Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sikap Senayan atas Perpu Tak Menentu

DPR tak kunjung mengambil keputusan terhadap Perpu Cipta Kerja. Dianggap sebagai bukti alasan pemerintah mengada-ada.

27 Januari 2023 | 00.00 WIB

Anggota DPR mengikuti rapat paripurna dengan agenda pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 5 Oktober 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Anggota DPR mengikuti rapat paripurna dengan agenda pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 5 Oktober 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • DPR belum menentukan agenda pembahasan Perpu Cipta Kerja.

  • Dalih pemerintah soal adanya kegentingan memaksa dianggap mengada-ada.

  • Demokrat dan PKS tetap menolak Perpu Cipta Kerja.

JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat hingga kini belum menentukan sikap mereka terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Hingga kemarin, rapat pimpinan Badan Musyawarah DPR untuk menindaklanjuti Perpu Cipta Kerja juga belum digelar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan surat dari pemerintah ihwal Perpu Cipta Kerja telah diterima sejak awal Januari 2022 saat Dewan tengah reses. Dia memastikan rapat pimpinan Badan Musyawarah akan segera digelar. "Jadi nanti akan dikaji lebih dulu di komisi teknis, dipilih alat kelengkapan dewannya, baru diparipurnakan," kata Dasco pada Kamis, 26 Januari 2023.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Walau begitu, dia tak dapat memastikan kapan pembahasan Perpu Cipta Kerja dimulai. "Kami akan segerakan, tapi belum bisa ditentukan kapan waktunya," kata politikus Partai Gerindra tersebut. 

Perpu Cipta Kerja ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2022. Peraturan pemerintah ini menggantikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) yang dinyatakan konstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.

Sejumlah kalangan mengkritik penerbitan perpu tersebut. Pemerintah dianggap mengulangi kesalahannya dalam membentuk UU Cipta Kerja yang tak melibatkan partisipasi publik. Perpu ini juga dianggap hanya mengubah redaksional sejumlah pasal sehingga substansinya dinilai sama bahayanya dengan UU Cipta Kerja.  

Massa dari Partai Buruh dan sejumlah serikat buruh menggelar aksi menolak Perpu Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda Arjuna, Jakarta, 14 Januari 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

Sesuai dengan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan pertama setelah diterbitkan oleh pemerintah. Pengajuan yang dimaksud berupa rancangan undang-undang tentang penetapan perpu. DPR, sesuai dengan Pasal 52, hanya memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap perpu tersebut. Perpu Cipta Kerja tetap berlaku meski DPR belum mengambil keputusan.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Supratman Andi Agtas, juga tak bisa memastikan kapan keputusan Dewan terhadap Perpu Cipta Kerja akan diambil. Menurut dia, pembahasan Perpu Cipta Kerja tidak akan dilakukan secara "ugal-ugalan" sehingga membutuhkan proses yang cukup lama. "Kepastian menerima atau menolak itu enggak bisa langsung kami nyatakan. Ada proses panjang, dan barulah bisa dibawa ke paripurna," kata Supratman.

Hal senada dilontarkan anggota Badan Legislasi DPR, Guspardi Gaus. Politikus Partai Amanat Nasional ini mengatakan pembahasan perpu di DPR bukan proses yang instan. Para anggota Dewan yang ditugaskan untuk membahasnya, kata Guspardi, akan mempertimbangkan segala aspek untuk menentukan pilihan menerima atau menolak Perpu Cipta Kerja menjadi undang-undang. "Golnya itu menerima atau menolak, jadi kami engak boleh subyektif dalam memutuskannya, harus dilakukan pengkajian," ujarnya. 

Meski demikian, Guspardi tidak yakin pembahasan Perpu Cipta Kerja kelak dilakukan lewat panitia kerja atau Badan Legislasi, sebagaimana saat pembentukan UU CK. "Tergantung rapat pimpinan, apakah nanti alat kelengkapan Dewan yang ditugaskan itu kami atau mau bentuk panitia khusus yang baru. Itu enggak bisa diprediksi," ujarnya. 

Bukti Dalih Pemerintah Mengada-ada

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menilai terkatung-katungnya keputusan DPR menunjukkan bahwa dalih pemerintah menerbitkan Perpu Cipta Kerja mengada-ada. Pemerintah menyatakan ada kegentingan yang memaksa sehingga perpu tersebut diperlukan. “Tapi pembahasan statusnya di DPR lama. Ini membuktikan alasan kegentingan yang memaksa untuk membuat perpu tersebut tidak ada dasar hukumnya," kata Isnur. 

Menurut Isnur, DPR semestinya memanfaatkan momentum pembahasan Perpu Cipta Kerja untuk menegaskan fungsinya sebagai lembaga pengawas pemerintah. Dewan, kata dia, harus kembali mempertanyakan urgensi pembuatan perpu tersebut kepada Presiden Joko Widodo sebelum memutuskan untuk menerima atau menolak. "DPR juga semestinya tersinggung. Kenapa? Karena hak legislasi, membuat undang-undang, itu kan ada di DPR," katanya. 

Isnur berharap DPR menebus kesalahannya dalam pembentukan UU Cipta Kerja. "Ini saatnya bagi DPR menebus kesalahannya dengan kembali mengoreksi UU Cipta Kerja seperti yang diminta oleh MK," ujarnya.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Muhammad Isnur (kiri), di kantor YLBHI, Jakarta. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Kemarin, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah masih menunggu Perpu Cipta Kerja untuk dibacakan dalam rapat paripurna DPR. Dia mengaku telah berkomunikasi dengan fraksi-fraksi di DPR untuk rencana agenda tersebut.

Airlangga berkukuh Perpu Cipta Kerja diperlukan sebagai salah satu penyangga ekonomi. Dia mengklaim investasi terhambat lantaran putusan MK juga melarang pembuatan atau perbaikan sejumlah peraturan pemerintah sebagai aturan turunan Cipta Kerja. "Kami melihat beberapa investasi terhambat karena PP-nya belum dibuat lagi ataupun perlu diperbaiki," katanya di Gedung AA Maramis, kompleks Kementerian Koordinator Perekonomian, kemarin.

Sementara itu, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, yang sejak awal menolak pengesahan UU CK, tak mengubah sikap mereka. Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Bambang Purwanto, mengatakan DPR harus berani menyatakan penolakan terhadap Perpu Cipta Kerja. Bambang menegaskan bahwa putusan MK menyatakan UU CK inkonstitusional dan harus diperbaiki. 

"Pemerintah mengeluarkan Perpu Cipta Kerja yang isinya sama dengan UU Cipta Kerja, artinya tetap tidak senapas dengan UUD 1945,” kata Bambang, yang juga mantan anggota Baleg DPR. “Pemerintah tidak taat dan patuh pada hukum jika begini."

Hal senada dilontarkan Wakil Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati. "Arahannya (MK) memperbaiki, bukan malah membuat Perpu Cipta Kerja untuk menggantikan,” katanya. “Ini menghilangkan peran DPR sama sekali."

ANDI ADAM FATURAHMAN 
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Andi Adam Faturahman

Andi Adam Faturahman

Berkarier di Tempo sejak 2022. Alumnus Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mpu Tantular, Jakarta, ini menulis laporan-laporan isu hukum, politik dan kesejahteraan rakyat. Aktif menjadi anggota Aliansi Jurnalis Independen

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus