Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Hitung Panjang demi Tahun Depan

Menggantikan Teten Masduki di kabinet, Jenderal Purnawirawan Moeldoko bukan representasi Partai Hanura. Strategi Jokowi menghadapi 2019.

21 Januari 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Hitung Panjang demi Tahun Depan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SATU jam mengobrol di kantor Sekretariat Negara pada Senin sore pekan lalu, keduanya tak sedikit pun menyinggung soal perombakan kabinet. Tuan rumah, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, lebih banyak bertanya mengenai penataan organisasi dan kelembagaan di sekitar Istana kepada lawan bicaranya, Jenderal Purnawirawan Moeldoko.

Satu-satunya isyarat bahwa Moeldoko, Panglima Tentara Nasional Indonesia yang pensiun pada 2015, bakal menjabat Kepala Staf Kepresidenan dilontarkan Pratikno di akhir pertemuan pada sore itu. "’Rabu mau ke mana, Pak? Tak ke mana-mana, kan?’," kata Moeldoko pada Rabu pekan lalu, mengulangi dialognya dengan Pratikno.

Pukul 23.30 malam sebelumnya, Moeldoko menjatuhkan diri ke kasur tanpa sempat bersalin baju tidur. Sejumlah aktivitas sepanjang Selasa itu menguras tenaganya. Pukul 23.45, layar telepon selulernya menyala. Terlampau ngantuk, Moeldoko urung meraih gawainya yang digeletakkan di nakas di samping ranjang.

Pukul setengah tiga dinihari, Moeldoko terjaga. Ia bermaksud menunaikan salat isya. Ia belum menjalankan salat ketika kantuk lebih dulu menyerangnya. Seusai salat, Moeldoko membuka ponselnya. Di layar terpampang pesan dari seorang anggota staf Istana. Ia diminta hadir pukul 09.00 di Istana untuk dilantik sebagai Kepala Staf Kepresidenan.

Yang kelabakan justru istrinya, Koesni Harningsih. Istana meminta Moeldoko dan Koesni memakai busana nasional. Moeldoko membalas pesan sekitar pukul 05.30 dan menanyakan "busana nasional" yang dimaksud. Moeldoko paham bahwa ia mesti mengenakan jas lengkap dengan dasi. Tapi istrinya kebingungan menyiapkan pakaian seperti yang dimaksud si pemberi pesan.

Pontang-panting pada pagi itu beres juga. Moeldoko dan istrinya tiba di Istana sekitar pukul 08.00. Satu jam kemudian, Presiden Joko Widodo melantiknya sebagai pengganti Teten Masduki di Kantor Staf Presiden (KSP) bersama Idrus Marham yang menggantikan Khofifah Indar Parawansa sebagai Menteri Sosial, Marsekal Madya Yuyu Sutisna sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Udara, dan Jenderal Purnawirawan Agum Gumelar sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

Hingga akhirnya dilantik, obrolan dengan Pratikno itulah satu-satunya "pemberitahuan" bahwa Moeldoko bakal masuk kabinet. Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang atau Ketua Dewan Pembina Hanura Wiranto, yang juga menjabat Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, tak mengabarinya. Di Hanura, Moeldoko menjabat Wakil Ketua Dewan Pembina.

Moeldoko mengatakan beberapa kali berkomunikasi langsung dengan Presiden. Misalnya, beberapa waktu setelah menjabat Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia pada April tahun lalu, ia dipanggil Jokowi ke Istana. "Saya dikasih direct oleh Presiden," ujarnya. Terakhir, mereka bertemu di kantor Bursa Efek Indonesia pada akhir tahun lalu, saat Jokowi menutup perdagangan saham 2017. "Kami bersalaman, tapi tak ada omongan apa-apa."

Jokowi lebih sering mengutus Pratikno untuk berbicara dengan Moeldoko. "Pak Pratikno sering meminta masukan," kata Moeldoko. Bila bukan Pratikno, yang dikirim Istana adalah staf khusus. "Mungkin karena saya mantan Panglima TNI, mereka meminta pandangan-pandangan." Contohnya, menurut lulusan Akademi Militer angkatan 1981 itu, "Soal hubungan TNI-Polri."

Pada Oktober tahun lalu, hubungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia sempat memanas. Panglima TNI yang menggantikan Moeldoko, Jenderal Gatot Nurmantyo, menuduh polisi mendatangkan senapan dan amunisi tajam-senjata standar militer yang terlarang bagi polisi. Masalah perlahan mereda setelah TNI membeslah 280 senjata dan 5.932 butir peluru yang didatangkan dari Bulgaria itu.

Tapi Moeldoko menyangkal obrolannya dengan Pratikno membahas manuver Gatot. "Tak spesifik membicarakan Pak Gatot," ujarnya.

Pratikno pula yang meminta Moeldoko mewakili keluarga Jokowi memberikan sambutan pada resepsi pernikahan Kahiyang Ayu, putri Jokowi, dengan Muhammad Bobby Nasution di Solo, Jawa Tengah, pada awal November tahun lalu. Menurut Moeldoko, seusai acara siraman pengantin sehari sebelumnya, Pratikno menghampiri dan memintanya menyiapkan pidato.

"’Tolong besok jangan pulang dulu ya, Pak.’ Ini beneran toh, Pak? ’Ya bener, Pak. Sampean iki piye...’," kata Moeldoko membeberkan obrolannya dengan Pratikno.

l l l

SEHARI sebelum diganti, Teten Masduki meminta bawahannya menyiapkan materi rapat dengan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia. Kantor Staf Presiden mengundang Badan Regulasi untuk membicarakan penggunaan Internet bagi pertanian di desa pada Rabu pekan lalu.

Pada Rabu pagi menjelang pukul tujuh, Teten mengirimkan pesan kepada anak buahnya. Isinya bukan soal rencana rapat dengan Badan Regulasi hari itu, melainkan pamitan. Teten pun meminta para deputinya membuat laporan singkat mengenai capaian KSP selama ia pimpin.

Dua hari sebelumnya, Teten mendampingi Jokowi selama kunjungan kerja ke Tegal, Jawa Tengah. Di sela-sela kegiatan, tak ada pembicaraan mengenai perombakan kabinet. Teten malah diminta menyiapkan pertemuan dengan nelayan yang berencana berunjuk rasa menuntut dicabutnya larangan penggunaan cantrang pada Rabu pekan lalu.

Walau tak mengetahui persisnya kapan diganti, Teten sudah mengetahui bakal keluar dari kabinet sekitar dua bulan lalu. Jokowi memberitahukan bakal menarik Teten ke "sampingnya" demi menghadapi Pemilihan Umum 2019. Perihal pengganti Teten, Jokowi masih menyelisiknya.

Setelah resmi digantikan Moeldoko, Teten diberi jabatan sebagai koordinator staf khusus presiden. Jokowi memiliki sejumlah anggota staf khusus, seperti Staf Khusus Bidang Komunikasi Johan Budi S.P. dan Staf Khusus Bidang Politik Sukardi Rinakit. Ada juga Staf Khusus Bidang Intelijen Keamanan Gregorius "Gories" Mere dan Staf Khusus Bidang Sosial Diaz Hendropriyono.

"Saya enggak ke mana-mana. Pak Presiden minta lebih dekat karena ada tugas khusus," ujar Teten. Ia menyebut jabatan barunya sebagai "Dubes Istana". Teten pun menyangkal anggapan bahwa perubahan posisinya untuk persiapan pemilihan presiden 2019. "Terlalu jauh," katanya. Adapun Presiden Jokowi mengatakan, "Tugasnya ada di sebelah saya tiap hari."

Menjabat Kepala Staf Kepresidenan sejak September 2015, Teten mengubah KSP yang ditinggalkan Luhut Binsar Pandjaitan, pejabat sebelumnya. Di zaman Luhut, KSP berada di depan Presiden untuk mengantisipasi persoalan. Misalnya, KSP terlibat dalam penyusunan program kementerian pada awal tahun anggaran.

Pada era Teten, KSP berada di belakang Presiden dan bergerak setelah persoalan muncul. Contohnya, KSP tak terlibat di awal program, melainkan melakukan evaluasi di ujung setelah kebijakan berjalan. Berubahnya posisi KSP dari "front office" menjadi "back office" disampaikan Teten kepada anak buahnya tak lama setelah dilantik. "Pak Jokowi yang meminta," ucap Teten ditirukan bawahannya.

Perubahan ini membuat kiprah KSP sebagai lembaga yang bertugas memastikan program prioritas Jokowi tak terlalu kentara. Misalnya, ketika sejumlah daerah di ambang kebakaran hutan pada Agustus 2016, KSP mengumpulkan pejabat yang berkompeten di Istana. Di sana, KSP menggelar koordinasi pemadaman sekitar 900 titik api di berbagai wilayah tanpa gembar-gembor.

Hasilnya, pada pertengahan Agustus, titik api yang tersisa tinggal beberapa. Kementerian Kehutanan menyebutkan, pada 2016, kebakaran hutan berkurang hingga 90 persen ketimbang pada 2015.

Di dalam KSP, pola komunikasi juga berubah. Teten lebih banyak berbicara langsung dengan staf khususnya. Komunikasi dengan para deputi dilakukan secara formal dalam rapat atau melalui pesan WhatsApp. Teten juga memusatkan informasi kepada dirinya. Para deputi tak lagi memaparkan gagasan atau hasil kerjanya langsung kepada Presiden.

Dulu, Luhut Pandjaitan kerap mempertemukan deputi dengan Presiden dan meminta mereka membeberkan sendiri materinya. Setelah Luhut tak ada, deputi menyerahkan informasi kepada Teten, yang lalu meneruskannya kepada Jokowi.

Sebagai Kepala Staf Kepresidenan, Teten tak selincah Luhut ketika berperan sebagai jembatan antara Istana dan parlemen atau partai politik. Untuk peran itu, Istana lebih banyak menugasi Pratikno. Agaknya ini yang membuat Teten kian tak tersorot kamera.

Dengan umur pemerintahan yang kurang dari dua tahun, Jokowi ingin KSP mengakselerasi program-program yang dicanangkan pada awal periode pemerintahannya dan kembali menjadi benteng Istana dari berbagai serangan politik. Karena itu, ia menaruh Moeldoko, yang memiliki gaya kepemimpinan kuat.

Pertimbangan lain, Moeldoko diharapkan menjadi kaki Istana di Angkatan Darat setelah Jokowi memilih Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI pengganti Gatot Nurmantyo, jenderal Angkatan Darat. Matra ini relatif lebih sulit dijangkau tangan Jokowi.

Misalnya, tiap tahun menjelang 30 September, Angkatan Darat malah turut menghangatkan situasi dengan mengkampanyekan penolakan terhadap komunisme. Padahal ini adalah salah satu isu yang menggerus elektabilitas Jokowi-yang kerap dituduh sebagai keturunan aktivis Partai Komunis Indonesia oleh lawan politiknya.

Pada malam sebelum perayaan hari ulang tahun TNI tahun lalu, Jokowi mengumpulkan sejumlah jenderal Angkatan Darat di lantai 6 Hotel Aston, Serang, Banten. Dia menyampaikan unek-uneknya mengenai isu kebangkitan komunisme yang selalu ditiupkan tentara setiap September. Menurut Jokowi seperti disampaikan seorang pejabat pemerintah, militer modern semestinya menjadi pelopor dalam penerapan teknologi mutakhir, bukan memainkan isu usang. Contohnya penciptaan Internet yang awalnya ditujukan untuk keperluan militer. Para jenderal terdiam, termasuk Gatot Nurmantyo.

Ditanya perihal alasan pengangkatannya oleh Jokowi, Moeldoko menjawab, "Saya masih sangat memahami struktur di Angkatan Darat." Presiden Jokowi enggan menjelaskan alasannya memilih Moeldoko. "Keputusan ini sudah melalui pertimbangan yang panjang, perhitungan yang panjang," katanya.

Anton Septian, Wayan Agus Purnomo, Istman Musaharun


Kabinet Pelangi Jokowi

TIGA kali sudah Presiden Joko Widodo merombak kabinetnya dalam kurun tiga tahun, lebih banyak dibanding Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang hanya dua kali merombak susunan menteri pada periode pertama ia menjadi presiden, 2004-2009. Pekan lalu, Jokowi mendapuk Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham sebagai Menteri Sosial, menggantikan Khofifah Indar Parawansa, yang maju menjadi calon Gubernur Jawa Timur.

Jokowi juga menarik Jenderal Purnawirawan Moeldoko, mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia, menjadi Kepala Staf Kepresidenan menggantikan Teten Masduki, yang menjabat Koordinator Staf Khusus Presiden. Ada juga Jenderal Purnawirawan Agum Gumelar, yang menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

Jokowi mengabaikan kritik dan melanggar janji kampanye untuk mencopot Airlangga Hartarto, yang tetap bercokol sebagai Menteri Perindustrian kendati sudah menjadi Ketua Umum Golkar. Sulit dimungkiri bagi-bagi jabatan ini dalam rangka menguatkan tangan-tangan Jokowi dalam pemilihan presiden 2019.

Wiranto
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan
*Panglima TNI 1998, Ketua Dewan Pembina Hanura, asal Yogyakarta.

Darmin Nasution
Menteri Koordinator Perekonomian
*Gubernur Bank Indonesia 2010-2013, asal Mandailing Natal, Sumatera Utara.

Luhut Binsar Pandjaitan
Menteri Koordinator Kemaritiman
*Komandan Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Darat 1997-1998, asal Toba Samosir, Sumatera Utara.

Puan Maharani
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
*Ketua DPP PDI Perjuangan nonaktif.

Tjahjo Kumolo
Menteri Dalam Negeri
* Politikus PDI Perjuangan, asal Surakarta.

Retno Lestari Priansari Marsudi
Menteri Luar Negeri
* Duta Besar Indonesia untuk Belanda 2012-2014, asal Semarang.

Ryamizard Ryacudu
Menteri Pertahanan
*Kepala Staf Angkatan Darat 2002-2005, asal Palembang.

Yasonna Hamonangan Laoly
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
*Politikus PDI Perjuangan, asal Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Sri Mulyani Indrawati
Menteri Keuangan
*Direktur Pelaksana Bank Dunia 2010-2014, asal Lampung.

Ignasius Jonan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
*Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia 2009-2014, asal Surabaya.

Airlangga Hartarto
Menteri Perindustrian
*Ketua Umum Partai Golkar, pengusaha, asal Surabaya.

Enggartiasto Lukita
Menteri Perdagangan
*Politikus Partai NasDem, pengusaha, asal Cirebon, Jawa Barat.

Amran Sulaiman
Menteri Pertanian
*Pengusaha, asal Bone, Sulawesi Selatan.

Siti Nurbaya Bakar
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
*Politikus NasDem, asal Jakarta.

Budi Karya Sumadi
Menteri Perhubungan
*Direktur Utama PT Angkasa Pura II 2015-2016, asal Palembang.

Susi Pudjiastuti
Menteri Kelautan dan Perikanan
*Pemilik maskapai penerbangan Susi Air, asal Pangandaran, Jawa Barat.

Hanif Dhakiri
Menteri Ketenagakerjaan
*Politikus Partai Kebangkitan Bangsa, asal Salatiga, Jawa Tengah.

Eko Putro Sandjojo
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
*Politikus Partai Kebangkitan Bangsa, asal Jakarta.

Basoeki Hadimoeljono
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
*Birokrat, asal Surakarta, Jawa Tengah.

Nila Djuwita F. Moeloek
Menteri Kesehatan
*Profesional, asal Jakarta.

Muhadjir Effendy
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
*Rektor Universitas Muhammadiyah Malang 2010-2016, tokoh Muhammadiyah, asal Madiun, Jawa Timur.

Muhammad Nasir
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
*Rektor Universitas Diponegoro 2014, anggota Nahdlatul Ulama, asal Ngawi, Jawa Timur.

Idrus Marham
Menteri Sosial
*Sekretaris Jenderal Partai Golkar, anggota Nahdlatul Ulama, asal Sulawesi Selatan.

Lukman Hakim Saifuddin
Menteri Agama
*Politikus Partai Persatuan Pembangunan, anggota Nahdlatul Ulama, asal Jawa Tengah.

Arief Yahya
Menteri Pariwisata
*Direktur Utama PT Telkom Indonesia 2012-2014, asal Banyuwangi, Jawa Timur.

Rudiantara
Menteri Komunikasi dan Informatika
*Profesional di bidang telekomunikasi, asal Bogor, Jawa Barat.

Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
*Politikus PDI Perjuangan, asal Bali.

Yohana Yembise
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
*Guru besar Universitas Cenderawasih, asal Papua.

Asman Abnur
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
*Politikus Partai Amanat Nasional, pengusaha, asal Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
*Akademikus Universitas Indonesia, asal Jakarta.

Sofyan A. Djalil
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
*Pengusaha, asal Aceh.

Rini Mariani Soemarno
Menteri Badan Usaha Milik Negara
*Pengusaha, asal Jawa Tengah.

Imam Nahrawi
Menteri Pemuda dan Olahraga
*Politikus Partai Kebangkitan Bangsa, asal Bangkalan, Jawa Timur.

Pratikno
Menteri Sekretaris Negara
*Rektor Universitas Gadjah Mada 2012-2014, asal Bojonegoro, Jawa Timur.

Pramono Anung
Sekretaris Kabinet
*Politikus PDI Perjuangan, asal Kediri, Jawa Timur.

Moeldoko
Kepala Staf Kepresidenan
*Mantan Panglima TNI, politikus Hanura, asal Kediri.

Jenderal Tito Karnavian
Kepala Kepolisian RI
*Akademi Kepolisian angkatan 1987, asal Palembang.

Marsekal Hadi Tjahjanto
Panglima TNI
*Akademi Angkatan Udara 1986, asal Malang, Jawa Timur.

Jenderal Budi Gunawan
Kepala Badan Intelijen Negara
*Akademi Kepolisian angkatan 1983, asal Surakarta.

Komisaris Jenderal Budi Waseso
Kepala Badan Narkotika Nasional
*Akademi Kepolisian angkatan 1984, asal Pati, Jawa Tengah.

M. Prasetyo
Jaksa Agung
*Eks politikus NasDem, asal Tuban, Jawa Timur.

Mayor Jenderal Djoko Setiadi
Kepala Badan Siber Nasional dan Sandi Negara
*Anggota TNI yang lama bertugas di Lembaga Sandi Negara, asal Surakarta.

Nusron Wahid
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
*Politikus Golkar, anggota Nahdlatul Ulama, asal Kudus, Jawa Tengah.

Yudi Latief
Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila
*Asal Sukabumi, Jawa Barat.


Dewan Pertimbangan Presiden

Sri Adiningsih (Ketua)
*Guru besar Universitas Gadjah Mada, asal Surakarta.

Sidarto Danusubroto (Anggota)
*Politikus PDI Perjuangan, asal Pandeglang, Banten.

Letnan Jenderal Purnawirawan Yusuf Kartanegara (Anggota)
*Politikus Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia.

Jenderal Purnawirawan Agum Gumelar (Anggota)
*Mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional, asal Tasikmalaya, Jawa Barat.

Suharso Monoarfa (Anggota)
*Politikus Partai Persatuan Pembangunan, asal Nusa Tenggara Barat.

Jan Darmadi (Anggota)
*Politikus NasDem, pengusaha.

Abdul Malik Fadjar (Anggota)
*Menteri Pendidikan 2001-2004, tokoh Muhammadiyah, asal Yogyakarta.

Jenderal Purnawirawan Subagyo Hadi Siswoyo (Anggota)
*Kepala Staf TNI Angkatan Udara 1998-1999, politikus Hanura, asal Yogyakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus