Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kotak Pandora di Panama

Sejumlah pengusaha Indonesia mendirikan perusahaan cangkang di wilayah negeri suaka pajak. Di antaranya Oentoro Surya, Tomy Winata, Sugianto Kusuma, dan James Riady.

11 April 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HEBOH Panama Papers membuat grup diskusi WhatsApp "Asosiasi Dana Pensiun" ramai. Pembicaraan makin riuh setelah anggota Asosiasi menemukan pemilik perusahaan tempat mereka menaruh dana investasi mendirikan perusahaan cangkang di British Virgin Islands. Kabar itu memberi angin segar kepada tim yang menelisik dana investasi yang macet.

Hampir tujuh tahun PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk dan PT Berlian Laju Tanker Tbk gagal melunasi surat utang yang dibeli puluhan anggota Asosiasi Dana Pensiun. Gonjang-ganjing Panama Papers membuat anggota Asosiasi berinisiatif mencari nama pemilik Arpeni dan Berlian di dokumen itu. "Diskusi jadi ramai karena kami ikut membahas Panama Papers," kata Direktur Utama PT Dana Pensiun ASDP Indonesia Ferry Agustono, salah satu pengurus Asosiasi, Kamis pekan lalu.

Setelah mengunduh dokumen dari situs The International Consortium of Investigative Journalist (ICIJ), beberapa anggota tim menemukan Oentoro Surya, pemilik sekaligus Komisaris Utama Arpeni, memiliki perusahaan cangkang di luar negeri. Tapi dokumen yang mereka unduh bukan Panama Papers, melainkan Offshore Leaks, yang dirilis tiga tahun lalu. Di dokumen ini memang ada 2.961 nama perusahaan dan pengusaha Indonesia.

Tergabung dalam kolaborasi investigasi bersama ICIJ, Tempo menemukan jejak Oentoro memang terekam di antara jutaan dokumen finansial firma hukum Mossack Fonseca yang bocor—yang kini dikenal dengan Panama Papers. Dokumen itu menyebutkan Oentoro pernah menggunakan jasa Mossack Fonseca cabang Singapura untuk mendirikan perusahaan di British Virgin Islands. Perusahaan bernama Kingsquest Group Limited ini didaftarkan pada 26 Februari 2009. Oentoro—bersama anggota keluarganya, Mia Sitaresmi Surya dan Joy Paramita Surya—tercatat sebagai shareholder di Kingsquest, yang bergerak di bisnis investasi.

Di Kingsquest, Oentoro menyetorkan modal US$ 3. Adapun Joy dan Mia masing-masing menyetor US$ 1. Dalam sebuah surat elektronik, ketiganya meminta kepada Fonseca agar nama dan identitas mereka tidak disebutkan sebagai pemilik atau perwakilan Kingsquest. Selain memiliki Arpeni Pratama Ocean Line, keluarga Surya pendiri Berlian Laju Tanker. Hadi Surya, kakak Oentoro, yang mengendalikan Berlian.

Pendirian perusahaan cangkang itu hanya berselang satu tahun setelah Arpeni menerbitkan obligasi Rp 750 miliar. Pada tahun yang sama, Berlian menerbitkan surat utang Rp 700 miliar. Moncernya bisnis jasa angkutan laut membuat surat utang yang diterbitkan kedua perusahaan menjadi daya tarik perusahaan investasi, termasuk dana pensiun.

Sebanyak 45 perusahaan dana pensiun membeli obligasi Berlian sebesar Rp 139,6 miliar. Sedangkan 35 perusahaan dana pensiun membeli surat utang Arpeni. Investasi perusahaan dana pensiun yang dicurahkan di Arpeni, kata Ferry Agustono, tidak sebesar di Berlian. "Mungkin setengahnya," ujarnya.

Pada tahun yang sama dengan saat Oentoro mendaftarkan Kingsquest di British Virgin Islands, bunga obligasi Arpeni jatuh tempo. Namun manajemen tak kunjung melunasi. Padahal kas Arpeni mencapai US$ 70 juta per 30 Juni 2009. Tidak ada penjelasan dari manajemen atas keengganan membayar bunga.

Bandelnya Arpeni memicu Bursa Efek Indonesia menghentikan perdagangan saham perseroan berkode APOL itu pada Desember 2009. Hingga saat ini, Arpeni masih kesulitan membayar utang sehingga suspensi sahamnya belum dicabut. Dalam laporan keuangan kuartal ketiga 2015, Arpeni memiliki utang obligasi dan wesel bayar jangka pendek Rp 2,4 triliun serta pinjaman bank Rp 1,9 triliun. Gagal bayar Arpeni menular ke Berlian Laju Tanker. Bursa Efek membekukan perdagangan saham berkode BLTA pada 2012.

Pengurus Asosiasi Dana Pensiun Indonesia mengatakan ketidakmampuan bayar utang kedua perusahaan itu diduga akibat kesalahan manajemen. Untuk mengumpulkan bukti, Asosiasi membentuk tim kecil. Salah satu anggota tim ini berusaha menelisik nama anggota keluarga Surya setelah Panama Papers bikin geger, Senin pekan lalu.

Kehebohan Offshore Leaks dan Panama Papers membuat Ferry Agustono berencana menanyakan maksud Oentoro mendirikan perusahaan cangkang dalam rapat umum pemegang obligasi. "Akan kami tanyakan soal perusahaan tersebut," ujarnya.

Heidy, Sekretaris Perusahaan Arpeni Pratama Ocean Line, membenarkan kabar bahwa Oentoro pernah mendirikan Kingsquest Group Limited. Perusahaan ini, kata dia, disiapkan untuk membeli kapal berbendera asing. Namun rencana itu tidak pernah terealisasi karena terjadi krisis keuangan global pada 2008. "Manajemen memutuskan tidak menambah kapal lagi dan menutup perusahaan (Kingsquest) pada 2013," katanya.

Pengusaha Indonesia yang jejaknya tercatat di Panama Papers bukan hanya keluarga Surya. Dokumen itu menunjukkan pendiri Artha Graha Group, Tomy Winata, dan bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma, pernah menjadi Direktur Well Treasure Limited sejak November 1996.

Tomy dan Aguan—panggilan Sugianto—menjadi direktur setelah Peh Kong Wan mengundurkan diri. Perusahaan dengan modal US$ 50 ribu itu bergerak di sektor investasi. Empat tahun kemudian, Mossack Fonseca di Panama meminta kantor cabang di British Virgin Islands menutup dokumen yang berkaitan dengan Well Treasure Limited. Fonseca menerima komisi US$ 800 untuk jasa pembubaran ini.

Tidak hanya di Well Treasure Limited, nama Aguan juga tercatat dalam sejumlah perusahaan cangkang dan terlibat beberapa transaksi. Nama Aguan, misalnya, tertera saat Goldman Financial Limited membayar komisi kepada Registry of Corporate Affair BVI Financial Services Commission senilai US$ 5.260 melalui Commonwealth Management Limited.

Jejak Aguan terekam saat meneken surat kuasa perjanjian kredit US$ 3 juta pada Oktober 2001. International Factors (Singapore) Limited yang mencurahkan kredit tersebut. Dalam perjanjian itu, pria yang beralamat di Pluit, Jakarta Utara, ini menempati posisi Direktur Goldman Financial Limited. Adapun anaknya, Alex Kusuma, sebagai pihak yang bertanggung jawab.

Satu bulan kemudian, perjanjian kredit dieksekusi. Aguan bertindak sebagai penjamin pribadi. Dana itu ditempatkan di GBI Realty Pte Ltd, Singapura. Surat kabar The Straits Times menyebutkan GBI Realty merupakan usaha patungan antara Goldman Financial dan Boustead Singapore.

Tomy mengaku sudah lupa pernah mendirikan Well Treasure Limited. Namun ia memastikan pendirian perusahaan itu bukan upaya menghindar dari kewajiban pajak. Hingga akhir pekan lalu, Aguan belum bisa dimintai keterangan. Ia belum membalas surat permohonan wawancara yang diajukan.

Pemilik Grup Lippo, James Riady, juga tercatat dalam Panama Papers. Putra Mochtar Riady ini memiliki saham Golden Walk Enterprise Limited pada 2011. Putranya, John Riady, juga tercatat sebagai pemilik Phoenix Pacific Enterprise Limited di British Virgin Islands. Salah seorang anggota keluarga Riady memberikan keterangan off the record menanggapi temuan ini.

Nama Direktur PT Indofood Sukses Makmur, Franciscus Welirang, juga terseret Panama Papers. Ia tercatat sebagai pemegang saham Azzorine Limited. Nama Franciscus tak langsung tercatat sebagai klien Mossack Fonseca. Dia terafiliasi melalui BOS Trust Company (Jersey) Limited, yang menjadi klien Mossack Fonseca sejak 2013. Franciscus awalnya menyangkal, tapi belakangan membenarkan. "Iya benar, itu memang perusahaan saya," ujarnya. Dia menegaskan bahwa Azzorine adalah perusahaan tanpa investasi, yang disebutnya "perusahaan satu dolar". Dia juga memastikan taat membayar pajak di Indonesia.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, menyebutkan setidaknya ada tiga tujuan pengusaha atau perusahaan mendirikan perusahaan offshore, yakni untuk kepentingan bisnis, menyembunyikan kekayaan, dan menghindari pajak. Pendirian perusahaan untuk tujuan bisnis, kata dia, biasanya bertujuan melokalisasi risiko bisnis. Tapi, dari tiga modus itu, "Menyembunyikan kekayaan dan menghindari pajak adalah modus yang sering dipilih," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus