Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BAGI Sofyan Tan, teman merupakan aset tak ternilai. Berkat kesetiaan teman-temannya, pria 54 tahun itu merebut kursi Dewan Perwakilan Rakyat dalam pemilihan umum legislatif lalu. Bertarung sebagai calon nomor urut dua dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di daerah pemilihan Sumatera Utara 1, Sofyan meraih 113.716 suara. Ia menempati urutan teratas dari sepuluh calon anggota DPR yang lolos dari daerah pemilihan yang meliputi Kota Medan, Tebing Tinggi, Kabupaten Deli Serdang, dan Serdang Bedagai itu.
Sofyan adalah satu dari dua calon legislator pilihan Tempo yang lolos ke Senayan. Berdasarkan daftar 560 calon anggota DPR terpilih yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum pada Rabu pekan lalu, Sofyan mengungguli nama-nama populer, seperti Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring (Partai Keadilan Sejahtera) serta Ruhut Sitompul dan Sutan Bhatoegana (keduanya dari Partai Demokrat). Tifatul meraih 74.510 suara, Ruhut 34.685 suara, dan Sutan 18.865 suara. Tifatul dan Ruhut lolos, Sutan gagal.
Sofyan tak menebar rupiah hingga miliaran. Sejak Juni 2013, dia mengaku hanya mengeluarkan tak lebih dari Rp 731 juta untuk menggelar sosialisasi serta pertemuan dengan pendukung dan simpatisannya. Terkadang ia sama sekali tak keluar duit untuk menggelar pertemuan karena seluruh biaya ditanggung secara patungan oleh teman-temannya.
Untuk menggalang dukungan, Sofyan memanfaatkan jejaring pertemanan yang sudah dibangun sejak puluhan tahun. Ia blusukan ke pasar-pasar tradisional dan kampung-kampung menyambangi penduduk. Ia juga menghidupkan kembali jejaring pendukungnya pada pemilihan Wali Kota Medan 2010. Meski ketika itu kalah, Sofyan memelihara silaturahmi dengan pendukungnya. "Banyak yang fanatik sama saya," kata dokter lulusan Universitas Methodist Medan itu, Rabu pekan lalu. "Itu modal sosial saya sehingga serangan fajar tak berpengaruh."
Namanya mulai dikenal publik setelah mendirikan Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda di Medan pada 1987. Sekolah bertemakan pluralisme itu menerapkan pola anak asuh untuk murid yang mayoritas berasal dari keluarga miskin. Sejak itu, dia telah memiliki 2.430 anak asuh. "Murid saya banyak. Ada yang sudah jadi tauke," kata Sofyan, yang selama 14 tahun terakhir memimpin Yayasan Ekosistem Lestari, yang bergiat dalam konservasi orang utan.
Para anak asuh inilah, selain teman-teman sekolah dan kuliah Sofyan, yang aktif mengenalkan Sofyan kepada sanak familinya. Sebelum mencalonkan diri, Sofyan mengumpulkan anak asuh dan orang tuanya. Kepada mereka, ia berjanji akan memperjuangkan nasib orang miskin bila terpilih menjadi anggota DPR.
Selama kampanye, Sofyan tak memasang spanduk dan baliho atau menggelar pertemuan besar di hotel berbintang. Bersama tim suksesnya, ia hanya membagikan kartu nama, stiker, dan contoh kertas suara dari pintu ke pintu. Mereka mengajarkan kepada para pendukungnya cara mencoblos nama atau gambar Sofyan di kertas suara.
Kini, menjelang berangkat ke Jakarta, Sofyan berkeliling menyerap aspirasi pendukungnya. Ia juga mulai belajar membaca anggaran. "Minimal harus mengerti soal budgeting agar tidak terjebak permainan di Dewan," ujarnya.
Selain Sofyan, calon legislator pilihan Tempo yang melenggang ke Senayan adalah Maman Imanulhaq. Adapun sembilan calon pilihan Tempo lainnya tak mendapatkan cukup suara untuk terpilih menjadi anggota Dewan.
Maman, calon nomor urut satu dari Partai Kebangkitan Bangsa yang bertarung di daerah pemilihan Jawa Barat 9 (Subang, Majalengka, Sumedang), meraih 39.080 suara. Sekitar 20 ribu suara ia peroleh dari Majalengka. Maman berada di urutan keempat setelah tiga calon inkumben, yaitu Eldie Suwandi (Partai Golongan Karya) serta Maruarar Sirait dan Tb. Hasanuddin (keduanya dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan).
Maman mengukir sejarah karena untuk pertama kalinya PKB meloloskan calonnya dari daerah pemilihan ini. Pendiri dan pengelola Pondok Pesantren Al-Mizan di Desa Ciborelang, Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, itu mengaku tak pernah mengeluarkan uang atau barang untuk menyogok rakyat. Justru rakyat yang selalu memberinya makanan setiap kali ia berceramah. "Saya yakin rakyat sudah cerdas. Mereka memilih caleg yang memiliki keterikatan emosional dengan mereka," katanya Selasa pekan lalu.
Kiai Maman-demikian pria 41 tahun itu akrab disapa-meraup dukungan dari ribuan anggota jemaah serta dari hubungan baiknya dengan kelompok minoritas dan kelompok terpinggirkan, seperti buruh dan anak jalanan. Selain rutin berceramah ke kampung-kampung, ia aktif menyambangi kelompok-kelompok itu.
Selama ini Maman dikenal getol membela kelompok yang berbeda ideologi dan keyakinan dengannya, seperti jemaat GKI Yasmin, Syiah, dan Ahmadiyah. Ia mengatakan tidak membela akidah mereka, tapi membela korban tindak kekerasan. Maman mengakui nilai-nilai pluralisme itulah yang membuatnya meraih kursi DPR.
Maman berjanji akan tetap memperjuangkan nilai-nilai yang ia pelajari dari pendiri PKB, Abdurrahman Wahid, yaitu penghargaan terhadap kemajemukan, kemanusiaan, dan kehidupan. Ia akan kritis terhadap kebijakan pemerintah yang tidak prorakyat dan menjadi wakil rakyat yang bersih. "Sekalipun saya harus berdiri sendiri, tidak memiliki teman," ucap Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama itu.
Sofyan dan Maman adalah dua dari wajah baru di DPR periode 2014-1019. Dalam hitungan Tempo, ada 323 pendatang baru yang berasal dari pelbagai golongan, termasuk dari dunia hiburan dan olahraga. Dari kalangan artis ada Desy Ratnasari (Partai Amanat Nasional), Krisna Mukti (PKB), dan Nico Siahaan (PDI Perjuangan). Sedangkan dari dunia olahraga terdapat pembalap Moreno Soeprapto (Partai Gerindra) dan mantan petenis putri nomor satu Indonesia, Yayuk Basuki (PAN).
Menurut Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Sebastian Salang, jumlah pendatang baru yang lebih banyak dari inkumben bisa saja dilihat sebagai harapan baru DPR. Dengan catatan, mereka memiliki kompetensi, integritas, dan komitmen memperjuangkan kepentingan rakyat. "Maka kehadiran wajah-wajah baru bisa menjadi harapan akan perubahan di DPR," ujarnya Jumat pekan lalu.
Namun, kata Sebastian, jika para pendatang baru itu menjadi bagian dari pemilu, yang oleh banyak kalangan dinilai brutal dengan praktek politik uang dan kecurangan, mereka justru akan menjadi ancaman. Bahkan, dia menambahkan, mereka bisa saja lebih berbahaya daripada inkumben karena telah mengeluarkan biaya besar, sehingga bukan tak mungkin bakal lebih ganas mencari uang untuk mengembalikan "modal" yang sudah mereka keluarkan.
Pada pemilu kali ini, hanya 97 perempuan calon legislator yang lolos. Jumlah ini menurun dibandingkan dengan Pemilu 2009, yaitu 103 orang. Meski jumlahnya menurun, perempuan calon legislator kali ini mendominasi perolehan suara terbanyak. Dari data Komisi Pemilihan Umum, dua posisi teratas ditempati dua perempuan calon legislator dari PDI Perjuangan, yaitu Karolin Margret Natasa, yang meraih 397.481 suara, dan Puan Maharani (369.927 suara).
Sapto Yunus, Febriana Firdaus, Ivansyah (Majalengka)
Peraih Suara Terbanyak
No | Nama | Partai | Daerah pemilihan | Suara |
1 | Karolin Margret Natasa | PDI PerjuanganKalimantan Barat | 397.481 | |
2 | Puan Maharani | PDI Perjuangan | Jawa Tengah 5 | 369.927 |
3 | I Wayan Koster | PDI Perjuangan | Bali | 260.342 |
4 | Rieke Diah Pitaloka | PDI Perjuangan | Jawa Barat 7 | 255.044 |
5 | Edhie Baskoro Yudhoyono | Partai Demokrat | Jawa Timur 7 | 243.747 |
6 | Nusron Wahid | Partai Golkar | Jawa Tengah 2 | 243.021 |
7 | Olly Dondokambey | PDI Perjuangan | Sulawesi Utara | 237.620 |
8 | Dodi Reza Alex Noerdin | Partai Golkar | Sumatera Selatan 1 | 203.246 |
9 | Hanafi Rais | PAN | DI Yogyakarta | 197.915 |
10 | Hasan Aminuddin | Partai NasDem | Jawa Timur 2 | 190.226 |
Sumber: Diolah dari KPU
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo