Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Dewan Perwakilan Rakyat menepis tudingan lembaga internasional ihwal muatan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru saja disahkan. Mereka mengklaim muatan KUHP tetap mengadopsi berbagai konvensi internasional dan tidak melanggar HAM.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami tentu menghormati perhatian PBB terhadap isu-isu (HAM) itu. Namun KUHP mengatur semuanya dengan memperhatikan keseimbangan antara HAM dan kewajiban asasi manusia,” kata Albert Aries, juru bicara tim sosialisasi KUHP Nasional Kementerian Hukum dan HAM, Jumat, 9 Desember 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah KUHP disahkan DPR pada Selasa lalu, sejumlah lembaga internasional mengkritik muatan peraturan tersebut. Persatuan Bangsa-Bangsa, Human Rights Watch, dan Pelapor Khusus PBB mempersoalkan sejumlah pasal KUHP yang dianggap akan melanggar HAM; memberangus kebebasan berpendapat, berekspresi, beragama, dan kebebasan pers; melanggar prinsip kesetaraan; serta berpotensi mendiskriminasi kelompok minoritas.
Misalnya mereka mengkritik Pasal 218, 219, 240, dan 241. Pasal-pasal ini mengatur pidana penjara bagi orang yang menghina kehormatan presiden dan wakil presiden, pemerintah, serta lembaga negara.
Namun Albert membantah bahwa KUHP yang disahkan DPR tersebut bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia. Ia mengklaim politik hukum dalam KUHP justru bertujuan menghormati dan menjunjung tinggi HAM berdasarkan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta UUD 1945.
Dia juga menegaskan tidak ada pasal dalam KUHP yang mendiskriminasi perempuan, anak, kelompok minoritas, serta pers. Sebab, semua ketentuan dalam KUHP sudah disesuaikan dengan misi dekolonisasi, demokratisasi, dan modernisasi. Ia mencontohkan, bagian penjelasan Pasal 218 KUHP sudah mengadopsi ketentuan dalam Pasal 6 huruf d Undang-Undang Pers.
Pasal 218 mengatur pidana 3 tahun penjara bagi orang yang menyerang kehormatan atau harkat dan martabat presiden serta wakil presiden di muka umum, kecuali untuk kepentingan umum atau membela diri. Pada bagian penjelasan pasal ini disebutkan bahwa “kepentingan umum” bermakna melindungi kepentingan masyarakat yang diungkap lewat hak berekspresi dan berdemokrasi.
Jurnalis memegang poster pasal bermasalah RKUHP saat unjuk rasa di depan gedung DPRD Jawa Barat di Bandung, 5 Desember 2022. TEMPO/Prima Mulia
Albert juga menyangkal tudingan bahwa KUHP melegitimasi sikap sosial yang negatif terhadap penganut kepercayaan minoritas. Ia mengklaim tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan dalam KUHP sudah direformulasi dengan memperhatikan Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR).
Menurut Albert, KUHP sudah mengadopsi sejumlah aturan yang disepakati secara global, seperti The Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedom (Treaty of Rome 1950), The International Covenant on Civil and Political Rights (The New York Convention, 1966), serta Convention against Torture and other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment pada 10 Desember 1984.
“Indonesia memastikan bahwa pengaturan KUHP sebagai produk hukum nasional tetap memperhatikan keseimbangan antara hak asasi dan kewajiban asasi manusia berdasarkan ideologi Pancasila,” ujar Albert.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menguatkan pernyataan Albert itu. Ketua Harian Partai Gerindra ini mengatakan DPR menghormati catatan kritis yang disampaikan PBB dan lembaga internasional lainnya terhadap KUHP. Ia memastikan DPR akan mempelajari masukan-masukan tersebut. “Tapi kami mau tahu juga alasan PBB mengomentari salah satu produk hukum negara anggotanya. Kami ingin pastikan dulu PBB yang mana atau salah satu bagian dari PBB,” kata Dasco.
IMAM HAMDI | FENTI GUSTINA (MAGANG) | HELMALIA PUTRI (MAGANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo