Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono meminta Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyiapkan langkah darurat, Selasa pekan lalu. Penyebabnya, tiga hari menjelang tenggat pengumuman hasil pemilihan umum legislatif, suara dari 14 provinsi belum tuntas dihitung.
Gamawan mengatakan diperintahkan Presiden menyiapkan aturan jika Komisi Pemilihan Umum gagal memenuhi batas waktu, Jumat tengah malam pekan lalu. Ia lalu menelepon Ketua KPU Husni Kamil Manik pada malam, dua hari sebelum batas itu terlewati.
Setelah menanyakan kondisi terakhir penghitungan suara di tiap provinsi, ia menawarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Pemilu, yang telah disiapkannya guna mengundurkan batas waktu pengumuman rekapitulasi suara. "Saya mendapat jawaban, KPU belum membutuhkan Perpu," ujar Gamawan.
Sesuai dengan Undang-Undang Pemilu, KPU harus mengumumkan hasil paling lambat sebulan setelah pemungutan suara 9 April 2014. Tapi komisi itu membuat target penghitungan selesai lebih awal, yakni 6 Mei 2014. Dengan proses penghitungan yang tersendat, target itu telah terlewati ketika Gamawan menelepon Ketua KPU.
Esoknya, Kementerian Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia mengundang Sekretariat Jenderal KPU, pejabat eselon I dari Kementerian Hukum, Kementerian Dalam Negeri, dan Sekretariat Kabinet untuk membahas strategi jika tenggat terlewati tanpa melanggar undang-undang. Tak ada kejelasan strategi menuntaskan penghitungan suara yang tinggal dua hari. Jawaban KPU tetap sama. "Kami masih yakin selesai sesuai dengan jadwal," ujar Arif Budiman, komisioner KPU.
Maka Kamis hingga Jumat pekan lalu menjadi hari supersibuk di kantor Komisi Pemilihan Umum di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat. Dalam satu hari KPU menyelesaikan rekapitulasi tujuh provinsi. Penghitungan yang terkesan buru-buru dan serampangan itu diprotes oleh utusan-utusan partai yang merasa dirugikan. Sejumlah utusan mengklaim suara partai mereka berkurang dibandingkan dengan hasil penghitungan mereka sendiri di tempat pemungutan suara.
Kekisruhan penghitungan kertas suara sudah terjadi sejak rekap di Komisi Pemilihan Umum tiap provinsi. Misalnya di Jakarta, yang menggelar rekapitulasi pada Rabu pekan lalu. Penghitungan alot ketika memasuki daerah pemilihan Jakarta 3, yang meliputi Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Kepulauan Seribu. Saksi dari Partai Hati Nurani Rakyat, M. Syukur, memprotes karena suara partainya berkurang 2.360 di 37 bilik suara yang ada di empat kelurahan: Warakas, Lagoa, Kebon Bawang, dan Cilincing.
KPU Jakarta hanya mengakui Kelurahan Warakas yang bermasalah. Di kelurahan ini, KPU mengurangi perolehan suara Hanura sebanyak 324. Ketua KPU Jakarta Sumarno beralasan ada kesalahan penghitungan karena panitia pemungutan alpa memasukkan suara di TPS 1-15. "Suara itu sudah dikembalikan," kata Sumarno. Dengan masih menyisakan protes dari saksi-saksi partai, KPU Jakarta tetap mengesahkan hasil pemilihan.
Di Bengkulu, situasinya mirip. Ada lima kabupaten yang suaranya bermasalah: Mukomuko, Kaur, Kepahiang, Bengkulu Utara, dan Seluma. Di sana, jumlah suara sah yang tertulis di formulir C1 melebihi jumlah suara pemilih. Seperti di TPS 3 Ujung Padang. Suara yang dinyatakan sah oleh panitia sebanyak 320, padahal jumlah pemilihnya hanya 300 orang.
Penggelembungan jumlah suara itu diklaim terjadi karena panitia pemilihan salah memasukkan perolehan suara partai dan calon legislator. Suara untuk partai dimasukkan ke setiap calon legislator yang ada di daerah pemilihan. Akibatnya, ada partai yang mendapat suara ganda, sehingga jumlah pemilih dan suara sah menjadi tak sama.
Meski centang-perenang, KPUD Bengkulu memaksakan penghitungan suara selesai pada Jumat pagi pekan lalu. Mereka mesti ke Jakarta untuk menyetorkan hasil rekapitulasi. Mereka bahkan tak membuat berita acara penghitungan ulang perolehan suara calon legislator dan partai, yang diperiksa satu per satu. "Kami minta, tapi tak diberi karena mereka buru-buru ke Jakarta," kata Lovi Irawan, saksi dari Golkar.
Di Sulawesi Utara, penghitungan dilakukan buru-buru. Ketika rombongan KPU provinsi membacakan hasil rekapitulasi di KPU pusat pada Jumat malam pekan lalu, 50 anggota KPU kabupaten sedang sibuk mencocokkan pelbagai macam formulir rekap suara di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Manado. Angka-angka yang tertera di formulir ditengarai tak sama dengan data lapangan karena kekeliruan panitia memasukkan hasil penghitungan ke formulir rekap.
Akibatnya, rekap di 940 TPS se-Kota Manado diulang karena ketidakcocokan data pemilih dan jumlah suara sah. Di TPS 11 Kelurahan Paal Empat, misalnya, panitia keliru menulis jumlah suara sah sehingga total perolehan suara tiap partai ikut salah. Ada suara sah milik calon legislator pusat dari PDIP, Demokrat, dan PPP masuk ke kartu suara sisa.
Meski banyak kekeliruan, Badan Pengawas Pemilu Sulawesi Utara tak bisa apa-apa ketika utusan KPUD melaporkan hasil rekapitulasi dengan menggunakan penghitungan awal sebelum diulang. "Itu kewenangan KPU karena kami hanya sebatas memberi rekomendasi," kata Ketua Badan Pengawas Herwyn Malonda.
Waktu yang mepet dan diburu tenggat itu membuat pemilihan ulang batal di beberapa tempat. Di Sulawesi Barat, dua tempat pemungutan suara seharusnya menggelar pemilihan ulang karena ada laporan dari calon legislator daerah pemilihan setempat tentang adanya penggelembungan suara. Mereka yang merasa suaranya hilang lalu melapor ke Panitia Pengawas Pemilu.
Dari sekian banyak gugatan, KPUD hanya menggelar pemilihan ulang di TPS 3 Sendana, Mamuju. Seperti di Bengkulu, di sini jumlah suara sah melampaui jumlah pemilih. Untuk TPS-TPS yang ada di pelosok, KPU Sulawesi Barat memilih mengabaikannya, seperti di Kelurahan Lasa, yang jauh dari kota. "Jika ada pemilu ulang, pengumuman rekapitulasi suaranya bisa lewat 9 Mei," kata Ketua Komisi Usman Suhuriah.
Menjelang batas waktu, ada tiga provinsi yang perolehan suaranya belum selesai dihitung: Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Sumatera Selatan. Akhirnya, 45 menit sebelum hari menginjak Sabtu, pekan lalu, KPU memaksakan penghitungan terakhir untuk Maluku Utara dengan mengabaikan 18 wilayah di Halmahera Selatan yang tak masuk rekapitulasi formulir C1.
Hasilnya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan memenangi pemilihan dengan perolehan 18,95 persen suara atau 109 kursi. Partai Golkar, Gerindra, dan Demokrat berada di urutan selanjutnya—memperoleh suara di atas 10 persen. Adapun Partai Bulan Bintang dan Partai Kesatuan dan Persatuan Indonesia gagal memenuhi ambang batas untuk masuk Dewan Perwakilan Rakyat.
Badan Pengawas Pemilu mencatat daftar kabupaten yang tak selesai penghitungannya, seperti Musi Rawas, Sulawesi Selatan; Mamuju, Sulawesi Barat; Manado; dan Nias Selatan, Sumatera Utara. "Ini masalah sangat serius yang harus ditindaklanjuti," ujar Ketua Badan Pengawas Muhammad.
Anggota Komisi Pemilihan Umum, Hadar Nafis Gumay, meminta semua keberatan saksi partai dicatat. "Jika ada yang belum puas, silakan menggugat ke Mahkamah Konstitusi," katanya.
Rusman Paraqbueq, Tika Primandari (Jakarta), Isa Anshar Yusuf (Manado), Phesi Ester Julikawati (Bengkulu)
Hasil Pemilu Legislatif 2014
Jumlah pemilih: 186.569.233
Suara sah: 124.972.491
Partai | Perolehan Kursi | Perolehan Suara (%) |
1. PDIP | 109 | 18,95 |
2. Golkar | 91 | 14,75 |
3. Gerindra | 73 | 11,81 |
4. Demokrat | 61 | 10,19 |
5. PAN | 49 | 7,59 |
6. PKB | 47 | 9,04 |
7. PKS | 40 | 6,79 |
8. PPP | 39 | 6,53 |
9. NasDem | 35 | 6,72 |
10. Hanura | 16 | 5,26 |
11. PBB | 0 | 1,46 |
12. PKPI | 0 | 0,91 |
Ambang batas parlemen: 3,5 persen
Sumber: KPU
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo