PERTEMUAN para menteri luar negeri ASEAN di Bali, pekan ini, agak lain dari biasanya. "Kali ini kami bertemu untuk mempersiapkan diri menyambut kedatangan Presiden Reagan," kata Menlu Mochtar Kusumaatmadja. Maka, pembicaraan mengenai masalah Kamboja tak mendominasi agenda pertemuan di Pertamina Cottage itu. "Kami lebih banyak bicara soal ekonomi," tambah Mochtar. Kendati begitu, bukan berarti penderitaan rakyat Khmer tak diperhatikan. Sebuah pernyataan bersama tentang kemelut di kawasan ASEAN ini, seperti biasanya, tetap saja dikeluarkan. Isinya, tak berubah dari sikap ASEAN sebelum pertemuan: ASEAN tetap mengimbau Vietnam agar mengkaji kembali penolakannya atas usul 8 pasal yang dilontarkan pemerintah koalisi Kamboja, Maret lalu. Usul 8 pasal, sedikitnya, mempunyai dua kelebihan dibandingkan upaya penyelesaian masalah Kamboja sebelumnya. Yaitu masuknya Heng Samrin hingga menjadi koalisi 4 kubu, dan usul ini lahir dari rakyat Khmer sendiri. "Sejak awal ASEAN menganggap masalah Kamboja harus diselesaikan oleh rakyatnya sendiri. Karena itu, usul ini sangat kita dukung," kata Mochtar Tapi, sikap Vietnam sebaliknya. Dalam pembicaraan dengan Menlu Muangthai Sidhi Savetsila, awal April, Menlu Vietnam Nguyen Co Thach menyatakan penolakan negerinya atas usul itu untuk kedua kalinya. Tak banyak harapan dapat digali dari kemungkinan Vietnam akan mengubah sikapnya. Tapi, seperti dikatakan seorang pejabat ASEAN, "Menghadapi Vietnam itu harus sabar dan konsisten." Dalam hal ini strategi jangka panjang yang digunakan adalah terus mencoba meyakinkan Vietnam bahwa sikapnya itu merugikan dirinya sendiri. Terutama, karena isolasi internasional terhadap Vietnam akan menghambat pembangunan nasional. Sementara itu, negara lain di kawasan Asia Tenggara terus maju dalam pembangunan ekonomi mereka. Upaya pengembangan perekonomian memang mendapat perhatian besar dalam pertemuan ini. Mengingat AS adalah pasaran terbesar dari berbagai komoditi ASEAN. Apalagi, akhir-akhir ini, terdapat kecenderungan di AS untuk meningkatkan proteksi bagi industri dalam negerinya. Suatu hal yang semakin menyulitkan ASEAN dalam mengatasi kemelut resesi ekonomi. Barangkali itulah sebabnya mengapa ASEAN memutuskan dua topik utama saja dalam pembicaraan dengan Reagan. "Satu topik berupa masukan bagi Reagan untuk menghadapi KTT Tokyo, dan satu lagi menyangkut hubungan ekonomi ASEAN-AS," kata juru bicara Deplu Hasyim Djalal. ASEAN juga mengimbau negara-negara industri agar perbaikan keadaan ekonomi mereka ditularkan pada negara Dunia Ketiga. Khusus bagi AS, ASEAN menyatakan dukungannya kepada sikap Reagan yang antiproteksionisme. Agaknya, ASEAN cukup sadar akan ketidakseimbangan hubungan ekonominya dengan AS. Karena itu, ASEAN tidak mengambil sikap konfrontatif. Bagaimanapun ASEAN, secara ekonomi, lebih bergantung pada AS daripada sebaliknya. Pembicaraan mengenai masalah ekonomi ini dengan AS jatuh di pundak Singapura untuk mewakili ASEAN. Pilihan yang wajar mengingat negara ini dianggap paling piawai dalam soal-soal bisnis. Bisa diduga, masalah utama dalam bidang ini adalah soal terbantingnya harga komoditi yang memukul pendapatan ekspor kebanyakan anggota ASEAN. Dan AS diimbau untuk melonggarkan kuotanya bagi produksi industri ringan ASEAN. Sementara itu, AS diduga akan mengimbau ASEAN untuk lebih menghormati produk-produk intelektual, seperti program komputer, dari pembajakan. Di bidang politik, ada beberapa masalah yang dibicarakan. Muangthai mewakili ASEAN dalam membicarakan masalah Kamboja. Maklum, negara ini yang paling terkena getahnya akibat pertikaian Kamboja. Indonesia berbicara dalam masalah strategi yang lebih luas. Brunei kebagian tugas merangkum semua persoalan. Sedangkan Filipina mendapat tugas membuka pembicaraan - tugas kehormatan seremonial yang mungkin dianggap paling cocok bagi negara yang baru dilanda revolusi ini. Besar dugaan, AS akan mencoba mempromosikan sikapnya terhadap terorisme dalam pembicaraan ini. Tapi ASEAN sudah siap untuk menjawabnya. "Masalah teror tidak masuk dalam agenda," kata Mochtar. Lagi pula, ASEAN sudah jelas-jelas mengutuk terorisme. "Saya rasa Qadhafi juga mengutuk terorisme," tambah Mochtar, tertawa. Bambang Harymurti (Denpasar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini