Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KERIAAN acara syukuran siang itu berubah menjadi ajang keluh-kesah. Sekitar 30 orang mantan anggota Kelompok Kerja APBN dan Legislasi pada Tim Transisi Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang hadir dalam pertemuan Selasa dua pekan lalu itu mempertanyakan peran mereka di pemerintahan.
"Relawan mau dibawa ke mana?" kata I Gusti Agung Putri Astrid Kartika di Jakarta, Selasa pekan lalu, menceritakan pertemuan itu. "Mereka ingin mendapat peran jadi direktur jenderal, kepala badan, atau apalah."
Acara digelar di kantor Media Center Pemenangan Jokowi-JK, Jalan Cemara 19, Menteng, Jakarta Pusat. Kantor ini menjadi tempat kerja kelompok yang dulu dipimpin Deputi Tim Transisi Hasto Kristiyanto. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu pula yang menjadi tuan rumah acara syukuran.
Menurut Gung Tri, panggilan I Gusti Agung Putri, tak semua mantan anggota kelompok hadir. Bahkan hanya beberapa perwakilan kelompok-kelompok pendukung Jokowi yang bisa datang. Selain dia dan Dono Prasetyo dari Seknas Jokowi, ada Sonny Subrata dari Advanced Social Media Volunteers (Jasmev).
Keluhan para peserta meluncur deras lantaran belum ada informasi yang jelas dari Presiden Joko Widodo mengenai posisi di pemerintahan bagi mereka. Dalam acara itu, mantan Deputi Tim Transisi Bidang Pertahanan, Keamanan, dan Kelembagaan Andi Widjajanto pun ikut curhat gara-gara belum jelas jabatan apa yang akan diberikan oleh Jokowi. Baru Selasa pekan lalu dia diangkat menjadi Sekretaris Kabinet.
Hasto dan Andi lantas berjanji menyampaikan keluhan itu ke Presiden Jokowi dalam satu-dua hari kemudian. Gung Tri menceritakan, menurut mereka, banyak pos yang menunggu pengisian pejabat setelah Kabinet Kerja terbentuk. Relawan yang memiliki kemampuan berpeluang mengisinya. Pada akhir acara, Deddy Sitorus, anggota staf Hasto, meminta peserta mengirimkan curriculum vitae jika memang ingin ambil bagian di pemerintahan.
Hasto dan Andi tak menjawab permintaan konfirmasi dari Tempo. Tapi Deddy mengatakan tak ada janji memberikan jabatan untuk para mantan anggota kelompok kerja. Dalam acara itu, dia menerangkan, Hasto menyampaikan terima kasih atas kerja sama di pokja sekaligus membahas tantangan pemerintah serta kegiatan yang bisa dilakukan relawan. "Tidak mungkin dijanjikan jabatan karena Tim Transisi juga sudah dibubarkan," ujarnya.
Soal permintaan jabatan kepada Jokowi, Deddy menuturkan, itu cuma lontaran candaan relawan. Bahkan belum ada yang menyerahkan daftar riwayat hidup untuk diteruskan ke Presiden. "Tapi kalau mau kasih CV, ya, silakan," katanya.
Gung Tri mengaku tak habis pikir mengapa peserta syukuran tiba-tiba menyatakan diri sebagai relawan. Menurut kader PDIP ini, pada tiap pokja yang totalnya 22 hanya dijatah empat relawan. "Itu juga setelah Pak Jokowi ngotot memasukkan kami."
Organ-organ relawan penggalang suara selama kampanye juga gundah. Mereka merapatkan barisan membahas kemungkinan keterlibatan dalam kerja pemerintah untuk terus menyokong Jokowi. Komunikasi dengan Jokowi mandek sejak pelantikan presiden pada 20 Oktober lalu.
Sebelas organ bertemu di Hotel Redtop, Jalan Pecenongan, Jakarta Pusat, Sabtu dua pekan lalu. Kesepakatan pun diteken para petingginya. Mereka adalah Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi, Ketua Dewan Pakar Seknas Jokowi Hilmar Farid, Koordinator Jasmev Kartika Djoemadi, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat untuk Indonesia Hebat Hendrik Sirait, serta Koordinator Nasional Duta Jokowi Joanes Joko.
Penanda tangan lainnya Koordinator Posko Perjuangan Rakyat (Prospera) Mustar Bona Ventura Manurung, Ketua Umum Garda Pemuda NasDem Martin Manurung, Ketua Relawan Penggerak Jakarta Baru (RPJB) Pitono Adhi, Koordinator Pusat Informasi Relawan (PIR) Panel Barus, Ketua Kornas Jokowi Abdul Havid Permana, serta Ketua Jaringan Nasional Indonesia Baru (JNIB) Wignyo Prasetyo.
Kesepakatan itu adalah mengajukan dua nama kepada Jokowi untuk mengisi posisi di lingkungan kepresidenan, yakni Budi Arie Setiadi dan Hilmar Farid. Ketua Presidium Pusat Seknas Jokowi Osmar Tanjung mengatakan perlu orang muda di sekitar Presiden. "Senior-senior bisa di Dewan Pertimbangan Presiden," ujarnya.
Kartika mengatakan Presiden Jokowi belum menjelaskan format untuk melibatkan para pendukung dalam mengawal jalannya pemerintahan. "Kami bukan agen pengumpul massa," ujarnya Kamis pekan lalu. Sedangkan menurut Budi Arie, relawan memiliki kualitas profesional. "Mereka terbukti mampu menyerap aspirasi sekaligus mengorganisasi dan menggerakkan masyarakat," ucap Budi.
Osmar menerangkan bahwa Jokowi tak pernah menjanjikan jabatan. Tapi, dalam banyak kesempatan, Jokowi meminta relawan terus bergerak untuk mengawal pemerintahan. Setidaknya Jokowi mengungkapkan hal itu tiga kali selama Agustus, yakni dalam pidato pembukaan Kongres I Projo, dalam acara Barisan Relawan Jokowi Presiden (BaraJP), dan pidato di Posko Jokowi Centre, Jalan Ki Mangunsarkoro 69, Menteng, Jakarta Pusat.
Dalam video pidato Jokowi di acara Projo yang diunggah di YouTube, Jokowi meminta relawan jangan bubar. Ia menyatakan relawan dibutuhkan sampai lima tahun ke depan untuk mengawal program pemerintah. Apalagi ia memperkirakan pemerintahan tak bisa berjalan mulus. "Kalau saya telepon, besok saya butuh dua juta orang berkumpul di Monas, masak sih enggak bisa ngumpulin," katanya dalam video berdurasi 12 menit itu.
Menurut Panel Barus, pernyataan senada disampaikan langsung kepada dirinya bersama 12 relawan lain dalam pertemuan halal ihalal di kediaman Jokowi di Solo pada 30 Juli lalu. Jokowi ketika itu mengatakan ingin pelantikannya mulus di tengah tekanan politik yang begitu keras. Itu sebabnya dia meminta perayaan pelantikan pada 20 Oktober dengan 500 ribu orang di Senayan sampai Monumen Nasional. "Lalu kami mengadakan aksi Geruduk dengan 200 ribu orang," kata Panel, Jumat pekan lalu.
Eko Sulistyo, orang dekat Jokowi sejak di Solo, memastikan Jokowi membutuhkan dukungan relawan setidaknya hingga lima tahun lagi. Namun format pelibatan relawan belum diputuskan. "Tunggu saja," kata Eko.
Jobpie Sugiharto, Maria Yuniar, Ananda Teresia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo