Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menonton bioskop sudah menjadi kegiatan yang tak asing lagi bagi Tunanetra. Saat ini tersedia berbagai format sinema berbisik atau kegiatan penggambaran adegan dalam film dari relawan pembisik kepada Tunanetra yang ingin menonton film di bioskop. Ada beberapa teknik yang digunakan untuk menggambarkan adegan film kepada Tunanetra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga:
Tunanetra Nonton Film, Ikuti 3 Program Berikut
Ada Bioskop yang Penontonnya Wajib Berbisik, Suasana Riuh
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut inisiator sinema berbisik bagi Tunanetra, Cici Suciati, cara melakukan penggambaran adalah pembisik dan Tunanetra duduk berdampingan. Satu relawan pembisik dapat menggambarkan adegan kepada dua Tunanetra. Caranya dengan duduk di antara dua Tunanetra. Pembisik tidak perlu menolehkan kepala saat bercerita.
"Adegan yang digambarkan adalah adegan tanpa dialog di dalam film," ujar Cici Suciati kepada Tempo di Jakarta, Jumat 21 Juli 2018. Ketika sebuah dialog berlangsung, Tunanetra akan menyimak dan suasana film ketika dialog berlangsung harus hening. Justru suara yang timbul ketika Tunanetra menyimak dialog dapat mengganggu konsentrasi menonton.
Penggambaran adegan yang dilakukan oleh pembisik kepada Tunanetra sebaiknya lengkap namun tidak perlu mendetail. Bahkan bila ada adegan panas, pembisik harus menggambarkannya secara jujur kepada Tunanetra. "Namun mengenai bahasanya silakan diperhalus pembisik. Jadi pintar-pintarnya pembisik," ujar Cici.
Seorang relawan pembisik, Yunan Patra Juangga, 25 tahun, mengatakan, sebelum memulai penggambaran adegan, relawan harus tahu lebih dulu situasi atau kondisi apa yang ingin diketahui Tunanetra dalam film. "Sebelum mulai membisiki, saya akan bertanya dulu kepada Tunanetranya apa saja yang ingin dia ketahui," ujar Yunan.
Menurut Yunan, beberapa komponen dalam film yang ingin dikketahui Tunanetra adalah penggambaran kostum aktor atau aktris, situasi dan suasana yang mengikuti adegan dalam film, fisik aktor atau aktris termasuk aktivitas yang dilakukan. "Misalnya, aktor atau aktrisnya rambutnya panjang atau pendek, suasana filmnya siang atau malam, hujan atau tidak, tempatnya di laut atau di mana?" ujar Yunan.
Terkadang kegiatan membisiki Tunanetra tidak berjalan mulus. Ada saat-saat relawan merasa sudah menggambarkan adegan secara lengkap, tapi Tunanetra tidak dapat menangkap informasi dari relawan. Atau malah sebaliknya, Tunanetra menantikan sebuah penggambaran yang mengena di dalam film, tapi relawan tidak menyampaikannya. "Saya pernah membisiki Tunanetra. Perasaan saya sudah memberikan gambaran yang lengkap, tapi Tunanetranya malah tidur," ujar Yunan.
Manajer Paviliun 28 -sebuah tempat bioskop bisik, Tania Samantha menyarankan kegiatan membisiki dilakukan sealami mungkin. Penggambaran juga tidak perlu dilakukan terlalu detil. "Yang penting, Tunanetranya mampu menangkap inti dari adegan film tanpa dialog," ujar Tania.
Seorang Tunanetra, Juwita Maulida, 28 tahun, lebih senang melakukan dialog interaktif bersama relawan ketika menonton film. Dengan begitu akan lebih banyak referensi adegan yang dapat dikonstruksikan dalam pikirannya. "Tunanetra itu fantasinya luar biasa," kata Juwita.