Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kontroversi Lanjutan Impor Dokter Asing

Organisasi profesi menilai banyak bahaya dari rencana impor dokter asing. Sampel genetik masyarakat bisa diboyong ke luar negeri.

8 Juli 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi dokter sedang memeriksa pasien di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA), Jakarta, 12 Januari 2023. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Rasio dokter di Indonesia masih di bawah standar WHO.

  • Distribusi dokter tidak merata di seluruh wilayah Indonesia.

  • Impor dokter asing dinilai bukan solusi tepat.

SILANG pendapat mengenai rencana pemerintah membuka izin praktik bagi dokter dan tenaga kesehatan dari luar negeri di Indonesia kembali mencuat. Organisasi profesi kedokteran menentang agenda impor dokter asing tersebut karena bakal lebih banyak dampak buruk dibanding sisi positifnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presidium Dokter Indonesia Bersatu (DIB) Agung Sapta Adi mengatakan rencana impor dokter asing akan sangat berbahaya bagi pertahanan negara. Sebab, dokter asing itu berpeluang mengambil genom—keseluruhan rangkaian struktur deoxyribonucleic acid (DNA) di dalam sel—masyarakat Indonesia, lalu memboyongnya ke luar negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ada kekhawatiran mengenai keamanan data genom masyarakat kita," kata Agung, Ahad, 7 Juli 2024.

Ia mengatakan Indonesia berada dalam bahaya jika data genetik masyarakat diketahui pihak luar. Mereka akan meneliti data genetik untuk mengetahui kerentanan yang terdapat dalam tubuh. "Sehingga yang kami khawatirkan apakah dokter luar negeri memiliki integritas dan akuntabilitas dalam melayani," ujar dokter yang juga anggota Ikatan Dokter Indonesia ini.

Agung menjelaskan, tanpa impor dokter asing saja, data genetik masyarakat Indonesia sudah berpotensi dipindahkan ke luar negeri. Sebab, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan mengizinkan transfer data genetik ke luar negeri.

Juru bicara IDI, Mahesa Paranadipa Maikel, sependapat dengan Agung. Mahesa mengatakan dokter domestik dan organisasi profesi sesungguhnya tidak menolak sepenuhnya keberadaan dokter luar negeri untuk berpraktik di Tanah Air. Tapi ia menilai opsi impor dokter asing bukan solusi terbaik untuk mengatasi kekurangan dokter ataupun kesenjangan distribusi dokter.

Mahesa berpendapat, solusi untuk mengatasi kekurangan dokter spesialis di beberapa daerah adalah mendistribusikannya secara merata. Lalu pemerintah mendorong percepatan pendidikan calon dokter spesialis di lingkungan universitas. "Percepatan lain yang dapat dilakukan adalah membenahi sarana dan prasarana sehingga proses distribusinya dapat dilakukan merata dengan jumlah dokter saat ini," ucapnya.

Ia mengatakan kebijakan pembukaan izin praktik bagi dokter dan tenaga medis asing semestinya diatur dengan ketat untuk mencegah penyelewengan, termasuk pengawasannya. Mahesa pun menyarankan penerbitan surat tanda registrasi (STR) dan surat izin praktik (SIP) bagi dokter asing tidak diterbitkan Kementerian Kesehatan.

Kontroversi rencana impor dokter asing ini berawal dari agenda pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menyusun omnibus law Undang-Undang Kesehatan. Dalam rancangan undang-undang itu sudah diatur berbagai ketentuan yang mengizinkan dokter asing berpraktik di Indonesia. Dewan lantas mengesahkan undang-undang tersebut pada 2023.

Sengkarut impor dokter asing ini kembali mengemuka setelah rektorat Universitas Airlangga, Surabaya, mencopot Budi Santoso dari jabatan Dekan Fakultas Kedokteran pada 3 Juli 2024. Budi menduga ia diberhentikan akibat sejumlah pernyataannya yang menolak keras pemberian izin praktik bagi dokter luar negeri di Indonesia. Ia menolak agenda itu karena dokter di Indonesia masih mampu memenuhi kebutuhan layanan kesehatan pasien domestik.

Aksi sejumlah sivitas akademika mendesak rektorat mengembalikan jabatan Budi Santoso sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga sampai masa jabatannya berakhir di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, 4 Juli 2024. ANTARA/Didik Suhartono

Ketua Pusat Komunikasi dan Informasi Publik Universitas Airlangga Martha Kurnia Kusumawardani membantah dugaan tersebut. Ia mengatakan Budi diberhentikan karena kampusnya menerapkan tata kelembagaan yang lebih baik. "Ini merupakan kebijakan internal untuk menerapkan tata kelola yang lebih baik guna penguatan kelembagaan, khususnya di lingkungan Fakultas Kedokteran Unair," ucapnya.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi juga mengatakan pemberhentian Budi tidak berkaitan dengan sikapnya yang kerap menolak rencana impor dokter asing. Nadia juga menepis anggapan bahwa Kementerian Kesehatan terlibat dalam pencopotan Budi. "Itu keputusan internal Universitas Airlangga. Tidak ada kaitannya dengan kami serta sikap yang bersangkutan," katanya.

Kepentingan Investasi di Balik Impor Dokter Asing

Ketua Umum Pengurus Besar IDI Adib Khumaidi mempertanyakan alasan pemerintah mengimpor dokter asing lantaran banyak layanan kesehatan yang kekurangan dokter spesialis. Adib justru menduga impor dokter asing bertujuan meningkatkan investasi.

"Apa impor dokter ini merupakan upaya pemerintah menggenjot investasi kesehatan? Jika iya, ini tidak boleh dilakukan," ujarnya.

Ketua Umum Dokter Indonesia Bersatu Eva Sri Diana mengatakan kekurangan jumlah dokter spesialis merupakan alasan yang cukup pelik untuk melegitimasi impor dokter asing. Ia menyarankan pemerintah memperbaiki tata kelola fasilitas kesehatan agar distribusi dokter ke seluruh wilayah Tanah Air dapat berjalan optimal. "Banyak hal yang membuat dokter kita malas berdinas di luar kota, di antaranya sarana dan prasarana yang tidak mumpuni," ucapnya.

Menurut Eva, jika Indonesia kekurangan dokter spesialis, semestinya pemerintah tidak membuka keran impor dokter asing. Pemerintah seharusnya menambah anggaran untuk melatih calon dokter spesialis. "Seharusnya uang kuliah tunggal di perguruan tinggi dapat disesuaikan agar banyak calon potensial kita yang bisa meneruskan pendidikan," tuturnya.

Ilustrasi dokter dan tenaga kesehatan melakukan pemeriksaan medis menggunakan teknologi PET CT-SCAN di Bandung, Jawa Barat, 12 Juni 2024. ANTARA/Novrian Arbi

Siti Nadia Tarmizi mengatakan impor dokter asing merupakan upaya alternatif pemerintah memenuhi kebutuhan dokter spesialis di Indonesia. Sejumlah provinsi di Tanah Air masih kekurangan dokter spesialis.

Di samping itu, rasio dokter di Indonesia masih dibawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 1 dokter per 1.000 penduduk. Saat ini rasio dokter hanya 0,47 dokter per 1.000 penduduk. Adapun rasio rata-rata dokter di dunia 1,76 per 1.000 penduduk. 

Menuru Nadia, izin pembukaan praktik bagi dokter luar negeri akan berpijak pada Undang-Undang Kesehatan. Pasal 246 Undang-Undang Kesehatan mengatur dokter luar negeri yang mengenyam pendidikan di Indonesia wajib memiliki STR dan SIP sebelum berpraktik. Lalu Pasal 248 mengatur dokter luar negeri dapat diberi izin praktik di Indonesia setelah memiliki kompetensi dan sudah mengikuti evaluasi kompetensi. "Izin akan diberikan apabila ada institusi yang membutuhkan. Jadi tidak bisa mengajukan atau membuka praktik mandiri," katanya.

Nadia juga menjamin tak akan terjadi pencurian sampel genetik ketika dokter asing diberi izin praktik di Indonesia. Ia mengatakan pemerintah akan memperketat pemberian izin lewat peraturan pemerintah dan peraturan Menteri Kesehatan. Pemerintah tengah menyiapkan peraturan tersebut.

"Soal spesimen genetik, aturannya amat ketat karena tidak hanya melibatkan Kementerian Kesehatan, tapi juga pihak lain, misalnya Direktorat Jenderal Bea-Cukai," katanya.

Nadia membantah tudingan bahwa agenda impor dokter asing itu untuk kepentingan investasi. Ia mengatakan pemerintah perlu menambah jumlah dokter spesialis untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan bagi masyarakat. Pemerintah, kata dia, tidak mungkin menunggu kampus melahirkan calon dokter spesialis dalam rentang waktu 5-10 tahun ke depan. "Apakah kita mesti menunggu selama itu untuk memperbaiki layanan kesehatan kita?" ujarnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus