Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Cara Jokowi Menggembosi Oposisi

Idrus Marham menjadi Menteri Sosial di kabinet Jokowi. Pendukung Prabowo yang ikut arus dukungan politik.

21 Januari 2018 | 00.00 WIB

Cara Jokowi Menggembosi Oposisi
Perbesar
Cara Jokowi Menggembosi Oposisi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

MASUKNYA Idrus Marham ke Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo seperti pucuk dicita ulam tiba. Sekretaris Jenderal Partai Golkar ini adalah loyalis mantan Ketua Golkar, Setya Novanto, yang kini masuk penjara karena terlibat korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik. Pengganti Setya, Airlangga Hartarto, ingin menggantinya dengan pendukungnya di Golkar.

Orang-orang di Golkar punya istilah yang tepat untuk ini: Airlangga menendang Idrus ke kursi yang lebih tinggi. Dan Jokowi menyambutnya dengan tangan terbuka, sekaligus sebagai modal dukungan dalam pemilihan presiden tahun depan. "Insya Allah, Pak Idrus akan menyolidkan perjuangan," kata Airlangga, Menteri Perindustrian, setelah pelantikan Idrus pada Rabu pekan lalu.

Kini Golkar punya dua kursi di Kabinet Jokowi. Partai pendukung Prabowo Subianto ini-rival Jokowi dalam pemilihan presiden 2014-sukses berbalik arah dan menang banyak. Meski hanya menjadi juara kedua pengumpul suara pemilu legislatif dengan 18,4 juta, Golkar berhak atas kursi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dengan menyingkirkan PDI Perjuangan, partai asal Jokowi dengan suara terbanyak di DPR.

Demi dukungan Golkar, Jokowi melanggar janjinya sendiri yang tak akan mengizinkan menterinya merangkap jabatan. Airlangga contoh bagus pelanggaran janji kampanye Jokowi itu.

Hasilnya segera terlihat. Kepada Tempo, Idrus Marham menegaskan bahwa Golkar berkomitmen mendukung Jokowi dalam pemilihan presiden 2019. "Kami menargetkan Jokowi menang dengan angka 60 persen," ujarnya. Luar biasa.

Tak urung, langkah zigzag Jokowi ini mengagetkan penghuni Istana Kepresidenan. Kabar pelantikan Idrus sudah beredar sehari sebelumnya, sesaat setelah Jokowi selesai menyusun ulang kabinetnya. Ia perlu Menteri Sosial yang ditinggalkan Khofifah Indar Parawansa, yang mundur karena maju menjadi calon Gubernur Jawa Timur. "Memang cuma Allah yang tahu," kata Idrus, tertawa.

Politikus kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan, 55 tahun lalu ini dikenal sebagai pentolan Koalisi Merah Putih, kumpulan partai politik lawan Jokowi. Dalam koalisi partai pendukung Prabowo bersama Partai Keadilan Sejahtera dan Gerindra itu, Idrus menjabat koordinator pelaksana. Saking menjiwainya, Idrus sampai memasang pelat nomor B-2-KMP di sedan Lexus hitam miliknya.

Di partai, posisi Idrus juga sangat strategis. Dia menjadi Sekretaris Jenderal Golkar di tiga era kepemimpinan, yakni Aburizal Bakrie, Setya Novanto, dan Airlangga Hartarto. Pernah menjadi lawan politik bukan halangan bagi Idrus mendekati Jokowi setelah jagoannya keok. "Saya ini orang partai. Apa kebijakan partai, itu yang saya jalankan," ujar Idrus.

Idrus berupaya memperbaiki hubungan dengan Presiden Jokowi melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Ia mengenal Pratikno ketika mengambil program doktor politik di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Waktu itu Pratikno menjabat Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Idrus tak menampik kabar bahwa lobi lewat Pratikno. "Ada banyak cara berkomunikasi dengan Presiden," katanya.

Kesempatan Idrus unjuk gigi terasa saat pemerintah meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Pajak. Awalnya pengesahan aturan itu tak berjalan mulus di parlemen. Presiden Jokowi pun mengundang anggota DPR ke Istana Negara pada 24 Juli 2017. Ketika itu, Idrus satu-satunya tamu Presiden yang tak berstatus anggota parlemen. Selesai lobi itu, aturan pajak diketuk DPR.

Pada Agustus 2017, Idrus coba kembali memikat hati Jokowi dengan meluncurkan buku berjudul Keutamaan Jokowi. Buku ini membahas gaya kepemimpinan Jokowi yang tak biasa dibandingkan dengan pemimpin Indonesia yang lain. "Ini bukti keseriusan Golkar mendukung Presiden," ujarnya.

Sepekan sebelum Musyawarah Nasional Luar Biasa Golkar pada 9 Desember 2017, diam-diam Idrus menyambangi Istana Bogor. Selain menyerahkan buku, menurut sejumlah politikus yang mengetahui pertemuan itu, Idrus menyampaikan keinginannya maju menjadi calon Ketua Umum Golkar.

Jokowi tak terpikat pada pendekatan itu. Ia mendukung Airlangga Hartarto sebagai pengganti Setya Novanto. Setelah terpilih, Airlangga menemui Jokowi dan meminta posisi untuk Idrus karena ia akan menggantinya dari posisi sekretaris jenderal. Menurut orang yang menyaksikan dialog mereka, Jokowi cuma tertawa mendengar tawaran Airlangga itu.

Idrus mengatakan Airlangga memang pernah mengajaknya berbicara mengenai posisi baru untuknya. Apalagi, kata Idrus, dia sudah menjabat selama delapan tahun sebagai sekretaris jenderal partai. "Sudah waktunya pengabdian di tempat lain," ujarnya.

Kementerian Sosial bukan tempat asing bagi Idrus Marham. Ketika menjadi Ketua Umum Karang Taruna, ia kerap wira-wiri di kementerian tersebut. Saat Kementerian Sosial hendak dibubarkan di zaman Abdurrahman Wahid, ia ikut berunjuk rasa menolaknya. Namun Idrus juga pernah diusir dari kantor yang berlokasi di Jalan Salemba Raya tersebut. "Gara-gara saya datang memakai sandal jepit," katanya.

Di bursa calon menteri, Idrus bukan nama baru. Saat perombakan kabinet pertama tahun lalu, nama Idrus pernah disorongkan oleh Setya Novanto bersama Airlangga Hartarto dan Siswono Yudhohusodo. Namun Presiden memilih Airlangga sebagai Menteri Perindustrian. "Ah, itu bisa-bisanya kalian menafsirkan," ujar Idrus ketika dimintai konfirmasi soal ini.

Seorang pejabat Istana menuturkan, penunjukan Idrus untuk mengamankan dukungan bagi Jokowi dalam pemilihan presiden 2019. Jokowi "mengandangkan" politikus yang berpotensi menjadi kekuatan bagi lawan-lawannya. Ketika ditanya soal alasan memilih Idrus, bukan politikus berlatar Nahdlatul Ulama seperti umumnya presiden memberikan jatah kursi Menteri Sosial, Jokowi cuma tertawa. "Pertimbangannya apa? Ya, cocok saja," katanya.

Pengangkatan Idrus juga sekaligus meredam suara-suara lain di Golkar yang menganggap tak ada gunanya mendukung Jokowi. Beberapa politikus senior Golkar pernah membahas rencana mencabut dukungan dalam rapat Dewan Pembina Golkar di Bakrie Tower pada akhir Juli 2017.

Sejumlah politikus senior Golkar mempertanyakan manfaat mengusung Jokowi sebagai calon presiden. Mereka berdalih, dukungan ini tak mampu menaikkan elektabilitas partai. Idrus hadir dalam pertemuan tersebut.

Idrus kembali menegaskan sumpah setia Golkar kepada Jokowi. Golkar, menurut dia, sudah mendeklarasikan mendukung Jokowi kembali menjadi presiden, mendahului PDI Perjuangan. "Jadi Pak Jokowi tak perlu takut Golkar pergi," ujar Idrus.

Wayan Agus Purnomo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus