Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Mahasiswa Justicia Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (DEMA Justicia FH UGM) telah merilis kajian tentang pembahasan konsesi tambang untuk kampus pada Selasa, 11 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kajian berjudul “Neoliberisasi Pendidikan Gaya Baru: Kampus Dikekang Tambang” ini berfokus pada pembahasan fenomena neoliberalisasi pada pendidikan tinggi yang diperburuk oleh adanya Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pemberian hak pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi menimbulkan berbagai kontroversi dan problematika. Pendidikan Tinggi yang seharusnya berorientasi pada pengembangan sumber pengetahuan, penelitian, dan pengabdian terhadap masyarakat, tercederai dikarenakan adanya kepentingan sektor bisnis pertambangan,” tulis keterangan resmi yang diterima Tempo.co.
DEMA FH UGM juga menyoroti kebijakan tersebut yang berpotensi menggeser fokus utama perguruan tinggi dari misi mencerdaskan bangsa menuju sektor pendidikan yang lebih mengutamakan keuntungan finansial. Secara prosedural dan substansial, mereka menilai bahwa perguruan tinggi tidak memiliki urgensi untuk terlibat dalam sektor pertambangan.
Menurut DEMA Justicia FH UGM, “Argumen ini dilandaskan oleh pembahasan Revisi UU Minerba yang dinilai tidak transparan dan partisipatif, proses pembahasan yang terkesan tergesa-gesa, dan tidak dipublikasikannya naskah akademik sebagai bahan pertimbangan publik”.
Selain itu, kajian ini juga menyoroti perkembangan neoliberalisme yang semakin mendominasi pendidikan di Indonesia. Pada dasarnya, pendidikan merupakan hak setiap warga negara, sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk memberikan akses pendidikan yang baik dan berkualitas. “Namun realitanya, kehadiran prinsip-prinsip neoliberal dalam sistem pendidikan di Indonesia telah menggeser pendidikan menjadi komoditas yang bernilai ekonomi.” tulis rilis resmi tersebut.
DEMA Justicia FH UGM mengatakan bahwa pemberian izin pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi merupakan salah satu bentuk nyata dari neoliberalisasi PTN-BH. Perguruan tinggi terjerumus ke dalam bisnis pertambangan dan melahirkan potensi penurunan kualitas pendidikan akibat fokus yang teralih pada pemenuhan kontrak bisnis, menghilangkan independensi akademik karena harus menyesuaikan kepentingan industri tambang. Pemberian izin tambang kepada perguruan tinggi pastinya akan meningkatkan risiko penyalahgunaan wewenang.
Dengan maksud turut berkontribusi dalam mengatasi permasalahan yang muncul akibat pemberian IUPK kepada perguruan tinggi, DEMA Justicia FH UGM mengusulkan beberapa alternatif solusi.
Pertama, perguruan tinggi disarankan menjalin kerja sama dengan industri pertambangan tanpa terlibat langsung dalam pengelolaan tambang, seperti praktik universitas luar negeri dalam pengembangan teknologi dan kompetensi. Kedua, pemerintah dapat menyediakan skema pendanaan alternatif, seperti hibah penelitian atau insentif pajak bagi perusahaan yang mendukung universitas.
Dalam menanggapi Revisi UU Minerba, DEMA Justicia FH UGM menyatakan sikap yang mencakup beberapa poin, di antaranya:
1. Menolak dengan tegas pasal-pasal dalam rancangan undang-undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang menjadikan perguruan tinggi sebagai subjek penerima Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
2. Menolak segala bentuk neoliberalisasi pendidikan yang mengarah pada komersialisasi perguruan tinggi dan mengalihkan fokus utama institusi akademik dari pendidikan, penelitian, serta pengabdian kepada masyarakat menuju kepentingan bisnis semata.
3. Menuntut pengkajian ulang dan pencabutan status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, sebagai akar permasalahan dari neoliberalisasi pendidikan.
4. Menuntut pemerintah untuk menghormati marwah perguruan tinggi dengan tidak membatasi kebebasan akademik melalui berbagai kebijakan yang dapat mengancam independensi institusi pendidikan.
5. Menuntut pemerintah, terutama DPR, untuk menghentikan budaya legislasi yang serba kilat dan tidak mengindahkan partisipasi publik, seperti yang terjadi pada revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
6. Menuntut pemerintah untuk menjadikan sektor pendidikan sebagai Prioritas Utama dalam Arah Kebijakan Badan Perencanaan Pembangunan (BPP) dan bertanggung jawab penuh atas tingginya beban biaya pendidikan dengan menciptakan solusi yang menjunjung tinggi Tridharma perguruan tinggi serta marwah akademik.
7. Mendesak seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia untuk melakukan penolakan terhadap kebijakan pemberian tambang untuk kampus dan mempertahankan integritas akademik serta independensinya.