Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Enam Polisi Terbukti Melanggar Prosedur Penanganan Demonstrasi

Enam selongsong peluru berbeda ukuran ditemukan di lokasi demonstrasi mahasiswa.

4 Oktober 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Personel Tim Inafis menemukan selongsong peluru saat olah TKP tertembaknya Almarhum Immawan Randi di Jalan Abdulah Silondae, Kendari, Sulawesi Tenggar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI memeriksa enam polisi yang membawa senjata api saat menangani demonstrasi mahasiswa di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Tenggara, Kamis pekan lalu. Menurut Kepala Biro Provost Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Brigadir Jenderal Hendro Pandowo, sesuai dengan hasil pemeriksaan lembaganya, keenam polisi tersebut dinyatakan terbukti melanggar prosedur operasional standar (SOP) penanganan demonstrasi serta dinyatakan tidak disiplin. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Setelah olah tempat kejadian perkara dan pemeriksaan saksi, terbukti 6 personel melanggar instruksi Kapolri mengenai prosedur pengamanan unjuk rasa. Padahal Kapolri tegas melarang personel membawa senjata api," kata Hendro di Markas Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keenam polisi itu berinisial DK, GM, MI, MA, H, dan E. Mereka berasal dari satuan intelijen dan reserse di Polda Sulawesi Tenggara dan Kepolisian Resor Kendari. Hendro mengatakan keenam polisi itu membawa senjata api laras pendek jenis SNW, HS, dan MAG saat mengamankan demonstrasi mahasiswa di gedung DPRD Sulawesi Tenggara.

Ia mengatakan Propam belum memutuskan status mereka karena terlebih dulu akan melakukan olah tempat kejadian perkara, memeriksa saksi-saksi, serta gelar perkara. "Setelah gelar perkara, kami akan menentukan keenamnya sebagai tersangka. Segera kami berkas, kemudian disidangkan, lalu disampaikan kepada rekan media dan masyarakat," katanya.

Demonstrasi mahasiswa di gedung DPRD Sulawesi Tenggara, Kamis pekan lalu, yang menentang perubahan ketiga Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan rencana pengesahan sejumlah rancangan undang-undang bermasalah, berlangsung ricuh. Dua mahasiswa Universitas Haluoleo bernama Immawan Randi dan Muhammad Yusuf Kardawi tewas saat berunjuk rasa dan di rumah sakit. Randi tertembak di bagian dada kanan dan Yusuf penuh luka di kepala karena benda tumpul.

Polri mengusut peristiwa ini dengan membentuk tim gabungan. Saat olah tempat kejadian perkara, Sabtu lalu, polisi menemukan tiga selongsong peluru berdiameter 9 milimeter. Selongsong peluru itu tengah diperiksa di Pusat Laboratorium Forensik Makassar. Kepala Polda Sulawesi Tenggara, Brigadir Jenderal Merdiasyam, mengatakan kepolisian serius mengusut kasus ini. "Kegiatan ini ada pengawasan eksternal, seperti Ombudsman, Komisi Kepolisian Nasional, dan masyarakat," katanya.

Pengacara dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kendari, Sukdar, mengatakan sudah berkoordinasi dengan tim investigasi kepolisian soal bukti dan saksi dari mahasiswa. "Ada dua saksi tadi ikut olah TKP dan rekonstruksi kejadian untuk mencocokkan keterangan dari saksi," katanya.

Adapun bukti yang dimiliki mahasiswa berupa dua buah selongsong peluru yang ditemukan di lokasi demonstrasi. Kedua selongsong peluru itu berdiameter 9 milimeter, serupa temuan polisi. "Ini kami simpan sebagai barang bukti dan akan kami serahkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia," kata Ramli, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Haluoleo.

Sampai saat ini, ada enam selongsong peluru yang ditemukan di lokasi demonstrasi mahasiswa. Satu lagi ditemukan oleh Saharuddin, 39 tahun, warga Perumahan Nasional Kecamatan Kadia, Kendari. Selongsong peluru temuan Saharuddin berukuran panjang 2 sentimeter. Pada rim selongsong tertulis angka 5 dan 3 serta huruf K. Ukuran selongsong ini berbeda dengan temuan polisi. Saharuddin menyerahkan selongsong peluru tersebut ke Ombudsman Perwakilan Sulawesi Tenggara. ROSNIAWANTI FIKRI (KENDARI) | RUSMAN PARAQBUEQ


Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus