Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Buntut pagar laut, pengaplingan wilayah laut kini tidak hanya terjadi di Tangerang, tetapi juga ditemukan di perairan Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan data dari laman bhumi.atrbpn.go.id, terdapat dua bidang di wilayah perairan Selat Madura yang berstatus Hak Guna Bangunan (HGB).
Bidang pertama, dengan Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) 00182, memiliki luas 2.851.652 meter persegi (285 hektare) yang mencakup wilayah daratan Kecamatan Sedati hingga ke laut lepas. Bidang kedua, dengan NIB 00030, seluas 1.523.655 meter persegi (152 hektare), membentang di wilayah laut dan sebagian menyentuh daratan Sidoarjo.
DPRD Jatim Sebut Adanya Pelanggaran Aturan Tata Ruang
Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Deni Wicaksono, menyoroti keberadaan HGB seluas total 656 hektare di laut Sidoarjo. Menurutnya, hal ini melanggar aturan tata ruang dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 85/PUU-XI/2013, yang melarang pemanfaatan ruang perairan untuk HGB.
“Di atas laut mana pun, kami melihat ini sebagai pelanggaran serius. Putusan MK melarang HGB di atas perairan. Kami akan segera memanggil Pemprov Jatim dan BPN Jatim untuk meminta penjelasan,” ujar Deni, Selasa, 21 Januari 2025.
Deni juga mempertanyakan keabsahan dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) terkait penerbitan HGB tersebut. Jika dokumen itu tidak ada, menurutnya, penerbitan HGB ini adalah pelanggaran berat yang tidak boleh dibiarkan.
Ia menambahkan bahwa kawasan mangrove yang terdampak pengaplingan ini berpotensi kehilangan fungsinya sebagai pelindung ekosistem laut dan mitigasi perubahan iklim. DPRD Jatim berkomitmen untuk meminta pembatalan HGB tersebut dan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat.
Pemilik HGB Adalah 2 Perusahaan
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Timur, Lampri, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan investigasi terkait tiga sertifikat HGB di wilayah laut Sidoarjo. Ketiga HGB tersebut dimiliki oleh dua perusahaan, yaitu PT Surya Inti Permata dan PT Semeru Cemerlang.
“PT Surya Inti Permata memiliki dua HGB dengan luas 285,16 hektare dan 219,31 hektare. Sedangkan PT Semeru Cemerlang memiliki HGB seluas 152,36 hektare. Total keseluruhannya mencapai 656 hektare,” kata Lampri.
Lampri menjelaskan, HGB tersebut diterbitkan pada tahun 1996 dan akan berakhir pada 2026. Investigasi lebih lanjut dilakukan untuk menentukan peruntukan tanah tersebut, termasuk dugaan bahwa kawasan ini mengalami abrasi.
“Kami masih mencari dokumen terkait dan akan membatalkan HGB tersebut jika ditemukan pelanggaran. Namun, kami harus menunggu hasil investigasi lapangan sebelum mengambil langkah hukum,” tambahnya.
Skenario Penyelesaian oleh Pemerintah
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Nusron Wahid, menyatakan pemerintah memiliki dua skenario untuk menyelesaikan masalah ini. Pertama, tidak memperpanjang izin HGB yang akan berakhir pada 2025. Kedua, menghentikan izin HGB karena wilayah tersebut telah masuk kategori tanah musnah akibat abrasi.
“Jika tanah masuk kategori tanah musnah, pemerintah berhak menghentikan aktivitas perusahaan,” ujar Nusron. Ia menegaskan bahwa pemerintah akan memanggil perusahaan terkait untuk klarifikasi sebelum mengambil keputusan.
Respon Pemprov Jatim
Penjabat Gubernur Jawa Timur, Adhy Karyono, mengatakan bahwa pihaknya menunggu hasil verifikasi dari BPN Jatim. “Jika ada pelanggaran, sanksinya akan mengikuti kebijakan pemerintah pusat,” katanya. Adhy juga menegaskan bahwa Pemprov Jatim hanya berwenang menangani tata ruang laut, sedangkan izin HGB menjadi kewenangan pusat.
Sapto Yunus, Hendrik Yaputra, dan Hanaa Septiana berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Dedi Mulyadi Minta Pagar Laut di Bekasi Segera Dibongkar, 2 Perusahaan Dianggap Tak Punya Izin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini