Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

CSIS Sebut Setelah SBY Capres Alternatif Berlatar TNI Kurang Diminati

Saat 2004, publik melihat SBY sebagai sosok karismatik berlatar belakang militer. Terpilih dua periode sebagai presiden.

4 Juni 2021 | 12.59 WIB

Capres 2009-2014 Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani Yudhoyono menyapa masyarakat usai berkampanye terbatas di Gelanggang Olahraga Bima, Cirebon, Jawa Barat,  (27/6). Foto:  ANTARA/Widodo S. Jusuf
Perbesar
Capres 2009-2014 Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani Yudhoyono menyapa masyarakat usai berkampanye terbatas di Gelanggang Olahraga Bima, Cirebon, Jawa Barat, (27/6). Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Departemen Politik dan Sosial Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai setelah SBY, tak ada tokoh militer yang menonjol untuk menjadi alternatif calon presiden di 2024. Arya menilai, publik pun tak lagi terlalu berminat terhadap kandidat berlatar militer dalam memilih pemimpin nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Dia mengatakan, pada 2004 lalu, publik masih menganggap calon berlatar militer sebagai orang yang karismatik. Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono pun terpilih menjadi presiden hingga dua periode.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Dulu di 2004 ketika Pak SBY orang masih melihat politisi TNI itu karismatik, tapi preferensi publik soal pemimpin berlatar militer pasca-Pak Jokowi sudah tidak ada lagi," kata Arya kepada Tempo, Selasa, 1 Juni 2021.

Arya mengatakan tokoh-tokoh purnawirawan militer mungkin masih berperan signifikan di partai politik. Mereka, kata dia, masih kuat dari sisi pendekatan mobilisasi politik, membangun isu, membuat pergerakan, hingga memobilisasi politik.

Namun untuk menjadi calon presiden, Arya menganggap tak ada kandidat berlatar militer yang cukup kuat. Ia mencontohkan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo yang disebut-sebut sempat bermanuver untuk maju di Pilpres 2019. Menurut Arya, kendati sudah bergerak ke sana-sini, elektabilitas Gatot tak lebih dari 3 persen.

Arya mengatakan para tokoh militer itu bisa saja memulai karier dari partai. Dia beralasan, bagaimana pun partai masih menjadi kanal rekrutmen politik. "Habis pensiun, karier politik purnawirawan jenderal itu banyak yang tidak sukses, untuk pencapresan masih jauh lah," kata Arya.

Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfaraby, mengatakan Gatot sebenarnya memiliki kekuatan, misalnya dengan menawarkan rekam jejaknya selama di militer. Namun kata dia, usaha ini akan sulit lantaran Gatot tak lagi punya panggung setelah pensiun dari TNI.

"Pak Gatot agak lama tenggelam setelah 2018, tidak muncul intens lagi ke publik, itu juga jadi kendala," ujar Adjie.

Dari hasil survei daring Platform Nyari Presiden, Gatot sebenarnya menempati posisi teratas untuk tokoh muslim dari kalangan TNI yang paling diharapkan menjadi calon presiden. Dia didukung 60,61 persen responden.

Namun dalam sejumlah survei, ketika dihadapkan dengan nama-nama lain, elektabilitas Gatot Nurmantyo tercatat kurang dari 1 persen. Di survei Indikator Politik Indonesia 13-17 April 2021, misalnya, elektabilitas Gatot hanya sebesar 0,9 persen.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus