Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA kolega yang berseteru itu bertemu di selasar Komisi Pertahanan dan Komisi Agama Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu pekan lalu. Aria Bima dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan bersirobok dengan politikus Golkar, Aziz Syamsuddin. Setelah berpelukan, keduanya merapatkan wajah, saling bisik tentang rebutan ketua-ketua komisi.
Percakapan tiga menit itu diakhiri dengan ucapan Aziz, "Akan kami bicarakan kembali." Keduanya saling menepuk pundak dan berpisah. Sambil berlalu, Aziz mengacungkan jempol kepada Tempo, yang menyaksikan dan mendengar percakapan mereka tentang kocok ulang pemimpin alat kelengkapan Dewan yang membuat parlemen terbelah menjadi dua kubu dengan menyelenggarakan rapat paripurna sendiri.
Cipika-cipiki itu bukan tanda akhir perseteruan dua kubu di parlemen. PDI Perjuangan memimpin koalisi partai-partai pendukung pemerintah melawan Golkar, yang beroposisi bersama Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerindra, dan Partai Demokrat. Kisruh itu memunculkan dualisme kepemimpinan, apalagi alat kelengkapan DPR berupa komisi dan badan dikuasai sepenuhnya oleh koalisi Golkar.
Tak ingin gigit jari, kubu PDI Perjuangan menunjuk Pramono Anung dan Olly Dondokambey menjadi juru runding agar tetap mendapat jatah komisi. Mereka meminta 16 kursi pemimpin komisi dan badan. Permintaan tersebut dibawa Pramono kepada Ketua PAN Hatta Rajasa dan Sekretaris Jenderal Idrus Marham di Hotel Dharmawangsa pada Senin pekan lalu.
Negosiasi selama dua jam itu menemukan sejumlah kesepakatan. Koalisi Golkar setuju dengan permintaan itu dengan syarat mesti ada tambahan satu kursi tiap komisi dan badan. Caranya: merevisi Pasal 97, 104, 109, 115, 121, dan 152 Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD serta Pasal 57, 64, 74, dan 80 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib.
Sekretaris Fraksi Golkar Bambang Soesatyo mengatakan kubu Joko Widodo diberi lima kursi pemimpin, yaitu posisi wakil di Komisi Keuangan, Badan Anggaran, Badan Legislasi, Badan Kerja Sama Antarparlemen, dan Ketua Badan Urusan Rumah Tangga. Setelah revisi, kata Bambang, kubu Jokowi akan mendapat tambahan 11 kursi.
Esoknya, Pramono menyampaikan kesepakatan Bimasena di depan rapat paripurna parlemen. "Opsi ini kami tolak!" ujar Aria Bima. Dia ingin 16 kursi diberikan sebelum revisi undang-undang. Aria khawatir 11 kursi komisi itu lepas kembali jika ditunggu setelah revisi.
Menurut Aria, koalisi pemerintah harus memegang pemimpin komisi karena fungsinya yang strategis. Hak-hak yang dimiliki anggota Dewan untuk menyatakan ketidaksetujuan pada keputusan pemerintah berawal dari komisi. Aria khawatir, dengan kursi pimpinan jatuh ke koalisi oposisi, itu akan dipakai mengganjal program Presiden Joko Widodo. "Inilah pentingnya memegang palu sidang," katanya.
Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Hasrul Azwar mengatakan permintaan 16 kursi wakil ketua hanya seperempat dari total jumlah pimpinan. Padahal koalisi Jokowi menguasai 246 kursi atau 44 persen dan sisanya, 314 kursi atau 56 persen, milik koalisi nonpemerintah. Sedangkan Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Helmy Faishal Zaini bertekad tak akan menyerahkan daftar anggotanya ke komisi yang ada. Ia baru akan menyerahkannya jika 16 kursi itu sudah diputuskan secara sah milik koalisi pemerintah. "Kami tak mau dikibuli," ucap Helmy.
Aziz Syamsuddin meminta kubu Jokowi tak curiga bakal dicurangi tak mendapat kursi pemimpin komisi. "Susah bernegosiasi jika menuduh kami beriktikad buruk," katanya. Ketua DPR Setya Novanto mengatakan formula kesepakatan kedua kubu di DPR sedang dirumuskan dan ditargetkan selesai sebelum masa reses 5 Desember 2014.
Wayan Agus Purnomo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo