Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEKITAR tiga bulan lalu, Muhammad Ridho Ficardo masih dianggap "anak bawang". Menjelang penetapan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung di aula kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah Lampung, 24 Februari malam, misalnya, dengan suara keras Alzier Dianis Thabranie enteng saja menegurnya, "Sudah dulu main HP-nya, Ridho!" Ridho ketika itu sedang asyik dengan telepon selulernya.
Suara keras Alzier, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golongan Karya Lampung dan satu dari empat calon Gubernur Lampung, itu mengejutkan puluhan orang yang hadir di aula. Dengan gugup Ridho memungut tiga telepon selulernya dari meja, lalu berdiri menyalami Alzier, yang baru tiba.
Satu setengah bulan kemudian, 9 April lalu, Ridho, 33 tahun, mengalahkan Alzier, yang lebih berpengalaman dalam pemilihan gubernur. Berpasangan dengan Bupati Tulang Bawang Barat Bakhtiar Basri, Ridho meraup 1.816.533 suara (44,96 persen). Wali Kota Bandar Lampung Herman H.N., yang berpasangan dengan Zainudin Hasan, di urutan kedua (1.342.763 suara), diikuti Berlian Tihang-Mukhlis Basri (606.566 suara). Sedangkan Alzier, 56 tahun, yang berpasangan dengan Lukman Hakiem, terkapar di urutan buncit (288.272 suara). Dari 14 kabupaten/kota, Ridho-Bakhtiar hanya kalah oleh Herman-Zainudin di Bandar Lampung, dan keok oleh Berlian-Mukhlis di Lampung Barat.
Belakangan, kemenangan Ridho-Bakhtiar berbuntut panjang. Herman-Zainudin menuding pasangan yang diusung Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera itu melakukan praktek politik uang. Menurut ketua tim advokasi Herman-Zainudin, Agus Bhakti Nugroho, pada masa kampanye Panitia Pengawas Pemilu menemukan 10 ton gula pasir di Bandar Lampung, 3,2 ton di Pesawaran, serta 1,3 ton di Pringsewu dan Lampung Selatan. "Kami sangat yakin gula tersebut hendak dibagikan kepada masyarakat agar memilih pasangan itu," kata Agus kepada Tempo, Rabu dua pekan lalu.
Temuan itu diperkuat pengakuan para saksi dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, Rabu dua pekan lalu. Mereka mengatakan menerima gula dari orang yang mengaku sebagai anggota tim sukses Ridho-Bakhtiar, beberapa hari menjelang pemilihan. Namun Badan Pengawas Pemilu Provinsi Lampung melepaskan hasil tangkapan ini karena tak memiliki cukup bukti gula itu akan dibagikan ke masyarakat. Badan Pengawas juga tidak menemukan atribut atau bukti gula itu milik salah satu pasangan calon. "Itu alasan kami tidak menindaklanjutinya," ujar Ketua Badan Pengawas Pemilu Lampung Nazarudin Togaratu.
Herman-Zainudin, yang didukung Partai Amanat Nasional, juga menduga ada aliran dana dari Sugar Group Companies (SGC) untuk memenangkan Ridho, putra sulung Site Director SGC Fauzi Toha. Uang itu diduga untuk membiayai pelbagai kegiatan, seperti jalan sehat, pergelaran wayang kulit semalam suntuk, dan konser musik, yang menawarkan hadiah uang tunai, mobil, hingga sapi. Nilainya lebih dari Rp 8 miliar.
Herman-Zainudin juga menemukan pelanggaran oleh penyelenggara pemilihan karena pelaksanaan pemungutan suara bersamaan dengan pemilu legislatif. Akibatnya, beberapa tahapan pemilihan gubernur tak dipenuhi, yakni tidak ada penetapan daftar pemilih sementara (DPS) dan daftar pemilih tetap (DPT). Pemilihan gubernur menggunakan DPT pemilu legislatif. Padahal syarat agar pemilih terdaftar dalam DPT pemilihan kepala daerah dan pemilu legislatif berbeda. Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2010 menyebutkan DPT pemilihan gubernur mengharuskan pemilih berdomisili di daerah pemilihan sekurang-kurangnya enam bulan. Sedangkan DPT untuk pemilu legislatif tak mensyaratkan itu. Akibatnya, kata Agus, ada kemungkinan pemilih dari luar daerah atau pemilih yang bukan warga Lampung mencoblos surat suara pemilihan gubernur.
Agus menyebutkan para pemilih hanya mendapat undangan pemilu legislatif. Undangan pemilihan gubernur diganti dengan iklan di koran lokal. "Jadi patut diduga dengan sengaja suara Pak Herman dicuri secara sistematis," ujar Agus. Berdasarkan temuan itu, Herman-Zainudin menggugat hasil pemilihan ke Mahkamah Konstitusi. Mereka meminta Mahkamah membatalkan hasil penghitungan suara, membatalkan keputusan KPUD tentang penetapan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung terpilih periode 2014-2019, memerintahkan KPUD mendiskualifikasi Ridho-Bakhtiar, dan memerintahkan KPUD melakukan pemungutan suara ulang tanpa mengikutsertakan Ridho-Bakhtiar.
Kuasa hukum KPUD Lampung, M. Ridho, menganggap permohonan yang diajukan Herman-Zainudin kabur. Obyek permohonan seharusnya hasil penghitungan suara yang terkait dengan suara yang benar menurut pemohon, tapi hal itu tak dicantumkan dalam permohonan. Ridho Ficardo enggan berbicara tentang kemenangannya dan dugaan kecurangan dalam pemilihan gubernur. "Setelah putusan MK saja, ya," ujarnya melalui pesan pendek kepada Tempo, Rabu dua pekan lalu.
Fauzi Toha, ayah Ridho, membantah ada aliran dana dari SGC untuk memenangkan anaknya. Ia mengaku membiayai pencalonan anaknya dari gaji dan bonus selama 35 tahun bekerja di SGC. "Buktikan jika memang ada," katanya di rumahnya di Villa Citra, Bandar Lampung, Senin pekan lalu. Pria kelahiran Tulungagung, Jawa Timur, itu tak menampik telah membagi-bagikan gula sebelum penetapan pasangan calon. Ia mengaku membeli gula itu dari SGC dengan uang pribadi.
Pria 64 tahun itu memperkenalkan anaknya ke publik melalui pelbagai kegiatan yang digelar Paguyuban Ridho Berbakti (Pariti). Strategi dan dana melimpah membuat elektabilitas Ridho terkerek. Ia mengatakan sosialisasi itu membutuhkan dana tak sedikit, tapi jumlahnya tak lebih dari Rp 2 triliun—seperti diberitakan sejumlah media. "Tidak sebesar itu," katanya. Dalam laporannya ke KPUD, Ridho memiliki kekayaan Rp 12,3 miliar.
Dalam persidangan Rabu dua pekan lalu, kuasa hukum Ridho-Bakhtiar, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan Fauzi tak bisa disalahkan karena memberikan bantuan kepada anaknya. Sebab, pemberian bantuan uang oleh perseorangan kepada peserta pemilihan kepala daerah dibolehkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah.
GUBERNUR terpilih termuda di Indonesia itu adalah buah perkawinan Fauzi dengan Agustina, putri tokoh adat Kotabumi. Ia tumbuh di area perkebunan tebu Tulang Bawang hingga sekolah menengah pertama, lalu melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas Al-Kautsar, Bandar Lampung. Setamat SMA, ia kuliah di Jurusan Manajemen Perairan Universitas Padjadjaran, Bandung, dan selama kuliah aktif di organisasi kepramukaan.
Fauzi memaklumi banyak kalangan meremehkan kemampuan anaknya karena mereka belum tahu rekam jejaknya. Ia mengatakan anaknya menang berkat kerja keras selama empat tahun mendekati pengurus partai hingga ke tingkat desa. Ridho, direktur di dua anak perusahaan SGC—PT Guna Layan Kuasa (Gulaku) dan PT Mulia Kasih Sejati—mengawali kiprahnya di dunia politik ketika menjadi Ketua DPD Partai Demokrat Lampung pada 2010. Ia terpilih secara aklamasi dalam musyawarah daerah, mengalahkan Bupati Tulang Bawang kala itu, Abdurraham Sarbini.
Pakar hukum administrasi negara Universitas Lampung, Tisnanta, mengatakan pemenangan pasangan Ridho-Bakhtiar itu merupakan upaya mengamankan hak guna usaha SGC. Perusahaan itu menempatkan orang-orangnya di daerah tempat lahan tebu milik SGC terserak, seperti Kabupaten Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, dan Lampung Utara, dan tentu saja merebut posisi Gubernur Lampung. Dengan dukungan penguasa, perluasan lahan menjadi lebih mudah. "Sebab, usia HGU terbatas, maksimal 30 tahun," kata anggota tim gabungan pencari fakta kasus kekerasan Mesuji itu.
Fauzi tak membantah kiprah Ridho di dunia politik merupakan langkah strategis melindungi SGC. Hak guna usaha lahan SGC sebagian berakhir tahun ini. "Kami membutuhkan ketenangan investasi," ujar alumnus Jurusan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor itu. Ia mengatakan Sarbini, ketika masih berkuasa, kerap mengganggu SGC dengan mencabut hak guna usaha dan izin usaha perusahaan itu. Padahal ia menganggap urusan hak guna usaha dan sengketa lahan dengan masyarakat adat sudah selesai.
Sarbini, yang ditemui di rumahnya bulan lalu, beralasan perusahaan milik taipan Gunawan Jusuf itu memanipulasi luas lahannya. Ia juga menghapus lokasi dua anak perusahaan SGC, PT Indo Lampung Perkasa dan PT Sweet Indo Lampung, dari rencana tata ruang wilayah Kabupaten Tulang Bawang. "Banyak tanah warga yang dicaplok perusahaan," katanya.
Sapto Yunus, Nurochman Arrazie (Lampung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo