Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LATIHAN tempur di Laut Sulawesi itu merisaukan TNI Angkatan Laut pada pertengahan Desember lalu. Satu kapal selam yang belum diketahui negara asalnya menyelinap di dasar samudra sebelah utara Sulawesi. Merayap di dasar laut yang bergeronjal, sosok kapal itu sempat terbaca sonar. Hanya sebentar, kemudian lenyap dari pantauan.
”Setiap latihan, kita pasti dibayangi kapal selam,” ujar Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Slamet Soebijanto, di atas kapal perang Dalpelle, saat menggelar latihan tempur itu. Sialnya, Angkatan Laut hanya bisa gigit jari. Jangankan mengusir, memantau kapal pengintip itu saja sulit. Apalagi, dua kapal selam milik Indonesia, Cakra dan Nenggala, sudah uzur. Kapal eks Jerman Timur itu umurnya hampir 30 tahun. Cakra kini masuk bengkel di Korea. Nenggala masih berstatus dalam perawatan.
Mungkin itu sebabnya, Angkatan Laut ingin segera menambah kapal selam. Awal bulan lalu, terlontar pernyataan Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat Laksamana Muda Tedjo Edhy Purdi Jatno. Angkatan Laut, kata Tedjo, akan membeli enam buah kapal selam dari Rusia. Empat kapal jenis Kilo dan dua kapal jenis Amur.
Rencana itu agaknya sudah mantap. Bahkan, kata Tedjo, semua kelengkapan sudah beres. ”Tinggal bilang, (kapal) itu sudah dikirim kemari,” katanya tiga pekan lalu. Rencana itu bahkan dipertegas lagi oleh juru bicara TNI AL, Laksamana Pertama Abdul Malik Yusuf. Menurut Malik, sampai 2024, Indonesia bahkan butuh 12 kapal selam dari Rusia.
Mengapa Rusia? Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Slamet Soebijanto beralasan, negeri itu punya reputasi armada laut yang hebat dan diperhitungkan. ”Selain itu, harganya lebih murah dari kapal buatan Jerman,” ujar Slamet di Markas Besar TNI AL di Cilangkap, awal bulan lalu. Bukan cuma kapal selam, dari Rusia, Angkatan Laut punya niat membeli dua kapal korvet dan satu kapal jenis destroyer.
Untuk TNI AL, Departemen Pertahanan memang sudah mengalokasikan kredit ekspor US$ 1,97 miliar selama lima tahun buat membeli senjata. Dari jumlah itu, US$ 750 juta direncanakan buat dua kapal selam jenis Amur buatan Rusia. September lalu, Menteri Koordinator Perekonomian, waktu itu Aburizal Bakrie, sudah menyetujui dana awal US$ 50 juta. Namun, belakangan, jumlah kapal selam bertambah jadi enam. Selain Amur, rencananya juga akan dibeli dua unit kapal selam bekas Kilo tipe 877. Dua lainnya, Kilo tipe 636 adalah kapal baru. ”Dengan harga US$ 750 juta itu, kita bisa dapat enam kapal selam,” ujar juru bicara TNI AL Laksamana Pertama Abdul Malik Yusuf.
Seorang ahli peralatan militer laut mengatakan, Kilo adalah kapal selam jenis penyerang dengan tonase di atas 4.000. Kilo tipe 636 adalah kapal selam penyerang, pengintai, plus patroli. ”Tapi, buat laut kita yang dangkal, tonasenya terlalu besar,” ujar sumber yang menolak namanya disebutkan. Dia mengatakan, Nenggala dan Cakra adalah tipe U 209 yang tonasenya cuma 1.300.
Kritik datang dari parlemen. Anggota Panitia Anggaran DPR RI Djoko Susilo tak habis pikir mengapa Kepala Staf Angkatan Laut gandrung dengan kapal selam Rusia. ”Padahal, kapal selam canggih masih banyak dari negara lain,” ujarnya. Apalagi, kalau lewat kredit ekspor, Djoko meragukan Rusia bisa menalangi pembayaran.
Dulu, pembelian dengan imbal beli dagang untuk jet tempur Sukhoi saja, kata Djoko, pembayarannya tak jelas sampai sekarang. Kredit ekspor memang bisa meminjam lewat negara ketiga, tapi, ”Bunganya pasti sangat tinggi.”
Anggota Komisi I DPR RI, Soeripto, juga mengernyitkan dahi. ”Seharusnya KSAL tak menyebut negara, tapi cukup spesifikasi kapal selamnya saja,” ujar anggota Partai Keadilan Sejahtera itu. Kalau pagi-pagi sudah sebut negara atau merek, kata Soeripto, orang curiga ada kolusi di balik rencana itu. Dia mengusulkan, agar transparan, tender dibuka bagi banyak negara. Selain Rusia, misalnya, dibuka peluang buat Prancis, Belanda, Cina, dan Korea.
Betapapun, kapal selam itu penting bagi TNI AL agar slogan ”di laut kita jaya” bukan omong kosong. Tapi, agar niat baik tak disangka buruk, keterbukaan juga penting. Untunglah, juru bicara TNI AL, Abdul Malik Yusuf, buru-buru menjelaskan maksud pernyataan KSAL itu. Keputusan membeli kapal selam dari Rusia, kata dia, belumlah final. ”Itu semua tergantung Departemen Pertahanan,” ujarnya.
Nezar Patria, Eko Nopiansyah, Fanny Febiani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo