Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PADA Maret 2011, Marzuki Alie mulai khawatir oleh kabar negatif tentang partainya. Sejumlah pentolan Partai Demokrat, asal Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu, mulai disebut-sebut terlibat dalam pelbagai perkara korupsi.
Marzuki, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, lalu mengundang sejumlah koleganya ke rumah dinas Ketua DPR di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan. Hadir ketika itu Ketua Umum Anas Urbaningrum, Bendahara Umum Muhammad Nazaruddin, dan Wakil Ketua Umum Jhoni Allen Marbun.
Kepada Tempo, Marzuki mengaku pada pertemuan itu mengingatkan rekan-rekannya. "Saya bilang, kasih tahu teman-teman, berhentilah main di Badan Anggaran DPR," katanya Rabu pekan lalu. "Jadi, kalau mereka main, itu tanggung jawab pribadi." Ia menyebutkan Jhoni Allen paling antusias menyetujui pernyataannya. Tentang pertemuan ini, Jhoni mengaku tak ingat. "Enggak penting untuk diingat," ujarnya Jumat pekan lalu.
Pada April tahun yang sama, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap anak buah Nazaruddin, Mindo Rosalina Manulang. Bersama Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah, M. El Idris, ia dituduh menyuap Sekretaris Jenderal Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam guna memuluskan proyek Wisma Atlet SEA Games XXVI Palembang. Sejak itu, keterlibatan sejumlah politikus Demokrat terkuak.
Nazaruddin, ketika mulai terseret kasus Mindo Rosalina, datang ke ruang kerja Marzuki pada 23 Mei 2011 petang. Ia menyampaikan rencana pencopotannya sebagai bendahara umum. Dua politikus Demokrat lainnya, Max Sopacua dan Sutan Bhatoegana, hadir pada pertemuan itu. Marzuki mengatakan pada saat itu memberi nasihat kepada Nazaruddin, "Supaya diterima saja, sabar. Dia masih muda," tuturnya.
Max Sopacua membenarkan pernyataan Marzuki. "Seperti menasihati anak SMP. Nazar hanya menjawab, iya Pak, iya Pak," kata anggota DPR ini.
Beberapa jam setelah pertemuan itu, Sekretaris Dewan Kehormatan Demokrat Amir Syamsuddin mengumumkan pencopotan Nazaruddin. Ketika itu, Nazaruddin sudah terbang ke Singapura. Baru esok harinya, Imigrasi mengeluarkan surat pencegahan dia ke luar negeri. Ia buron selama tiga bulan, sebelum ditangkap Interpol di Cartagena, Kolombia, pada Agustus 2011.
Marzuki mengatakan tidak tahu Nazaruddin hendak kabur ketika datang ke kantornya. Ia juga menyatakan tak mengetahui alasan koleganya itu datang menemui dia. "Padahal bos dia Anas," ujarnya.
Nazaruddin pendukung Anas Urbaningrum pada Kongres Demokrat di Bandung, Mei 2010. Pada pemilihan ketua umum, Anas mengalahkan Marzuki, yang dalam kepengurusan sebelumnya menduduki pos sekretaris jenderal. Padahal, ketika itu, Ketua Dewan Pembina Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono meminta pendukung Andi Alifian Mallarangeng, calon yang ia dukung dan kalah pada putaran pertama pemilihan, mengalihkan suaranya untuk Marzuki.
Menurut Max, yang kala itu ketua tim sukses Marzuki, kubu Anas berhasil menggaet lebih banyak dukungan. "Kalau enggak ada bagi-bagi uang, saya pasti menang," ujar Marzuki.
Belakangan, ketika mulai tak segaris dengan Anas, Nazaruddin membuka dugaan politik uang dalam kongres itu. Duit antara lain dialirkan dari sogokan proyek pembangunan fasilitas olahraga di Bukit Hambalang, Bogor. Kasus itu kini menyeret Anas ke tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka.
Jobpie Sugiharto, Rusman Paraqbueq, Tri Artining Putri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo