Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Cuit Soal Deforestasi, Menteri Siti Banjir Protes dari Warganet

Memaksa Indonesia dengan zero deforestasi di 2030, kata Siti Nurbaya, jelas tidak tepat dan tidak adil.

4 November 2021 | 12.19 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri LHK Siti Nurbaya mengambil gambar saat jumpa pers terkait disahkannya UU Cipta Kerja di Kantor Kemenko Perekonomian di Jakarta, Rabu, 7 Oktober 2020. Jumpa pers yang diikuti juga secara virtual oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan Menteri ESDM Arifin Tasrif ini menjelaskan sekaligus menepis berbagai keraguan akan isi UU Cipta Tenaga Kerja yang beredar di masyarakat. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menjadi trending topic di media sosial Twitter. Dia dianggap mendukung deforestasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada Kamis, 4 November 2021, nama Siti dicuitkan lebih dari 2.000 kali. Hal ini terjadi setelah Siti mencuit soal zero deforestation.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pembangunan besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi,” cuit Siti yang berujung banyak protes dari sejumlah tokoh hingga warganet.

Siti Nurbaya menjelaskan bahwa inisiasi Indonesia Forestry and Other Land Uses (FoLU) Net Sink 2030 jangan diartikan sebagai zero deforestration. Melalui agenda FoLU Net Carbon Sink, Indonesia menegaskan komitmen mengendalikan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan, sehingga terjadi netralitas karbon sektor kehutanan.

Siti menjelaskan, zero deforestation sama sekali tidak boleh ada penebangan dan bahkan satu pohon jatuh di halaman rumah itu bisa disebut deforestasi. Memaksa Indonesia dengan zero deforestration di 2030, kata dia, jelas tidak tepat dan tidak adil.

Ia mencontohkan di Kalimantan dan Sumatera, banyak jalan terputus karena harus melewati kawasan hutan. Sementara ada lebih dari 34 ribu desa berada di kawasan hutan dan sekitarnya. “Kalau konsepnya tidak ada deforestrasi, berarti tidak boleh ada jalan, lalu bagaimana dengan masyarakatnya, apakah mereka harus terisolasi? Sementara negara harus benar-benar hadir di tengah rakyatnya,” cuit dia.

Akun @Rival_**** mengomentari cuitan Siti. Ia mengatakan tidak masalah ada pembangunan. “Tapi ya apakah ada gak tanam ganti pohon setelah ditebang? Apakah ada pengawasan lanjutan tidak? Melihat banyak tambang di Kalimantan yg seenaknya di tinggal saat selesai tanpa revitalisasi, kok saya jadi ngeri2 sedap ya membaca postingan ibu.”

Warganet lainnya juga memprotes bahwa Siti semestinya menghidupkan, bukan mematikan lingkungan. “Dewasa ini hutan dan sungai-sungai sudah rusak akibat perambahan hutan dan pembangunan proyek mengakibatkan malapetaka pada manusia berupa banjir, longsor, dan perubahan cuaca,” cuit akun @mhbmuhi***.

Friski Riana

Friski Riana

Reporter Tempo.co

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus