Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah memblokir situs Raidforums, tempat data pribadi peserta BPJS Kesehatan diperjualbelikan.
Pemerintah memblokir tiga tautan yang digunakan untuk mengunduh data pribadi yang bocor, yaitu Bayfiles.com, Mega.nz, dan Anonfiles.com.
DPR mendorong percepatan pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi untuk mencegah pengulangan kebocoran data pribadi.
JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika mengantisipasi kebocoran data pribadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan agar tidak tersebar lebih luas. Juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dedy Permadi, mengatakan langkah pertama yang dilakukan lembaganya adalah memblokir Raidforums dan sebuah akun bernama Kotz.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Raidforums merupakan situs tempat tersebarnya data pribadi yang diduga milik para peserta BPJS Kesehatan. Lalu Kotz merupakan pihak yang menyebarkan dan menjual data pribadi itu lewat Raidforums.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di samping itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir tiga tautan yang digunakan untuk mengunduh data pribadi yang bocor tersebut. Tiga tautan itu adalah Bayfiles.com, Mega.nz, dan Anonfiles.com.
Langkah lainnya, kata Dedy, Kementerian Komunikasi memanggil direksi BPJS Kesehatan untuk membicarakan pembobolan data pribadi tersebut, Jumat pekan lalu. “BPJS segera akan memastikan dan menguji ulang data pribadi yang diduga bocor,” kata Dedy, Sabtu lalu. “Investigasi yang dilakukan oleh tim internal BPJS ini akan selalu dikoordinasikan dengan Kementerian Kominfo serta Badan Siber dan Sandi Negara.”
Dedy mengatakan lembaganya telah mengidentifikasi jumlah data lebih besar yang diduga bocor dari sebelumnya hanya ratusan ribu sampel data. Lalu Kementerian Komunikasi memperluas investigasi terhadap satu juta data yang diklaim oleh penjual sebagai sampel.
Karyawan tengah melintas di depan spanduk BPJS di Kantor Pusat BPJS, Jakarta. Tempo/Tony Hartawan
Dedy menjelaskan, lembaganya belum dapat memastikan apakah data pribadi yang bocor dan diperjualbelikan itu merupakan data BPJS Kesehatan. Ia berdalih, hingga saat ini, dugaan kebocoran data BPJS Kesehatan itu masih dalam tahap dugaan sehingga perlu diinvestigasi lebih lanjut. “Tunggu investigasi. Itu secara teknis butuh proses panjang,” ujarnya.
Jumat pekan lalu, akun Kotz lewat situs Raidforums mengklaim memiliki 279 juta data penduduk Indonesia yang diduga berasal dari data peserta BPJS Kesehatan. Data itu berisi nomor induk kependudukan, kartu tanda penduduk, nomor telepon, e-mail, nama, alamat, dan penghasilan. Berbagai jenis data ini identik dengan data peserta BPJS Kesehatan.
Jutaan data itu dijual oleh pengguna forum dengan nama id Kotz. Akun ini menyebutkan bahwa data tersebut sudah termasuk data penduduk yang telah meninggal. Kotz pun merilis satu juta sampel data secara gratis untuk diuji.
Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan pihaknya tengah menelusuri lebih lanjut apakah data yang bocor tersebut berasal dari lembaganya atau bukan. BPJS Kesehatan mengerahkan tim khusus untuk sesegera mungkin melacak dan menemukan sumbernya. "Perlu kami tegaskan bahwa BPJS Kesehatan konsisten memastikan keamanan data peserta," kata Iqbal.
Kebocoran data ini bukan yang pertama kali. Data pribadi sekitar 130 ribu pengguna Facebook di Indonesia juga diduga bocor dan disebarluaskan di sebuah situs pada April lalu. Kemudian data 5,8 juta pengguna aplikasi RedDoorz di Indonesia juga diduga bocor dan diperjualbelikan pada September 2020.
Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat menanggapi kebocoran data pribadi yang berulang kali terjadi ini. Anggota Komisi I dari Partai Golkar, Christina Aryani, mengatakan pemerintah dan BPJS Kesehatan harus menginformasikan ke publik mengenai kebocoran data itu jika sudah dapat dikonfirmasi validitasnya. Tujuannya agar masyarakat berhati-hati terhadap kemungkinan data pribadi mereka akan disalahgunakan oleh pihak tertentu.
Christina juga meminta pemerintah menginvestigasi pelaku pembocor data tersebut serta memastikannya dijerat pidana. Menurut Christina, dugaan kebocoran data BPJS Kesehatan ini menegaskan urgensi kebutuhan terhadap Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Saat ini Komisi I DPR tengah membahas Rancangan UU Perlindungan Data Pribadi tersebut.
Anggota Panitia Kerja RUU Perlindungan Data Pribadi ini mengatakan Panja RUU Perlindungan Data Pribadi sudah bekerja maraton membahas RUU tersebut sejak September 2020. RUU ini sudah dibahas selama dua masa sidang dan belum juga tuntas. Dengan demikian, Panja menunggu keputusan rapat Badan Musyawarah DPR untuk mengagendakan perpanjangan pembahasan RUU melalui rapat paripurna.
Menurut Christina, masih ada dua hal krusial dalam RUU yang belum disepakati oleh Panja DPR dan pemerintah. Dua poin itu adalah keberadaan Komisi Perlindungan Data dan segregasi data.
“Kami menginginkan komisi itu independen, sementara pemerintah menginginkan berada di bawah Kementerian Kominfo,” kata Christina.
Mengenai segregasi data, Christina menjelaskan, perusahaan teknologi menerapkan personalisasi pada platform, sehingga produk atau iklan yang tampil disesuaikan dengan minat konsumen. Data yang dipersonalisasi itu bisa dijual oleh perusahaan. “Kami berpendapat ini perlu diatur,” ujarnya.
Senada dengan Christina, anggota Panja RUU Perlindungan Data Pribadi dari Partai Keadilan Sejahtera, Sukamta, mengatakan dugaan kebocoran data BPJS Kesehatan menjadi tamparan bagi semua pihak. Ia pun menegaskan kondisi itu menguatkan pendapat bahwa urusan perlindungan data harus ditangani oleh lembaga independen, meski pemerintah menginginkan berada di bawah Kementerian Komunikasi.
“Ini harus segera ketemu kesepakatannya agar upaya perlindungan data pribadi bisa memiliki payung hukum yang kuat terhadap badan privat,” katanya.
Wakil Ketua Fraksi PKS di DPR tersebut mengatakan pemerintah harus menginvestigasi dugaan kebocoran data BPJS ini. Selain itu, kata Sukamta, pemerintah harus melakukan langkah mitigasi agar dapat menghentikan penyebaran data yang sudah telanjur bocor, lalu data itu segera dimusnahkan. Pemerintah juga harus menyiapkan langkah pencegahan agar kebocoran data pribadi tidak berulang. “Ini alarm bagi Indonesia,” ujarnya.
DIKO OKTARA | ANDITA RAHMA | M ROSSENO AJI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo