Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Penyidik temukan indikasi pelanggaran prosedur kerja dalam insiden ledakan di smelter milik PT ITSS.
Fokus penyidikan polisi itu membuat buruh terancam dipidanakan.
Polisi mesti melihat pelanggaran K3 sebagai penyebab utama kecelakaan.
JAKARTA – Polisi menemukan indikasi pelanggaran prosedur operasi standar dalam insiden ledakan di smelter nikel milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di Morowali, Sulawesi Tengah, yang menewaskan 21 pekerja. Indikasi itu diperoleh setelah penyidik Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah meminta keterangan dari 26 saksi dan satu saksi ahli. Selain itu, penyidik telah memeriksa sejumlah barang bukti, antara lain rekaman CCTV, alat las, penopang besi, batang elektroda las listrik, serta berbagai tabung gas CO2 dan O2.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Tengah Komisaris Besar Djoko Wienartono mengungkapkan setidaknya ada tiga pelanggaran prosedur yang ditemukan penyidik dalam kecelakaan kerja tersebut. Pertama, pekerja pengelasan tidak memiliki sertifikat. Padahal, berdasarkan prosedur tentang pengoperasian keselamatan, pekerja las harus tersertifikasi oleh departemen health, security, and environment (HSE). “Namun, kenyataannya, pekerja pengelasan tidak memiliki sertifikat,” kata Djoko.
Selanjutnya, penyidik menemukan pelanggaran prosedur dalam pekerjaan pemotongan tungku. Saat perbaikan, kata Djoko, ada ketentuan ukuran yang boleh dipotong, yakni 1.500 x 1.500 milimeter. Kemudian, dilarang menarik paksa potongan bagian yang menempel. Potongan ini harus dilepas dengan ketentuan khusus. “Ini mereka langgar. Mereka memotongnya dalam bentuk yang lebih besar dan panjang,” kata Djoko. “Jadi, tidak sesuai dengan apa yang tertulis di dalam prosedur mereka.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bentuk pelanggaran berikutnya adalah tentang prosedur penanganan kebocoran besi cair saat menarik cangkang tungku. Seharusnya pekerja langsung menghentikan operasi saat menemukan kebocoran pada tungku. Kenyataannya, pekerja tidak menghentikan operasi penarikan cangkang tungku sehingga akhirnya terjadi kebakaran dan ledakan.
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memimpin rapat koordinasi perihal ledakan di pabrik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), di Jakarta, 15 Januari 2024. Dok. Biro Komunikasi Kemenko Marves
Kebakaran yang disusul dengan ledakan terjadi pada 24 Desember 2023 di smelter nomor 41 milik ITSS yang berada di kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Penyidik sudah memeriksa keterangan dari pekerja yang berada di lokasi pada hari nahas itu. Selain itu, penyidik telah meminta keterangan 13 saksi dari manajemen perusahaan.
Djoko menegaskan polisi tidak masuk ke ranah pelanggaran keselamatan dan kesehatan kerja (K3) karena masalah itu menjadi kewenangan Kementerian Ketenagakerjaan. Sedangkan penyidikan polisi difokuskan untuk mengusut terjadinya ledakan. Adapun pasal yang akan digunakan untuk menjerat tersangka, antara lain, adalah Pasal 188 KUHP, Pasal 359 KUHP, dan Pasal 360 KUHP. Pasal-pasal tersebut tentang kelalaian yang menyebabkan kematian. “Kami masih berfokus pada masalah prosedur, cara-cara mereka menangani tungku yang rusak atau bocor,” ujarnya.
Kepala Divisi Media PT IMIP Dedy Kurniawan membantah tuduhan bahwa perusahaan telah mempekerjakan pekerja yang tidak memiliki lisensi. Ia juga membantah tudingan perusahaan menunjuk pekerja yang tidak memiliki lisensi pada perbaikan 24 Desember lalu. “Mereka punya lisensi dan tidak benar perusahaan menunjuk pekerja tanpa lisensi saat perbaikan smelter,” katanya, kemarin.
Ihwal dugaan pelanggaran prosedur K3 oleh perusahaan, Dedy menganjurkan Tempo meminta konfirmasi langsung kepada Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan. Dedy juga memastikan proses audit sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) oleh Kementerian Ketenagakerjaan sudah berlangsung sejak minggu pertama Desember 2023 dan baru berakhir pada Februari 2024.
Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang tidak merespons permintaan konfirmasi Tempo ihwal dugaan pelanggaran prosedur ITSS ataupun hasil investigasi mereka menyusul insiden smelter 41.
Adapun Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta Polda Sulawesi Tengah segera memidanakan mereka yang terbukti melanggar prosedur kerja. “Tidak perlu ragu-ragu. Kalau ada yang harus dipidanakan, ya dipidanakan saja,” kata Luhut lewat keterangan tertulis, Senin, 15 Januari lalu. “Supaya ke depan tidak terjadi hal-hal seperti ini lagi.”
Pernyataan itu disampaikan Luhut saat memimpin rapat koordinasi yang dihadiri oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Wakil Asisten Teritorial Panglima TNI, Kapolda Sulawesi Tengah, dan Pangdam XIII/Merdeka. Pertemuan tersebut merupakan rapat lanjutan dari rapat koordinasi pertama yang dilakukan pada 28 Desember 2023.
Luhut juga menginstruksikan kepolisian, Kemenperin, dan Kemenaker memeriksa kepatuhan-kepatuhan serta ketentuan ketenagakerjaan terhadap seluruh smelter serta tidak ragu menindak jika ada pelanggaran. “Kita harus tunjukkan bahwa kita memang butuh investasi. Tapi mereka harus patuh pada peraturan-peraturan yang ada di negara kita. Jangan sampai aturan itu disepelekan,” katanya.
Dalam laporannya kepada Luhut, Kapolda Sulawesi Tengah Inspektur Jenderal Agus Nugroho menyampaikan bahwa penanganan kasus telah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Jajarannya juga telah memanggil dan memeriksa saksi-saksi peristiwa serta melaksanakan penyitaan terhadap barang bukti. “Rencana tindak lanjut dari para penyidik adalah memeriksa saksi ahli forensik dan saksi ahli ketenagakerjaan, melakukan gelar perkara, serta berkoordinasi dengan Divhubinter, Kedubes Tiongkok, JPU, dan pihak perusahaan,” katanya.
Perintah Luhut untuk menggencarkan pidana soal pelanggaran prosedur kerja sudah disampaikan sejak rapat sebelumnya. Tulisan utama majalah Tempo edisi 7 Januari 2024 berjudul “Siapa Bersalah dalam Ledakan Smelter Nikel ITSS” melaporkan Luhut, pada 29 Desember lalu, mengatakan investigasi awal menemukan indikasi pelanggaran prosedur. Pelanggaran ini menjadi fokus pembahasan dalam rapat koordinasi penanganan kebakaran yang dipimpin Luhut. Luhut mendorong Kapolda Sulawesi Tengah menindak pelaku pelanggaran SOP dengan menggunakan Pasal 359 KUHP, yakni menghukum pelaku kelalaian yang menyebabkan kematian.
Penggunaan pasal ini menimbulkan kekhawatiran karena pelanggaran SOP hanya akan menyasar para pekerja lapangan atau staf. Padahal informasi yang diperoleh Tempo menunjukkan adanya indikasi pelanggaran K3 oleh perusahaan sebelum insiden terjadi. Laporan investigasi awal pengawas ketenagakerjaan Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Tengah dan Kementerian Ketenagakerjaan menemukan PT ITSS belum mengantongi sertifikat SMK3. Laporan juga menyebutkan perbaikan tungku smelter dilakukan dalam kondisi yang tidak aman.
Di samping itu, delapan tungku milik PT ITSS tidak memiliki sertifikat uji kelayakan dari Kementerian Ketenagakerjaan. Seorang pejabat pengawas ketenagakerjaan mengatakan, untuk mendapatkan sertifikat layak uji, perusahaan harus mengajukan gambar rancang bangun alat tersebut sebelum beroperasi.
Direktur Komunikasi PT IMIP, Emilia Bassar, mengatakan IMIP belum mendapat pemberitahuan resmi dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Sulawesi Tengah soal uji kelayakan tanur ITSS dan perusahaan smelter lain di kawasan industri. Adapun soal SMK3, Emilia mengaku perusahaannya baru mengajukan permohonan audit. “ITSS sedang dalam proses audit SMK3 sejak pekan kedua Desember,” katanya. “Proses ini ditargetkan selesai pada Februari 2024.”
Deputi Bidang Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto bersama manajemen PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) meninjau lokasi kecelakaan kerja di PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di Kawasan Industri IMIP, Sulawesi Tengah. ANTARA/HO-Kemenko Kemaritiman dan Investasi
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah belum merespons upaya permintaan konfirmasi Tempo ihwal delapan tungku ITSS yang tidak memiliki sertifikasi dari Kemenaker ataupun pelanggaran SOP perusahaan. Namun, dalam pernyataan tertulis pada 15 Januari lalu, Ida mengungkapkan ada indikasi kuat pelanggaran SOP dan kelalaian dalam penerapan persyaratan K3 yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja berupa ledakan dan kebakaran tanur. Ida bahkan menyarankan kepolisian memasukkan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
“Ini untuk memberikan efek jera kepada perusahaan agar dapat diupayakan tanggung jawab pidana juga dapat dikenakan kepada korporasinya,” ujar Ida.
Ada Upaya Kriminalisasi Buruh
Ketua Dewan Perwakilan Cabang Serikat Pekerja Nasional Morowali dan Morowali Utara, Katsaing, menyayangkan kepolisian tidak obyektif dalam menelusuri ledakan di smelter milik ITSS itu. Sebab, penyidikan hanya difokuskan pada kelalaian pekerja. Padahal kecelakaan itu terjadi karena perusahaan tidak memperhatikan prosedur keselamatan dan keamanan kerja.
Menurut Katsaing, prosedur kerja itu dibuat oleh perusahaan. Maka, bila terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan prosedur, sudah selayaknya perusahaan ikut bertanggung jawab. Apalagi, “Ini bukan pertama kalinya. Apakah semua itu kelalaian pekerja atau penerapan SOP di sana tidak standar, prosedural?” ucapnya.
Katsaing menegaskan kecelakaan kerja berulang di kawasan IMIP merupakan pertanda adanya pembiaran K3 dan ketidakpatuhan perusahaan terhadap prosedur keselamatan yang dibuat pemerintah. Kepolisian semestinya menyelidiki apakah prosedur keselamatan telah diterapkan oleh perusahaan atau apakah perusahaan sudah mematuhi prosedur perihal panitia pelaksana K3. Ia mengatakan, apabila dalihnya hal-hal tersebut merupakan urusan Kementerian Ketenagakerjaan, semestinya kepolisian tidak usah menangani kasus ini dan menyerahkannya ke Kementerian.
“Kepolisian juga kan harus obyektif melihat persoalan ini. Jangan sampai terjadi kriminalisasi terhadap pekerja karena melindungi korporasi sehingga buruh yang dikorbankan,” katanya.
Katsaing mengatakan seharusnya kepolisian tidak hanya melihat pada kejadian ledakan. Penegak hukum, tutur dia, harus memproses hukum secara komprehensif dan tidak boleh mengambil jalan pintas. Ia menyebutkan polisi justru harus melihat pelanggaran K3 sebagai penyebab utama kenapa kecelakaan itu bisa terjadi.
“Justru kalau ilmu K3 itu ditelusuri apa yang menjadi penyebab, bukan karena ada sebab. Jadi, polisi selalu melihat persoalan-persoalan seperti itu bahwa di sana ada kejadian, tapi tidak mau melihat apa penyebab kejadian tersebut,” tutur Katsaing.
EKA YUDHA SAPUTRA | RIRI RAHAYU | MAJALAH TEMPO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo