Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Mahkamah Konstitusi atau MK menghapus ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden yang selama ini ditetapkan sebesar 20 persen. MK mengumumkan keputusan bersejarah itu pada Kamis, 2 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan berpangkal dari permohonan gugatan yang diajukan empat orang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri atau UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Mereka adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Putusan ini monumental mengingat selama ini sudah banyak permohonan JR (judicial review) soal presidential threshold ini yang ditolak," kata Ketua Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Gugun El Guyanie pada Kamis 2 Januari 2024.
Gugun menilai dikabulkannya gugatan mahasiswa soal ambang batas yang sudah lebih dari 30 kali diuji MK dan tidak pernah dikabulkan ini membuka ruang partisipasi publik yang sangat bermakna. Selain itu, ujar Gugun, dikabulkannya gugatan ini juga seolah menunjukkan kepada publik bahwa lembaga tinggi negara seperti Mahkamah Konstitusi, menjadi lembaga independen, yang tidak dikuasai kekuatan politik tertentu.
"Selama ini kan ada dugaan atau tuduhan kalau MK itu disetir oleh kekuatan oligarki, MK tunduk pada kekuatan dinasti politik, namun hari ini dengan dikabulkannya gugatan ini bisa menjadi pertanda kalau tuduhan itu tidak benar," kata Gugun.
Menurutnya, para mahasiswa yang mengajukan gugatan itu tidak memiliki motif politik. Inisiatif permohonan judicial review disebutkannya datang karena mahasiswa merasa aturan soal presidential threshold itu perlu dikritisi. Gugun membedakan dengan gugatan yang datang di partai politik yang tidak lolos presidential threshold.
"Saya kira mahasiswa ini objektif, mereka hanya bagian dari masyarakat yang berharap adanya ruang demokrasi yang terbuka luas dan tidak dikendalikan kekuatan politik tertentu," katanya sambil juga menambahkan, "Para mahasiswa ini tidak memiliki kepentingan kekuasaan."
Gugun menuturkan, dikabulkannya gugatan para mahasiswa UIN itu bisa menjadi jalan membuka kepentingan rakyat dalam alam demokrasi. Sehingga, dalam setiap momen pemilihan umum presiden yang terselenggara ke depan, ada lebih banyak alternatif calon bagi publik menentukan pilihan.
"Kalau aturan presidential threshold itu tidak dihapus, setiap pilpres maka masyarakat hanya disodori capres itu-itu saja, dari partai-partai yang selama ini sudah dikuasai kepentingan oligarki," kata dia menuturkan.
Gugun juga mengatakan keempat mahasiswa yang mengajukan gugatan itu selama ini dikenal sebagai mahasiswa yang aktif dan berprestasi di kampus. Keempatnya juga tergabung dalam sebuah komunitas bernama Pemerhati Konstitusi.
"Mereka selama ini aktif menyoroti dan mendiskusikan berbagai hal terkait konstitusi, mereka juga aktif membuat artikel-artikel yang dipublikasikan di beberapa jurnal ilmiah," kata dia.
Pilihan Editor: Rekor Pemanasan Global, Begini Panasnya Bumi Sepanjang 2024