Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Di-honda-kan pun jadilah

Larangan mengangkat guru agama baru yang dikeluarkan depag merugikan lulusan pga. karena itu kekurangan guru agama terjadi dimana-mana. lebih parah lagi, para orang tua melarang anaknya ke pga. (pdk)

24 April 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA terjadi peristiwa pemalsuan beslit pengangkatan guru agama Islam, Departemen Agama (Depag) sejak 1967 telah mengeluarkan larangan mengangkat guru-guru baru. Larangan itu ternyata tidak hanya berlaku buat guru agama Islam itu. Selain mengakibatkan hampir semua lulusan PGA (Pendidikan Guru Agama) baik yang Islam maupun Hindu (barangkali juga PGA Kristen) bertumpuk tidak bisa diangkat sebagai guru tetap, juga menyebabkan jumlah murid PGA semakin ciut. "Untuk apa payah-payah menyekolahkan anak selama enam tahun bila setelah itu menjadi penganggur", komentar beberapa orang tua murid di PGA Hindu negeri Singaraja, Bali. Jelas, bagi masyarakat penganut agama ini, yang menjadi penghuni hampir seluruh pulau itu, peraturan Depag yang lahir akibat ricuh pemalsuan beslit guru agama Islam, sangat merugikan. "Orang yang makan nangkanya, orang lain yang kena getahnya". ujar I Gde Puja MA, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu-Buddha, Depag. Tentu saja pada akhirnya, peraturan yang sampai kini belum dicabut itu, merugikan semua calon guru agama. Karena itu usaha untuk menjebol peraturan yang mengakibatkan kebutuhan guru agama jauh dari cukup itu, telah dilakukan dengan berbagai cara. DPR sudah dimintakan agar SK pelarangan pengangkatan pegawai baru itu segera ditinjau kembali. Sementara itu, "saya sudah berusaha bahkan mendesak Menteri Agama", ujar Gde Puja (TEMPO, 3 Januari 1976). Dan keinginan Gde Puja itu disokong oleh bukti adanya 1127 tamatan PGA Hindu yang sampai kini masih berstatus guru tidak tetap. Dari jumlah itu baru 36 saja yang diangkat sebagai pegawai negeri. Sedangkan dari jumlah SD di Bali yang berstatus negeri ada 1400 buah. Sehingga bila semua jumlah lulusan PGA Hindu itu diangkat menjadi pegawai negeri, masih belum mencukupi juga. Bicara kepada wartawan akhir Maret kemarin, Gde Puja juga bilang, permohonan pengangkatan guru agama di Bali pernah diusulkan oleh seorang anggota DPR dalam kesempatan rapat kerja dengan Menteri Agama. Katanya, pada waktu itu pun Mukti Ali tidak dapat menjanjikan apa-apa. Repot juga. Dari Jawa Nampaknya kekurangan guru agama (Hindu atau Islam) di mana-mana untuk sementara masih sulit dipenuhi. Tentu saja gejala serupa itu akan tidak sedap bila dibiarkan terus. Kalimantan Barat misalnya yang memiliki 197 guru agama, berarti hanya 11,3 prosen saja dari kebutuhan yan seharusnya. Di daerah itu kini terdapat tak kurang dari 1.466 buah SD Negeri. Belum terhitung SD Inpres dan yang swasta. Di Pontianak untuk melayani 66 SD Negeri plus 4 SD Inpres, hanya tersedia 32 orang guru agama. Masih mending sebenarnya bila dibandingkan dengan jumlah guru agama di luar ibukota propinsi itu. Di Kapuas Hulu dan Sintang, misalnya masing-masing cuma tersedia lima orang guru agama. Sehingga barangkali bisa diduga, di kabupaten-kabupaten yang telah lama diganggu gerombolan komunis itu, banyak sekolah yang tidak pernah mengecap pelajaran agama. Menteri Agama bukan tidak mafhum keadaan kurangnya guru-guru agama selama ini. Apalagi, Kepala PGA Negeri (6 tahun) Pontianak, M. Choesnan BA, katanya sudah melaporkan keadaan itu kepada Mukti Ali ketika Menteri datang ke sana. Tidak tanggung-tanggung Choesnan menyebutkan angka 1000 untuk jumlah guru agama yang dibutuhkan daerah itu. Sebab sekolah yang dipimpinnya sendiri, sejak 1966 baru menghasilkan 368 lulusan. Tapi karena sudah tidak diperkenankan mengangkat guru baru lagi, "sejak dulu jumlah guru agama tetap sebegitu saja", ujar Choesnan. Nah, karena sudah ada larangan pengangkatan guru tetap, seperti kejadian terhadap lulusan PGA Hindu Negeri di Bali yang akhirnya melamar sebagai guru umum, di Kalbar, guru-guru gama lulusan PGA itu juga banyak yang memilih menjadi guru umum. Dan gejala seperti itu menye- babkan jumlah calon guru agama lulusan P&A di Kalbar semakin mengecil. Sehingga bila memang nanti guru agama perlu ditambah, "mesti ada droping dari Jawa", ucap Choesnan lagi. Jaminan Hidup Belum ada catatan bahwa pulau Jawa memiliki kelebihan guru agama yang bisa diekspor ke pulau lain. Yang jelas keadaan seperti Kalbar atau Bali terjadi juga di Kepulauan Riau. Di sini dengan 200 buah SD baru tersedia guru agama sebanyak 160 orang. Melihat angka yang tentu saja tidak sebanding itu, menyebabkan dra. Roswita Suadi dari Komisi IV DPRD Kepulauan Riau melongok ke P&A Negeri Tanjung Pinang, akhir Januari kemarin. Dengan cepat wakil rakyat itu bisa menarik kesimpulan: sekolah agama itu kekurangan animo. PGA yang memiliki perlengkapan gedung yang permanen dan luas itu, memang terlalu besar untuk murid yang seluruhnya cuma 12 orang. "Banyak orang bila tidak melihat adanya jaminan hidup bagi anak-anaknya yang tamat dari-sekolah ini", ujar Firdaus OR, Kepala PGA, "bahkan sampai kini masih ada 200 orang lulusan PGA yang belum diangkat". Kini memang masalahnya terutama bagaimana agar yang 200 lulusan PGA itu bisa dimanfaatkan. Misalnya bisa saja ditugaskan mengajar di SD atau madrasah-madrasah yang jumlahnya ada 33 buah di Kepulauan Riau itu. Tapi siapa yang akan memikul honornya? Karena itu fihak Pemdalah yang diharapkan bisa meng-"honda"kan (honor daerah) calon-calon guru ayama itu. Sebab seperti kata seorang anggota wakil rakyat di komisi itu: "Tak mungkin pendidikan agama tidak diajarkan sama-sekali di SD".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus