Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Hawke ditunggu di canberra

Pernyataan PM. Bob Hawke dalam kunjungannya di Indonesia, tentang timor timur, dikecam di negerinya. (nas)

11 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MINGGU sore itu ia muncul tanpa jas. Mengenakan celana kelabu dan kemeja putih lengan panjang dengan dasi abu-abu berbintik merah, Perdana Menteri Australia Bob Hawke mungkin merupakan kepala pemenntahan asing pertama yang mengadakan pertemuan pers di Wisma Negara dengan begitu informal. Itu memang watak Hawke, pemimpin Partai Buruh Australia yang dalam pemilu bulan Maret lalu secara mengejutkan mengalahkan PM Malcolm Fraser. Dengan santai dan terbuka, ia menjawab pertanyaan para wartawan. Empat jam setelah konperensi pers itu, Hawke mengakhiri kunjungan tiga harinya di Jakarta, yang dimulai Jumat sore pekan lalu. Kebanyakan pertanyaan wartawan berkisar mengenai sikap Australia tentang Timor Timur. Ini bisa dimengerti. Dalam tujuh tahun terakhir, masalah Tim-Tim bagaikan awan gelap yang memayungi hubungan Indonesia-Australia. Dan Hawke, setelah berkuasa, tampaknya berusaha menghembus bersih mendung itu. Itu tampak tatkala dalam jamuan makan malam di Istana Negara, Sabtu malam, Hawke mengatakan bahwa perkembangan di Tim-Tim pada akhir 1976 dan 1977 menandai kemunduran dalam hubungan kedua negara. "Namun saya percaya pada kemampuan kita untuk memecahkan perbedaan (pendapat) tersebut, dan meninggalkannya di belakang, hingga tidak lagi merintangi hubungan penting kita di masa mendatang," katanya. "Australia," lanjut Hawke, "menerima dan ingin mendorong usaha-usaha yang telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk memperbaiki hubungan, dan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat Timor Timur setelah berabad-abad dijajah." Hawke kemudian menjanjikan sumbangan Australia sebesar US$1,5 juta pada program Palang Merah Internasional dan organisasi bantuan internasional Unicef bagi Tim-Tim. Dalam konperensi persnya, Hawke ternyata tak beranjak dari pernyataan Menlu Bill Hayden sewaktu berkunjung ke sini April lalu. "Sebagaimana dikatakan Hayden kami menerima apa yang terjadi dan keadaan sekarang (di Timor Timur). Tapi setelah menerima fakta ini, kami menyatakan penyesalan yang mendalam karena belum adanya tindak penentuan nasib sendiri rakyat Timor Timur yang diakui kalangan internasional." Mengenai rencana kunjungan misi parlemen Australia ke Timor Timur Juli mendatang, Hawke berharap agar kunjungan itu akan dapat menambah pengertian tentang apa yang terjadi di Tim-Tim, dan membuat penilaian tentang upaya memaukan kepentingan masyarakat di sana. "Mudah-mudahan suatu perdebatan dapat dilangsungkan (di Australia), yang akan mengarah pada sikap pemerintah Australia dalam sidang umum PBB mengenai masalah ini," ujar Hawke. Pernyataan Hawke itu ternyata mengundang tanggapan yang keras di negaranya sendiri. Ken Fry, anggota Parlemen dari Canberra yang tergolong sayap kiri Partai Buruh, mengatakan, "pernyataan-pernyataan Hawke di Jakarta merupakan penjauhan dari kebijaksanaan partai." Fraksi-fraksi dalam Partai Buruh, katanya, dapat terpecah akibat pernyataan itu. Partai Buruh, sebelum memenangkan pemilu, memang mempunyai kebijaksanaan yang "keras" terhadap masalah Tim-Tim. Mereka tidak mengakui penggabungan Timor Timur pada Indonesia dan menuntut dilaksanakannya hak menentukan nasib sendiri oleh rakyat Tim-Tim. Namun setelah berkuasa, PM Hawke dan Menlu Hayden tampaknya menganggap keputusan itu menyulitkan posisi pemerintah yang berkuasa. Dan ingin mengubahnya. Itu jelas kelihatan dalam serangkaian wawancaranya sebelum meninggalkan Australia pekan lalu. Hawke, misalnya, mengatakan: kebijaksanaan yang diambil dalam konperensi Partai Buruh tahun lalu itu, "diputuskan pada saat tertentu." Karenanya "kita harus mendasarkan pembicaraan pada (kenyataan) sekarang dan kemungkinan masa mendatang." Ditambahkannya lagi, "jika Anda menolak mempunyai hubungan normal dengan suatu negara semata-mata karena tidak bisa sepenuhnya menerima tindakannya pada suatu waktu, saya dapat mengatakan, Australia hanya akan punya hubungan dengan sedikit negara di dunia." Kecaman pada Hawke, seperti dilaporkan koresponden TEMPO di Canberra, Zulaekha Chudori, juga datang dari George Preston, ketua Perkumpulan Australia-Timor Timur. Hari Minggu lalu, lewat radio dan televisi, ia menyatakan mendukung kebijaksanaan Partai Buruh mengenai Tim-Tim, tapi bukan "oposisi yang diambil Hawke di Jakarta." Ia, lagi-lagi, juga memperingatkan adanya ancaman agresi Indonesia ke Papua Nugini. Kecemasan yang sama juga diutarakan oleh Senator Mason, juru bicara urusan luar negeri Partai Demokrat Australia. Namun ada juga yang mendukung Hawke. Pemimpin oposisi Andrew Peacock yang semasa pemerintahan Fraser pernah menjabat menlu dan beberapa kaii mengunjungi Indonesia, Senin malam lalu mengatakan, pada prinsipnya ia mendukung pernyataan Hawke. Toh ia mengecam Partai Buruh. "Seharusnya mereka sudah berunding dahulu tentang kebijaksanaan luar negerinya sebelum perjalanan Hawke ke manca negara," ujarnya. Beberapa koran berpengaruh di Australia juga memberi reaksi mendukung pernyataan Hawke. Mereka menyatakan, tidak ada alternatif lain yang bisa dilakukan. "Ini adalah jalan yang realistis," tulis koran-koran itu. "Kita harus menerima kenyataan bahwa Australia telah gagal untuk secara efektif mendukung diadakannya penentuan nasib sendiri bagi rakyat Timor Timur." Tampaknya setelah kunjungan 18 harinya ke Port Moresby, Jakarta, Washington, Paris, dan Toronto, Hawke harus bersiap menghadapi kemungkinan retaknya partainya. Buat Indonesia, sikap Australia dalam Sidang Umum PBB Oktober nanti dianggap sangat penting. Menlu Mochtar Kusumaatmadja dalam wawancaranya dengan Radio ABC pekan lalu mengatakan: Selama tiga tahun berturut-turut dalam perdebatan mengenai masalah Tim-Tim di SU PBB, Australia selalu mendukung Indonesia. "Jika sikap Australia berubah, perubahan itu secara keseluruhan mempunyai arti yang sangat dalam, terutama karena Australia adalah negara tetangga terdekat Indonesia," ujar Mochtar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus