Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika atau BMKG menyebut 63 persen wilayah zona musim di Indonesia telah terdampak fenomena El Nino. Puncak fenomena itu diperkirakan terjadi pada Agustus dan September mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG, A Fachri Radjab, mengatakan pihaknya mengkategorikan zona musim di Indonesia menjadi 699 zona. Dari jumlah tersebut, 63 persen diantaranya telah memasuki musim kemarau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Artinya, memang yang sudah terdampak langsung dari El Nino itu sekitar 63 persen wilayah zona musim tadi," kata Fachri pada Senin, 31 Juli 2023.
Musim kemarau tahun ini lebih kering
Dia melanjutkan, musim kemarau kali ini diperkirakan lebih kering dibandingkan tiga tahun sebelumnya. "Jadi, ada beberapa wilayah yang memang kami prediksikan intensitas hujannya itu dalam kategori rendah," ujar Fachri.
Berdasarkan perkiraan hujan bulanan sebagian besar Sumatera, termasuk Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Bengkulu, dan Lampung memiliki intensitas hujan rendah. Hal tersebut juga terjadi hampir di seluruh wilayah Jawa.
Begitu pula dengan Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal serupa terjadi juga di Pulau Kalimantan, seperti di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, serta Sulawesi, utamanya Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.
"Nah, itu yang berpotensi terjadi musim kering yang ekstrem," tutur dia.
BMKG keluarkan peringatan siaga kekeringan di 4 kabupaten Jawa Barat
Terbaru, BMKG Stasiun Klimatologi Jawa Barat mengeluarkan peringatan dini kekeringan meteorologis. Pada dasarian pertama 1-10 Agustus 2023, beberapa kecamatan di empat kabupaten yaitu Bandung Barat, Cirebon, Majalengka, dan Kuningan berstatus siaga.
“Artinya tanda-tanda kekeringan makin menguat,” kata prakirawan Stasiun Klimatologi Jawa Barat, Dwi Yoga Primartono di Bandung, Jawa Barat, Selasa, 1 Agustus 2023.
Status siaga kekeringan meteorologis itu tersebar di Kecamatan Padalarang dan Parongpong di Kabupaten Bandung Barat. Kemudian Kecamatan Gegesik di Cirebon, Kecamatan Darma di Kuningan, serta Kecamatan Jatiwangi, Lemah Sugih, dan Malausma.
“Kekeringan meteorologis merupakan kekeringan yang disebabkan karena curah hujan di suatu daerah berada di bawah normal,” ujarnya.
Pada status siaga, jumlah hari tanpa hujan sedikitnya selama 31 hari dengan prakiraan kemungkinan curah hujan kurang dari 20 milimeter per sepuluh hari atau dasarian lebih dari 70 persen. Selain itu, ada pula status awas yang artinya kekeringan siap terjadi. Indikasinya jumlah hari tanpa hujan sedikitnya 61 hari dengan prakiraan kemungkinan curah hujan kurang dari 20 milimeter per sepuluh hari atau dasarian lebih dari 70 persen.
Adapun status waspada, jumlah hari tanpa hujan sedikitnya selama 21 hari dengan prakiraan kemungkinan curah hujan kurang dari 20 milimeter per sepuluh hari atau dasarian lebih dari 70 persen. Daerah yang berstatus waspada di Jawa Barat sekarang ini seperti sebagian wilayah Karawang, Subang utara, Indramayu, Sumedang, Majalengka, Cirebon, Kuningan, Purwakarta, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya utara, Ciamis, dan Pangandaran.
Masyarakat diminta hati-hati terhadap kekeringan
Peringatan dini BMKG itu ditujukan ke masyarakat umum dan pemangku kepentingan yang terkait agar mereka berhati-hati terhadap kekeringan. Sebab dampaknya bisa ke sektor pertanian dengan sistem tadah hujan, pengurangan ketersediaan air tanah atau kelangkaan air bersih, dan peningkatan potensi kebakaran.
Sejauh ini baru dua jenis peringatan dini yang dikeluarkan BMKG ihwal kekeringan meteorologis di Jawa Barat, yaitu status siaga dan waspada. Sementara status awas masih nihil. Sebelumnya BMKG memprakirakan puncak musim kemarau di Bandung misalnya, pada Juli hingga Agustus 2023.
AMELIA RAHIMA SARI | ANWAR SISWADI