Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Nu, dengan dua papan nama

Mohammad baidhawi ketua cabang nu jombang, tak mau menerima keputusan pbnu no.72/1985 (melarang jabatan rangkap diorpol). pbnu membekukan cabang tersebut. baidhawi dkk. bersikeras tak mau pisah dari ppp. (nas)

28 Juni 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA orang sepupu - sama-sama cucu K.H. Hasyim Asy'ari pendiri NU - kini terlibat konflik politik. Konflik antara Mohammad Baidhawi dan Abdurrahman Wahid, itu pecah sejak akhir bulan lalu. Ini semua masih ekor larangan PB NU tentang rangkap jabatan dengan orpol, dan larangan semua ulama NU, pengasuh pesantren, dan mubalig NU menjadi juru kampanye Pemilu 1987 nanti. Mohammad Baidhawi, Ketua Cabang NU Jombang, Jawa Timur, memang tak pernah menggubris keputusan PB NU Nomor 72 Tahun 1985 itu. Hampir semua pengurus NU Jombang merangkap kepengurusan PPP. Mohammad Baidhawi sendiri, misalnya, hingga kini adalah salah seorang Ketua DPP PPP. Lebih dari itu, seakan menentang keputusan PB NU, kantor NU Jombang tetap berfungsi ganda. Ia kantor NU, dan juga kantor bagi PPP. Papan nama di kantor itu pun dua. Bahkan K.H. Syamsuri Badawi, anggota Syuriah NU Jombang, kecuali tetap merangkap Ketua Majelis Pertimbangan Cabang DPC PPP, juga tetap mewajibkan umat memilih PPP. "Islam itu hanya diperjuangkan oleh umat Islam. Dan PPP satu-satunya orpol yang masih punya program memperjuangkan Islam," kata kiai yang kini berusia 66 itu. Maka, adalah Pengurus Wilayah NU Jawa Timur, yang kemudian meminta PB agar membekukan NU Cabang Jombang. Keputusan pembekuan itu akhirnya dikeluarkan pada 29 Mei lalu. Menurut Ketua PB NU Abdurrahman Wahid, sebelum SK pembekuan dikeluarkan, Wilayah NU telah menegur Cabang Jombang. "Jawabannya malah tak mengakui kepemimpinan Hasyim Latief sebagai Ketua Wilayah NU Ja-Tim," kata Abdurrahman Wahid. "Itu 'kan berarti pemberontakan." "Pemberontakan" Mohammad Baidhawi dan kawan-kawan itu hingga kini belum reda. Ia, misalnya, dua hari sebelum Idulfitri, sempat mengadakan konperensi periodik. Konperensi itu dihadiri oleh 17 dari 20 majelis wakil cabang (setingkat kecamatan). Konperensi itu lantas membentuk formatir, yang kemudian menyusun pengurus baru untuk periode 1986-1989. Adalah K.H. Syamsuri Badawi - yang juga pengasuh pondok pesantren terkemuka Tebuireng yang dipilih sebagai Ketua Pengurus Cabang NU Jombang yang baru. Kiai asal Cirebon, yang terkenal beradat keras dan bicara ceplas-ceplos, ini mengatakan bahwa PB NU telah bersikap keliru. "Bagi umat Islam memilih PPP itu hukumnya wajib," katanya. "Kalau masuk Islam jangan tanggung-tanggung, jangan separuh-separuh. Termasuk dalam berpolitik." Ia mengakui, kredibilitas kepemimpinan PPP di bawah J. Naro "kurang mantap". Tetapi, "Jika pimpinan rusak, tak harus wadah ikut rusak," katanya. "Ya, ganti dengan pimpinan yang baik, agar wadah itu baik kembali." Dengan sikap semacam inilah, ia menolak keputusan PB NU agar cerai dengan PPP. "Saya tidak akan mundur," katanya, "siapa pun akan saya hadapi."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus