Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Buat Akun Twitter Baru Usai Diretas, Pandu Riono: Mati Satu Tumbuh Seribu

Pandu Riono membuat akun Twitter baru setelah miliknya yang lama diretas.

24 Agustus 2020 | 13.34 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Epidemiolog Pandu Riono. fkm.ui.ac.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, memutuskan membuat akun Twitter baru setelah miliknya yang lama diretas orang tidak dikenal. "Mati satu tumbuh seribu," katanya lewat pesan singkat, Senin, 24 Agustus 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akun Twitter barunya adalah @drpriono1. Sementara akun lamanya, @drpriono, ia biarkan diambil alih oleh peretas. Ketimbang mengurusi akun Twitter, Pandu memilih fokus isu penanganan Covid-19. "Lupakan yang lalu, pandemi masih lama dan belum berhasil dikendalikan," ucap dia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Cuitan pertama akun baru Pandu pun langsung mengkritik pemerintah. Ia menyindir Rapat Koordinasi Tingkat Menteri (RKTM) yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Ia mengunggah foto bersama para menteri dan wakil menteri di bidang perekonomian yang tanpa masker.

"Harap maklum ini hanya Rapat Koordinasi Pemulihan Ekonomi, BUKAN rapat koordinasi ATASI PANDEMI yg belum berhasil dikendalikan. Gagah nian gaya fotonya, tanpa masker dan tidak jaga jarak: edukasi yg buruk dan bukan teladan yg pantas disebarkan. Kok tega banget, ya," cuitnya, hari ini.

Peretasan akun Twitter Pandu terjadi pada Rabu malam 19 Agustus 2020. Peretasan ini diduga terkait aktivitas Pandu yang kerap mengkritik pemerintah. Sebelum peristiwa ini terjadi, Pandu mengkritik validitas riset kombinasi obat Covid-19 yang dibuat Universitas Airlangga atau Unair bekerja sama dengan TNI AD dan BIN.

Pandu mengatakan bahwa obat kombinasi Covid-19 racikan Unair, TNI, dan BIN ini belum diregistrasi uji klinis Badan Kesehatan Dunia atau WHO. Padahal, menurut dia, terdapat persyaratan uji klinis obat yang sesuai standar internasional dan harus diregistrasi uji klinis oleh WHO. Jika belum memenuhi syarat itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bisa menolak pengajuan izin edar dan produksi obat kombinasi Covid-19.

Ahmad Faiz

Ahmad Faiz

Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bergabung dengan Tempo sejak 2015. Pernah ditempatkan di desk bisnis, politik, internasional, megapolitan, sekarang di hukum dan kriminalitas. Bagian The Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea 2023

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus