Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Demi Utang Jasa Marga

Jalan tol Belmera (Belawan-Medan-Tanjungmorawa), yang dibangun dengan kredit luar negeri dan APBN, sepi. Pemda pun memaksa semua truk yang melebihi tiga ton agar masuk jalan tol.

17 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Demi Utang Jasa Marga
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
KINI Belmera tak lagi sepi. Tiap sebentar kelihatan truk melintas di jalan mulus dan lebar menuju pelabuhan Belawan di Medan, Sumatera Utara, itu. Namun, dari mulut para sopir truk itu sering terdengar umpatan, "Sudah jalan tambah jauh, mesti bayar lagi." Ini terjadi sejak 2 Oktober yang lalu, setelah sejumlah polisi dan petugas DLLAJR mengawal persimpangan Amplas di pinggiran Kota Medan. Semua truk yang bermuatan melebihi tiga ton dipaksa memasuki jalan tol Belmera (Belawan-Medan-Tanjungmorawa), sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara 29 September 1987 Nomor 551.2/4033/K/1987, yang mulai berlaku sejak hari itu. Di hari pertama SK Gubernur tadi dilaksanakan, memang ada sopir truk yang main kucing-kucingan, tapi mereka tak berkutik oleh uberan petugas. Tak satu pun truk yang lolos tanpa masuk pintu jalan tol. Jumlah truk yang melintas di sana pun melonjak menjadi 7.000 per hari, padahal biasanya paling banter 2.500. Maka, penghasilan PT Jasa Marga, pengelola jalan tol ini, meningkat menjadi Rp 17 juta/hari, dari sekitar Rp 4 juta/hari. Belmera, jalan tol pertama di luar Jawa, dioperasikan sejak Maret 1987. Jalan yang menghubungkan Tanjungmorawa-Medan dan Tanjungmorawa-pelabuhan Belawan sepanjang 34 km ini dibangun selama empat tahun dengan biaya Rp 94,4 milyar. Dana itu antara lain berasal dari kredit pemerintah Kuwait sebesar 5 juta dinar, kredit Jerman Barat DM 57 juta, serta dari APBN. Berdasar studi kelayakan, diharapkan di tahun pertama setiap hari 6.000-an kendaraan akan melintasi Belmera, dengan membayar Rp 3.500 untuk truk dan Rp 2.000 untuk sedan. Sepuluh tahun mendatang jumlah kendaraan yang bisa ditol akan melonjak 40.000/hari. Ternyata, perkiraan itu tinggal di atas kertas. Truk-truk kebanyakan memilih jalan lama: memasuki Kota Medan melalui Jalan Sisingamangaraja, terutama kendaraan luar kota -- termasuk dari Padang, Pakanbaru dan Jakarta -- dengan tujuan akhir Medan. Itu bisa diketahui dari sepinya mulut jalan tol di Amplas. Akibatnya, kata Amru Daulay, Asisten Pemerintahan Kantor Gubernur Sumatera Utara, "investasi yang ditanamkan tidak efektif. Jasa Marga tentu akan rugi." Dari arah selatan Medan, jalan tol itu memang memiliki dua mulut, yaitu di Tanjungmorawa dan Amplas. Mulut di Tanjungmorawa biasanya digunakan oleh kendaraan yang langsung menuju Belawan, membawa barang-barang yang akan diekspor. Mereka memilih melewati jalan tol karena hanya memerlukan waktu 20 menit dibanding harus bergelut sedikitnya satu jam di tengah semrawutnya lalu lintas Medan. Menurut perhitungan teknis, dengan memilih jalan tol setiap kendaraan bisa menghemat Rp 224/km, sekalipun membayar tol Rp 3.500 untuk truk. Tapi untuk kendaraan dengan tujuan akhir Medan, perhitungan itu tak berlaku. Menurut Rusmin Pohan, 28 tahun, sopir truk Jakarta-Medan, bila melalui Belmera, selain membayar tol Rp 1.300, jarak tempuhnya malah lebih jauh dua kali lipat. Soalnya, begitu keluar dari mulut tol, mereka harus kembali menyeruak kemacetan kota menuju gudang-gudang di pusat kota. "Mereka tak melarang kami masuk kota, tapi harus masuk jalan tol," keluh Rusmin. Memang itulah yang jadi pangkal soal. Dengan jalan tol itu, Pemda Sum-Ut berharap, kemacetan kota akan berkurang. Tapi ternyata keadaannya bisa dibilang hampir sama. Sebabnya, ya, itu tadi, truk masih diizinkan bongkar-muat di dalam kota. Sekarang ada sekitar 3.000 gudang yang merupakan terminal bongkar-muat truk luar kota, dan kebanyakan berada di pusat kota. Pemda memang punya rencana membangun pergudangan seluas 14 ha di kawasan Tanjungmulia, tak berapa jauh dari salah satu mulut jalan tol. Tapi karena kesulitan biaya, gudang-gudang itu baru berfungsi lima tahun mendatang. "Sedang utang 'kan sekarang sudah harus dibayar," kata Amru Daulay.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus