Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

DPR: TNI di Jabatan Sipil yang Berbuat Jahat Tetap Diadili di Peradilan Militer

Meski jabatan sipil diperluas lewat revisi UU TNI, prajurit yang melakukan tindak pidana tetap diadili di peradilan militer. Apa pertimbangannya?

19 Maret 2025 | 15.11 WIB

Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin. Foto: Oji/nvl
material-symbols:fullscreenPerbesar
Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin. Foto: Oji/nvl

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Panitia kerja (Panja) Revisi Undang-Undang TNI pada Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat menegaskan bahwa prajurit aktif di lembaga sipil yang melakukan tindak pidana akan tetap diadili melalui mekanisme peradilan militer.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anggota Panja revisi UU TNI Tubagus Hasanuddin menjelaskan, secara prinsip, meski prajurit itu tengah menduduki lembaga sipil, tapi mereka menduduki pos jabatan yang diatur dalam UU TNI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Sehingga statusnya masih di peradilan militer. Nah, kalau prajurit yang mengundurkan diri (dari TNI), beda lagi," kata Hasanuddin melalui pesan singkat, Rabu, 19 Maret 2025.

Perbedaan yang dimaksud Hasanuddin adalah prajurit dapat diadili melalui mekanisme peradilan koneksitas. Peradilan koneksitas merupakan peradilan yang menggunakan dua mekanisme, yaitu peradilan umum dan militer.

Wakil Ketua Panja RUU TNI Dave Akbarshah Fikarno Laksono mengatakan mekanisme peradilan bagi prajurit akan diputus berdasarkan pertimbangan jenis pelanggaran masing-masing. "Jadi, enggak bisa dilihat secara general, tapi tergantung kasusnya," kata Dave.

Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan prajurit yang menduduki jabatan sipil akan diadili melalui mekanisme peradilan militer. Ia mengatakan ada koneksitas antarlembaga penegak hukum untuk mengadili prajurit yang melakukan tindak pidana.

"Yang namanya militer kan sudah jelas. Di Kejaksaan Agung itu ada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer karena masih ada koneksitas. Kedua di Mahkamah Agung juga ada ketua kamar pidana militer," kata Supratman.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan semestinya aturan peradilan prajurit menjadi pembahasan utama dalam agenda revisi Undang-Undang TNI. Isnur berpendapat perubahan mekanisme peradilan bagi prajurit TNI justru lebih mendesak dibandingkan memperlua jabatan sipil bagi prajurit di dalam revisi UU TNI.

"Harusnya revisi perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif juga diiringi ketentuan mekanisme peradilan yang selaras dengan kedudukannya," kata Isnur. Menurut dia, perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif tanpa adanya revisi peradilan justru menjadi untuk melanggengkan impunitas.

Andi Adam Faturahman

Berkarier di Tempo sejak 2022. Alumnus Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mpu Tantular, Jakarta, ini menulis laporan-laporan isu hukum, politik dan kesejahteraan rakyat. Aktif menjadi anggota Aliansi Jurnalis Independen

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus