untuk kepentingan kelompoknya masing-masing. Kekuatan yang terpecah-pecah itu menyebabkan daya tawar Golkar sebagai partai besar ikut melemah, bahkan hanya untuk "sekadar meminta Presiden Abdurrahman mengurungkan langkah Baharuddin Lopa membuka file masa lalu Akbar Tandjung". Konflik internal di Partai Golkar memang bukan cerita baru. Sepeninggal Soeharto, partai penguasa Orde Baru itu tak henti dirundung perpecahan. Selepas Musyawarah Nasional tahun 1998, Edi Sudradjad, Hayono Isman, dan beberapa tokoh Golkar lainnya lompat pagar dan meracik Partai Kesatuan dan Persatuan (PKP). Kendati kalah jauh dari Golkar dalam Pemilu 1999, fenomena PKP adalah mode baru dalam tubuh partai yang memimpin selama 32 tahun itu. Api konflik kembali meletup saat laporan pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie ditampik di Sidang Istimewa MPR, 19 Oktober 1999. Sejumlah politisi dari Indonesia Timur yang bergabung dalam barisan Iramasuka Nusantara (Irian, Maluku, Sulawesi, Kalimantan, dan Nusatenggara Timur) menuduh Akbar Tandjung dan kawan-kawannya memukul Habibie dari belakang. Rapat Fraksi Golkar sesaat setelah penolakan pertanggungjawaban itu hampir kisruh. Beberapa anggota MPR dari barisan Iramasuka terang-terangan menunjuk Akbar Tandjung dan Marzuki Darusman sebagai pengkhianat partai. "Kami dikhianati oleh orang Golkar sendiri," tutur Prof. Anwar Arifin, salah seorang anggota DPR asal Sulawesi Selatan. Gagal mengusung Habibie ke kursi presiden tidak berarti kelompok Iramasuka tutup buku. Seperti sudah menabung tenaga, Iramasuka "bernyanyi kembali" persis ketika Akbar Tandjung sedang ditonjok kasus hukum, yang membuat popularitasnya melorot drastis. Sumber TEMPO di Golkar itu menuturkan bahwa barisan Iramasuka tengah mengatur posisi. "Mereka menangguk keuntungan dari perang terbuka kubu Presiden Abdurrahman dengan DPR yang melibatkan Akbar Tandjung," kata sumber ini. Belakangan ini memang sejumlah politisi Iramasuka rajin bersafari politik. Pada 16 Juni lalu, dua tokoh kelompok, Andi Matalata dan Marwah Daud Ibrahim, bertemu Taufiq Kiemas, suami Wakil Presiden Megawati. Santer disebutkan bahwa kepada Taufiq kelompok ini akan mendukung Megawati asal diberi jatah kursi kabinet. Namun, kabar dagang kursi ini dibantah Marwah Daud. "Kami membicarakan nasib bangsa ini, bukan kursi kabinet," katanya. Sebelumnya, Iramasuka juga bermain mata dengan kubu Presiden Abdurrahman yang sedang menggalang kekuatan agar lolos dari pemecatan di sidang istimewa nanti. Iramasuka adalah salah satu kekuatan yang diincar tim pelobi Abdurrahman karena menguasai 72 kursi parlemen. Marwah Daud membenarkan bahwa kelompoknya sedang menjalin lobi dengan Presiden Abdurrahman. Tapi, kata Marwah, kubu Abdurrahman-lah yang datang menghampiri. Marwah sendiri mengaku telah bertemu dengan sejumlah utusan Presiden Abdurrahman. Sayang, Marwah menyimpan nama para utusan dan isi pembicaraan itu. "Tidak etislah jika saya sebutkan," katanya kepada TEMPO. Tapi, betulkah pendekatan itu memang untuk memperkuat Presiden Abdurrahman menjelang sidang istimewa? "Tampaknya memang begitu," jawab Marwah diplomatis. Jumlah kursi 72 buah di DPR, menurut Marwah, memang cukup siginifikan untuk dilirik kekuatan politik mana pun. Di samping Iramasuka, faksi baru juga bermunculan dalam Golkar, seperti kelompok Jawa Barat yang dimotori Ginandjar Kartasasmita dan kelompok pembaru yang digerakkan Marzuki Darusman. Semua kelompok ini, kata seorang petinggi Golkar, hendak merebut sisa-sisa kerindangan beringin yang terus diterpa badai. Wens Manggut, Andari Karina Anom

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus