Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Divisi Komunikasi Partai Demokrat, Imelda Sari, heran di pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi banyak yang terang-terangan meminta jatah menteri. Menurut dia, hal ini tidak pernah terjadi saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pada masa pemerintahan SBY, saya harus sampaikan, bahwa tidak ada partai politik yang kemudian meminta secara terbuka seperti itu kepada presiden terpilih. Itu yang saya tahu," kata Imelda dalam diskusi 'Membaca Arah Tusukan Pidato Mega' di Cikini, Jakarta, Sabtu, 10 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Imelda, pembicaraan terkait jatah menteri di era SBY selalu dilakukan secara tertutup di antara para ketua umum partai politik. Tidak ada yang bicara ke publik meminta jatah sejumlah kursi.
Ia berujar, kalau pun yang terbuka dan disampaikan le masyarakat luas adalah saat proses seleksi menteri. "Yang terbuka itu saat fit and proper test," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, secara terbuka meminta Presiden Jokowi agar partainya yang paling banyak mendapat kursi menteri. Ia juga menolak jika PDIP hanya mendapat empat.
Tidak hanya Mega, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, Muhaimin Iskandar, juga terang-terangan meminta agar jatah kursi partainya di periode kedua Jokowi lebih banyak dari saat ini. Hal sama diutarakan pula oleh Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, yang meminta Jokowi menempatkan kadernya di kabinet.
Menurut Imelda, para elite partai politik seharusnya menghormati hak prerogatif presiden terpilih dalam menentukan komposisi kabinetnya. Ia berharap para elite bisa menahan diri terkait pembicaraan kursi eksekutif lantaran pelantikan Jokowi masih lama.
"Tanggal 20 Oktober juga masih lama, biarlah itu jadi hak perogratif seorang presiden," katanya.