Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian berencana meminta penjelasan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi soal tunjangan kinerja (tukin) dosen yang anggarannya tidak ada pada 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dosen-dosen juga tentunya sama seperti guru. Mereka itu juga patut kita perhatikan, baik itu kesejahterannya, perlindungannya, pengakuannya," kata Hetifah saat ditemui di Kantor Kemendikdasmen, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 7 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Politikus Partai Golkar tersebut menyatakan dosen perlu mendapatkan motivasi dan penghargaan atas kontribusinya. Hal ini termasuk pemberian hak-hak mereka, seperti tunjangan kinerja.
Hetifah berencana untuk bertemu langsung dengan pihak Kemendiktisaintek setelah masa reses DPR RI berakhir pada 20 Januari 2024. Pertemuan tersebut kata Hetifah akan membahas soal perkembangan terakhir dan kondisi terkait tidak adanya anggaran soal tukin pada 2025.
"Konon regulasinya tidak mengatur dosen sebagai bagian, misalnya, dari pegawai dan sebagainya. Nanti kami minta penjelasan dulu, jadi mudah-mudahan lah nanti secepatnya," kata dia.
Sebelumnya Kemendiktisaintek mengatakan tidak ada anggaran tunjangan kinerja atau tukin untuk para dosen pada 2025.
Pelaksana tugas Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek Togar Mangihut Simatupang mengatakan Menteri Diktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro sebenarnya sudah mengupayakan anggaran tukin tersebut sebesar Rp 2,8 triliun.
"Kami sudah sampaikan juga oleh Pak Menteri di interview di salah satu TV swasta ya. Jadi itu belum ada anggarannya," kata Togar dalam Taklimat Media Kemendiktisaintek 2025, di Graha Diktisaintek, Jakarta, Jumat, 3 Januari 2025.
Togar menjelaskan bahwa salah satu alasan Kemendiktisaintek tidak mendapatkan anggaran tukin adalah karena seringnya terjadi perubahan nomenklatur, mulai dari Distekdikti (Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi), Dikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), hingga akhirnya menjadi Dikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi). Padahal, kata Togar, regulasinya sudah ada sejak tahun 2023.
Togar menjelaskan bahwa akibat perubahan nomenklatur, Kementerian Keuangan sempat meminta kejelasan untuk menyesuaikan nomenklatur dengan yang berlaku saat ini. Namun, Kemendiktisaintek tidak melakukan perubahan apa pun, sehingga tunjangan kinerja tidak bisa dianggarkan.
"Bagaimana kita bisa menganggarkan kalau nomenklaturnya itu dan kejelasan kebijakan itu tidak ada," ucap dia.