Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

IPS pun masuk ABRI

Mulai tahun 1981 akabri bagian kepolisian menerima lulusan sma ips. lulusan akabri kepolisian langsung terjun ke masyarakat.(pdk)

2 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA yang memilih jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SMA memang seperti masuk kotak dibatasi bidang kelanjutannya. Fakultas kedokteran atau teknik, misalnya, tak akan menerima mereka. Sebaliknya yang dari SMA IPA (llmu Pengetahuan Alam) ke mana pun dibolehkan. Fakultas ekonomi atau sastra atau sosial menerimanya dengan pintu terbuka. Tapi mulai tahun ini, setelah sekitar 15 tahun tertutup bagi anak IPS, Akabri (Akademi Angkatan Bersenjata RI) Bagian Kepolisian menerima pula "anak-anak sosial" itu. "Perubahan itu hanya dimaksud agar polisi lebih mengenal masyarakat," kata Gubernur Akabri Kepolisian, Brigjen Polisi Noerjono. Dibanding Akabri yang lain (Darat, Laut dan Udara), yang Kepolisian memang lain. "Begitu lulus, bekas mahasiswa Akabri yang lain langsung masuk tangsi. Tapi yang dari Kepolisian justru langsung terjun ke masyarakat," tambah Noerjono. Itulah sebabnya kini Akabri Kepolisian (yang dulu di Sukabumi, dan sejak tahun lalu berkampus baru di daerah Candi, Semarang), kurikulumnya ,akan lebih menekankan bidang sosial. Meski kepada pembantu TEMPO di Semarang dengan tegas Noerjono mengatakan pula: "Mata kuliah kejuangannya tak akan terganggu dengan diperbanyaknya mata kuliah sosial." Sesungguhnya sejak awalnya kurikulum Akabri Kepolisian sekitar 70% menyangkut ilmu sosial: tentang undang-undang, tentang ketertiban masyarakat, tentang hukum adat, hukum perburuhan dan banyak lagi. Inti kurikulumnya memang "membina keamanandan ketertiban masyarakat," kata Letjen J. Henuhili, 53 tahun, yang baru tahun ini diangkat Komandan enderal (Danjen) Akabri menggantikan Letjen Susilo Sudarman. Tentu saja untuk tes masuknya nanti akan ada perbedaan materi tes -- bagi yang dari IPS dan IPA. Meski dalam ruang kuliah mereka tak akan dibedakan. Mungkin yang lulusan IPS terpaksa harus menambah pelajaran yang menyangkut IPA, tutur ubernur Akabri Kepolisian itu. Hal itu mengingatkan ke masa sebelum ada peleburan pendidikan perwira ABRI menjadi Akabri -- 1966. Ketika keempat angkatan masih mendidik calon perwiranya sendiri-sendiri (ada Akademi Militer Nasional), PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian) sudah menerima lulusan SMA bagian A dan C (budaya dan sosial). Dengan syarat: mereka harus menempuh kuliah tambahan yang menyangkut ilmu eksakta yang diperlukan. Waktu itu PTIK masih mendidik calon sarjana dari tingkat pertama. Setelah terbentuk Akabri, PTIK hanya menerima mahasiswa yang telah seting kat sarjana muda saja. Tapi perubahan di Akabri Kepolisian kini tak ada sangkut pautnya dengan PTIK -- yang kini pun cenderung menekankan bidang sosiologi (TEMPO 21 Maret). Terdepaknya anak IPS dari Akabri Kepolisian waktu itu, agaknya demi kepraktisan saja. Soalnya, menurut Henuhili, "kalau selama ini Akabri hanya menerima lulusan IPA, adalah bahwa jurusan ini nyatanya bisa masuk ke semua bidang," katanya. Tahun ini di Akabri Kepolisian dididik 350 lebih taruna. Sejak 1971, tahun pertama Akabri meluluskan perwira mudanya, dari bagian Kepolisian telah diluluskan sekitar 2 ribu perwira muda. Dosen hampir separuhnya dari kalangan sipil: 37 dari sekitar 80 orang. Untuk 1981, Akabri Kepolisian akan menerima calon taruna 170 orang. Adapun ketiga bagian Akabri yang lain "teup jurusan IPA merupakan syarat utamanya," kata Henuhili, yang tahun lalu masih sebagai Kepala Pusat Cadang an Nasional. Soalnya di situ pelajaran erat hubungannya dengan peralaun dan teknologi modern yang menuntut pengetahuan dasar eksakta. Tampsk Berwibawa Jadi diterimanya kembali anak lPS bukan karena terpaksa -- karena Akabri kekurangan peminat. Diakui Henuhili, di awal 70-an peminat memang menurun. Tapi jumlah penerimaan calon memang diturunkan. Menurut data yang diperoleh TEMPO, 1971 Akabri menerima 800 calon taruna, 1972 hanya 542 dan tahun berikutnya pas 500. Menurut Letjen Susilo Sudarman, yang kini Pangkowilhan I, kepada TEMPO beberapa waktu yang lalu, pernah dibutuhkan 400 calon taruna, tapi yang memenuhi syarat ternyata hanya sekitar 280. Tapi beberapa uhun terakhir ini Akabri tak kesulitan mencari calon. Misalnya: 1978 hanya diterima 300 calon. Tahun 1979 ternyata target 900 orang terpenuhi. Yang menarik adalah tanggapan anak-anak SMA IPS sendiri. Meski berita akan diterimanya anak IPS di Akabri Kepolisian belum tersebar luas, Totok Ismanto, siswa IPS dari SMAN VII Surabaya, bersorak. "Sewaktu saya ditetapkan hanya bisa masuk jurusan IPS, cita-cita hendak masuk Akabri saya lupakan," tuturnya dengan gembira. "Kini, ya tentu saya pikirkan lagi." Teman Totok, Zaenal, sejak duduk di SMP telah ingin seperti taruna Akabri yang di jalanjalan "tampak berwibawa" itu. Kebetulan orangtuanya pun merestui cita-cita anaknya. "Alasan orangtua saya, masuk Akabri biayanya murah, dan kalau sudah diterima mendapat uang saku." Di Bandung Agung Hernafi siswa IPS SMAN V langsung memberikan komentr: "Wah, ini bisa menaikkan gengsi anak IPS." Meski ia sendiri terpaksa batal masuk Akabri, karena ia anak sulung. Juga teman Agung, Mulyanto, anak IPS dari SMAN III Bandung. Meski ia tahu citra Polri sedang disorot masyarakat dengan adanya beberapa kasus, ia tetap akan mendaftar ke Akabri Kepolisian. "Siapa lagi yang harus memperbaiki citra itu kalau bukan kita," katanya yakin. Ia memang putra ketiga seorang perwira polisi. Tentang citra Polri itu, anak-anak SMAN Bulungan (SMAN VI, IX dan XI) Jakarta, juga paham. Menurut seorang siswa IPA SMAN VI, teman-temannya agaknya tak suka masuk Akabri. "Habis citra ABRI kini 'kan merosot, apalagi kepolisiannya," katanya di Gelanggang Remaja Bulungan. Tentang anak IPS yang mungkin berminat masuk Akabri Kepolisian, komentarnya: "Wah, sedikit sekali saya kira yang mau masuk." Soalnya, menurut pengamatannya, anak-anak IPS lebih suka terjun dalam bidang kesenian dan sastra. Tim olahraga kebanyakan didominasi anak IPA. "Kalau olahraga saja tak begitu suka, apa mereka suka ke Akabri?" tanyanya. Ini juga berarti, masuk IPS dengan demikian juga bukan terpaksa -- tapi karena kesenangan. Dalam pertandingan basket di Bulungan pekan lalu, kebanyakan pemain memang anak IPA. Dan mereka nampaknya acuh tak acuh ditanya tentang minat masuk Akabri. Kecuali seorang yang bertubuh gempal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus