Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Dari Wagub Sampai Trikora

Izaac Hindom dilantik sebagai wagub. timbul perbedaan pendapat mengenai jabatan gubernur irian jaya. masalah perlakuan terhadap para bekas pegawai dan pejuang trikora menjadi ganjelan.

29 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGANGKATAN Izaac Hindom 45 tahun, asal Fak-fak, sebagai wakil gubernur Irian Jaya, agaknya mengunci dua pendapat yang berbeda selama ini. Yaitu, apakah jabatan gubernur daerah itu harus diserahkan kepada putra (asli) daerah, atau tidak. Perbedaan pendapat itu mulai terdengar keras menjelang masa jabatan Gubernur Soetran berakhir pertengahan Agustus lalu, sampai ia dilantik sebagai pejabat gubernur. Pihak yang menginginkan agar jabatan Soetran diserahkan kepada putra daerah, berpendapat jabatan itu akan merupakan kunci keberhasilan pembangunan daerah ini selanjutnya. Dan ini juga berarti memberi kesempatan lebih banyak bagi orang daerah ini untuk turut membenahi daerah mereka. Sehingga pihak ini berpendapat, jabatan wakil gubernur tak apa dipegang oleh orang luar. Pendapat ini bertolak dari keluhan bahwa putra daerah selama ini kurang mendapat kesempatan menduduki jabatanjabatan penting di daerah Ir-ja. Bahkan dituduh Ellias Paprindey, sebagai wakil gubernur selama masa jabatan Soetran, tak lebih dari simbol belaka. Tapi pihak ini merasa usaha mereka sia-sia setelah pelantikan Izaac Hindom. "Ini berarti komposisi Soetran (luar daerah) dengan Paprindey (putra daerah) akan terulang lagi," kata salah seorang dari mereka--seorang mahasiswa asal Ir-Ja yang sedang belajar di Yogyakarta. Sebaliknya pendapat pihak yang tak mempedulikan persoalan putra daerah atau nonputra daerah. "Pembedaan itu adalah pendapat yang tak perlu lagi sekarang," kata seorang pejabat di Departemen Dalam Negeri yang tak mau disebutkan namanya. "Yang penting, apakah seorang gubernur itu dipandang mampu atau tidak." Tapi benarkah putra daerah ini kurang mendapat kesempatan? "Sudah waktunya putra-putra Irian Jaya diberi kesempatan lebih banyak," kataWapres Adam Malik ketika mengunjungi daerah itu 2 bulan lalu. Tetapi Adam Malik juga mengakui, selama ini "pencetakan kader-kader putra daerah ini kurang diperhatikan." Tapi bagi Izaac Hindom--yang memulai karirnya sebagai camat di Teluk Etna, Kaimana, Fak-fak --kesempatan bagi putra daerah itu tidak berarti harus tetap di kampung sendiri. "Putra Irian harus mampu memegang jabatan apa pun dan di mana pun di seluruh Indonesia," katanya. Kalau putra daerah harus memimpin daerahnya sendiri, Izaac Hindom khawatir, hal itu bisa menimbulkan semacam perasaan kesukuan. Kesempatan bagi putra daerah Ir-Ja sesungguhnya bukan tak ada. Selain jabatan Wagub, empat dari 9 kepala biro (Kesra, Pembangunan, Perbekalan, Perekonomian Daerah) juga dipegang oleh putra daerah. Dari empat gubernur, 2 yang pertama juga putra daerah, yaitu E.J. Boney dan F. Kaisiepo. Lima di antara 9 bupati juga, putra daerah. Yaitu Bupati Jayapura, Merauke, Yapen Waropen, Paniai dan Manokwari--ditambah Walikota Kota Adrninistratif Jayapura. Trikora Ada satu hal yang masih menjadi ganjelan. Yaitu perlakuan yang tidak sama terhadap para bekas pegawai dan pejuang Trikora--seperti juga disinggung Adam Malik. Penghargaan terhadap mereka sebenarnya slpdah diusahakan oleh pemerintah (1979)i berupa hadiah uang. Tapi kemudian muncul skandal manipulasi uang "hadiah Trikora" yang sempat tercium Opstibda Ir-Ja pada Agustus lalu. Yang terlibat dalam manipulasi tersebut kini kabarnya diberhentikan dengan hormat, lantas diperbantukan sebagai staf ahli kantor gubernur. Sampai saat ini, masih berdatangan para pendaftar di Kantor Administrasi Veteran di Jayapura, mengaku sebagai pejuang Trikora. Kesempatan itu memang masih terbuka sampai 31 Desember 1980. Sampai pertengahan November ini jumlah pejuang eks Trikora tercatat 3.246 orang (sedang yang tewas140 orang). Sementara pegawai negeri yang berhak mendapat "hadiah Trikora" di Ir-Ja tercatat 1.328 orang. Willem Ayatanoy, 45 tahun, bekas pejuang Trikora, kini tinggal di sebuah gubuk di Bukit Polimak II. Ia tidak mempunyai pekerjaan tetap. Bapak dari 5 anak ini, seperti katanya, "kalau ada orang butuh tenaga, baru saya bisa bekerja." Aser Samory, 63 tahun, yang pernah bergabung dalam Komando Revolusi Trikora di Yapen Waropen, bahkan pernah duduk sebagai wakil veteran di DPRD, kini menjadi buruh harian di pelabuhan di daerah kelahirannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus