MEREKA yang memilih jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di
SMA memang seperti masuk kotak dibatasi bidang kelanjutannya.
Fakultas kedokteran atau teknik, misalnya, tak akan menerima
mereka. Sebaliknya yang dari SMA IPA (llmu Pengetahuan Alam) ke
mana pun dibolehkan. Fakultas ekonomi atau sastra atau sosial
menerimanya dengan pintu terbuka.
Tapi mulai tahun ini, setelah sekitar 15 tahun tertutup bagi
anak IPS, Akabri (Akademi Angkatan Bersenjata RI) Bagian
Kepolisian menerima pula "anak-anak sosial" itu. "Perubahan itu
hanya dimaksud agar polisi lebih mengenal masyarakat," kata
Gubernur Akabri Kepolisian, Brigjen Polisi Noerjono.
Dibanding Akabri yang lain (Darat, Laut dan Udara), yang
Kepolisian memang lain. "Begitu lulus, bekas mahasiswa Akabri
yang lain langsung masuk tangsi. Tapi yang dari Kepolisian
justru langsung terjun ke masyarakat," tambah Noerjono. Itulah
sebabnya kini Akabri Kepolisian (yang dulu di Sukabumi, dan
sejak tahun lalu berkampus baru di daerah Candi, Semarang),
kurikulumnya ,akan lebih menekankan bidang sosial. Meski kepada
pembantu TEMPO di Semarang dengan tegas Noerjono mengatakan
pula: "Mata kuliah kejuangannya tak akan terganggu dengan
diperbanyaknya mata kuliah sosial."
Sesungguhnya sejak awalnya kurikulum Akabri Kepolisian sekitar
70% menyangkut ilmu sosial: tentang undang-undang, tentang
ketertiban masyarakat, tentang hukum adat, hukum perburuhan dan
banyak lagi. Inti kurikulumnya memang "membina keamanandan
ketertiban masyarakat," kata Letjen J. Henuhili, 53 tahun, yang
baru tahun ini diangkat Komandan enderal (Danjen) Akabri
menggantikan Letjen Susilo Sudarman.
Tentu saja untuk tes masuknya nanti akan ada perbedaan materi
tes -- bagi yang dari IPS dan IPA. Meski dalam ruang kuliah
mereka tak akan dibedakan. Mungkin yang lulusan IPS terpaksa
harus menambah pelajaran yang menyangkut IPA, tutur ubernur
Akabri Kepolisian itu.
Hal itu mengingatkan ke masa sebelum ada peleburan pendidikan
perwira ABRI menjadi Akabri -- 1966. Ketika keempat angkatan
masih mendidik calon perwiranya sendiri-sendiri (ada Akademi
Militer Nasional), PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian) sudah
menerima lulusan SMA bagian A dan C (budaya dan sosial). Dengan
syarat: mereka harus menempuh kuliah tambahan yang menyangkut
ilmu eksakta yang diperlukan.
Waktu itu PTIK masih mendidik calon sarjana dari tingkat
pertama. Setelah terbentuk Akabri, PTIK hanya menerima mahasiswa
yang telah seting kat sarjana muda saja. Tapi perubahan di
Akabri Kepolisian kini tak ada sangkut pautnya dengan PTIK --
yang kini pun cenderung menekankan bidang sosiologi (TEMPO 21
Maret).
Terdepaknya anak IPS dari Akabri Kepolisian waktu itu, agaknya
demi kepraktisan saja. Soalnya, menurut Henuhili, "kalau selama
ini Akabri hanya menerima lulusan IPA, adalah bahwa jurusan ini
nyatanya bisa masuk ke semua bidang," katanya.
Tahun ini di Akabri Kepolisian dididik 350 lebih taruna. Sejak
1971, tahun pertama Akabri meluluskan perwira mudanya, dari
bagian Kepolisian telah diluluskan sekitar 2 ribu perwira muda.
Dosen hampir separuhnya dari kalangan sipil: 37 dari sekitar 80
orang. Untuk 1981, Akabri Kepolisian akan menerima calon taruna
170 orang.
Adapun ketiga bagian Akabri yang lain "teup jurusan IPA
merupakan syarat utamanya," kata Henuhili, yang tahun lalu masih
sebagai Kepala Pusat Cadang an Nasional. Soalnya di situ
pelajaran erat hubungannya dengan peralaun dan teknologi modern
yang menuntut pengetahuan dasar eksakta.
Tampsk Berwibawa
Jadi diterimanya kembali anak lPS bukan karena terpaksa --
karena Akabri kekurangan peminat. Diakui Henuhili, di awal 70-an
peminat memang menurun. Tapi jumlah penerimaan calon memang
diturunkan. Menurut data yang diperoleh TEMPO, 1971 Akabri
menerima 800 calon taruna, 1972 hanya 542 dan tahun berikutnya
pas 500. Menurut Letjen Susilo Sudarman, yang kini Pangkowilhan
I, kepada TEMPO beberapa waktu yang lalu, pernah dibutuhkan 400
calon taruna, tapi yang memenuhi syarat ternyata hanya sekitar
280.
Tapi beberapa uhun terakhir ini Akabri tak kesulitan mencari
calon. Misalnya: 1978 hanya diterima 300 calon. Tahun 1979
ternyata target 900 orang terpenuhi.
Yang menarik adalah tanggapan anak-anak SMA IPS sendiri. Meski
berita akan diterimanya anak IPS di Akabri Kepolisian belum
tersebar luas, Totok Ismanto, siswa IPS dari SMAN VII Surabaya,
bersorak. "Sewaktu saya ditetapkan hanya bisa masuk jurusan
IPS, cita-cita hendak masuk Akabri saya lupakan," tuturnya
dengan gembira. "Kini, ya tentu saya pikirkan lagi."
Teman Totok, Zaenal, sejak duduk di SMP telah ingin seperti
taruna Akabri yang di jalanjalan "tampak berwibawa" itu.
Kebetulan orangtuanya pun merestui cita-cita anaknya. "Alasan
orangtua saya, masuk Akabri biayanya murah, dan kalau sudah
diterima mendapat uang saku."
Di Bandung Agung Hernafi siswa IPS SMAN V langsung memberikan
komentr: "Wah, ini bisa menaikkan gengsi anak IPS." Meski ia
sendiri terpaksa batal masuk Akabri, karena ia anak sulung.
Juga teman Agung, Mulyanto, anak IPS dari SMAN III Bandung.
Meski ia tahu citra Polri sedang disorot masyarakat dengan
adanya beberapa kasus, ia tetap akan mendaftar ke Akabri
Kepolisian. "Siapa lagi yang harus memperbaiki citra itu kalau
bukan kita," katanya yakin. Ia memang putra ketiga seorang
perwira polisi.
Tentang citra Polri itu, anak-anak SMAN Bulungan (SMAN VI, IX
dan XI) Jakarta, juga paham. Menurut seorang siswa IPA SMAN VI,
teman-temannya agaknya tak suka masuk Akabri. "Habis citra ABRI
kini 'kan merosot, apalagi kepolisiannya," katanya di Gelanggang
Remaja Bulungan.
Tentang anak IPS yang mungkin berminat masuk Akabri Kepolisian,
komentarnya: "Wah, sedikit sekali saya kira yang mau masuk."
Soalnya, menurut pengamatannya, anak-anak IPS lebih suka terjun
dalam bidang kesenian dan sastra. Tim olahraga kebanyakan
didominasi anak IPA. "Kalau olahraga saja tak begitu suka, apa
mereka suka ke Akabri?" tanyanya. Ini juga berarti, masuk IPS
dengan demikian juga bukan terpaksa -- tapi karena kesenangan.
Dalam pertandingan basket di Bulungan pekan lalu, kebanyakan
pemain memang anak IPA. Dan mereka nampaknya acuh tak acuh
ditanya tentang minat masuk Akabri. Kecuali seorang yang
bertubuh gempal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini