Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Imparsial menyoroti pasal karet dalam beleid pembentukan Dewan Pertahanan Nasional oleh Presiden Prabowo Subianto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hussein Ahmad, Wakil Direktur Imparsial, mengatakan pembentukan Dewan Pertahanan Nasional melampaui kewenangan yang diberikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dimandatkan pembentukan Dewan Pertahanan Nasional. Berdasarkan naskah Perpres Dewan Pertahanan Nasional yang dilihat Tempo, terdapat penambahan kewenangan yang multi-interpretatif dan sangat luas, yakni “pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden” sebagaimana disebut dalam Pasal 3 huruf F Perpres.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami memandang, penambahan wewenang ini tidak sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara,” kata Hussein kepada Tempo, Selasa, 17 Desember 2024.
Padahal, kata Hussein, Dewan Pertahanan Nasional sifatnya hanya sebagai lembaga penasihat Presiden di bidang pertahanan. Dalam Pasal 15 UU Pertahanan disebutkan “Dalam menetapkan kebijakan umum pertahanan negara, Presiden dibantu oleh Dewan Pertahanan Nasional”.
Adapun Dewan Pertahanan Nasional menurut Pasal 15 UU Pertahanan berfungsi hanya sebatas penasihat Presiden dalam menetapkan kebijakan umum pertahanan dan pengerahan komponen pertahanan serta bertugas untuk menelaah, menilai dan menyusun kebijakan terpadu di bidang pertahanan. “Selain itu penambahan wewenang yang luas untuk melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh Presiden sesungguhnya bersifat karet sehingga dapat menimbulkan multiinterpretasi,” kata Hussein.
Imparsial menilai, luasnya kewenangan Dewan Pertahanan Nasional berpotensi disalahgunakan. Dengan kewenangan yang luas dan multiinterpretasi tersebut, DPN berpotensi menjadi lembaga superbody yang bisa mengancam demokrasi.
Hussein mengingatkan pada masa Orde Baru terdapat lembaga serupa yang memiliki kewenangan luas, seperti Dewan Pertahanan Nasional, yakni Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Ia menyebut Kopkamtib saat itu menjadi lembaga yang melindungi kekuasaan Orde Baru dan melakukan berbagai kekerasan dan pelanggaran HAM.
“Kami menilai, pembentukan lembaga baru seperti Dewan Pertahanan Nasional harus selaras dengan aturan perundang-undangan yang ada dan didasarkan pada prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governnance),” kata Hussein.
Dewan Pertahanan Nasional tidak boleh diberikan kewenangan yang melampaui pengaturan dalam undang-undang. Selain itu, Perpres terkait DPN tidak secara tegas mengakomodir keterwakilan pakar atau ahli dan masyarakat sipil di dalam lembaga tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat (4) perpres tentang DPN.
“Pembentukan Dewan Pertahanan Nasional harus benar-benar ditujukan untuk kepentingan pertahanan negara, memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, bukan untuk kepentingan politik kekuasaan,” ujar Hussein. “Untuk itu perlu dihindari pengaturan terkait Dewan Pertahanan Nasional yang bersifat karet dan berpotensi disalahgunakan.”
Presiden Prabowo Subianto mengangkat Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Ketua Harian Dewan Pertahanan Nasional di Istana Negara, Jakarta, Senin siang, 16 Desember 2024. Presiden juga melantik Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan sebagai Sekretaris DPN.
Pelantikan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 87M Tahun 2024 tentang Pengangkatan Ketua Harian dan Sekretaris Dewan Pertahanan Nasional.
“Demi Allah saya bersumpah, bahwa saya akan setia kepada UUD RI 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya demi darma bakti saya kepada bangsa dan negara,” kata Sjafrie dan Donny saat membacakan sumpah yang dipandu oleh Presiden Prabowo.
Pembentukan DPN ini dinilai tumpang tindih dengan Dewan Ketahanan Nasional. Namun Istana Kepresidenan menjelaskan perbedaan Dewan Pertahanan Nasional yang baru dibentuk Presiden Prabowo Subianto dengan Dewan Ketahanan Nasional yang sudah ada.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengatakan Dewan Pertahanan Nasional atau DPN lebih berfokus pada pertahanan secara holistik. Sementara Dewan Ketahanan Nasional atau Wantannas lebih kepada sektor ketahanan dan keamanan.
“Jadi kalau di Dewan Ketahanan Nasional mungkin masih ada unsur Polri. Kalau di Dewan Pertahanan Nasional ini memang karena pertahanan. Itu memang lebih diberikan pada aspek TNI,” kata Hasan kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Senin, 16 Desember 2024.
Hasan menjelaskan DPN bertugas memberikan pertimbangan dan masukan strategi kebijakan untuk pertahanan nasional. Ketua DPN adalah Presiden Prabowo Subianto dengan anggota tetap menteri pertahanan, menteri luar negeri, menteri dalam negeri, menteri keuangan, menteri sekretaris negara.
“Nanti juga akan ada anggota tidak tetap dari kementerian lain yang tergantung situasinya,” ujar Hasan.
Hal yang membedakan, kata Hasan, DPN memiliki ketua harian yang dijabat menteri pertahanan. Sementara Sekretaris DPN dijabat wakil menteri pertahanan. DPN juga memiliki tiga deputi, yakni deputi geostrategi, deputi geopolitik, dan deputi ekonomi.
Perbedaan lain adalah DPN bertugas merumuskan pertimbangan apabila ada ancaman dan bagaimana skema pengerahan. Selain itu, kata Hasan, posisi Presiden dan menteri pertahanan sebagai ketua DPN sifatnya strategis.
Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: PDIP Pecat Jokowi, Bahlil: Golkar Terbuka bagi Semua Anak Bangsa