Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Banten - Presiden Joko Widodo atau Jokowi melempar wacana untuk membentuk kementerian khusus investasi dan ekspor. Pasalnya ia merasa gerah lantaran nilai investasi dan ekspor Indonesia sudah tertinggal oleh negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, dan Vietnam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya sudah sampaikan sepekan lalu dalam rapat kabinet, apakah perlu dalam situasi seperti ini yang namanya menteri investasi dan menteri ekspor," katanya saat membuka rapat koordinasi nasional investasi di Nusantara Hall, Indonesia Convention Exhibition (ICE) Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan, Banten, Selasa, 12 Maret 2019.
Menurut Jokowi, banyak negara yang sudah memiliki menteri khusus investasi dan ekspor untuk menggenjot pertumbuhan ekonominya. "Dari sisi kelembagaan saya pikir kita harus punya menteri investasi dan ekspor," tuturnya.
Dalam acara tersebut, Jokowi menduga masih ada masalah terkait perizinan untuk investasi sehingga membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia. Ia mencontohkan perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina membuat banyak pengusaha mebel berbondong-bondong keluar dari Cina.
Namun, kata dia, para pengusaha tersebut justru mengalihkan investasinya ke Vietnam. "Kenapa datangnya ke Vietnam padahal kayunya dari kita, rotan dari kita, bambu dari kita. Apa yang salah dari Indonesia," ujarnya.
Selain itu, kata Jokowi, ekspor rotan, kayu, dan bambu Indonesia ke Amerika Serikat hanya sebesar 3 persen sementara Vietnam mampu menguasai 16 persen. "Padahal kita memiliki raw material yang melimpah. Ini harus dikoreksi. Nantinya kita kalah rebutan. Kalau merebut investasi kalah merebut pasar (kalah), ini tanggung jawab kita semua," tuturnya.
Jokowi berujar Indonesia sejatinya tahu di mana letak kesalahannya terkait investasi dan ekspor ini. Namun masih tidak mampu menuntaskannya. "Paling geregetan, kita ngerti kekurangan, kesalahan, dan jalan keluar namun kita nggak bisa tuntaskan masalah yang ada," ujarnya.
Ia menuturkan akan menyelidiki di mana saja hambatan yang membuat investasi dan ekspor Indonesia tertinggal. Ia menduga sumber masalah masih seputar lambatnya perizinan.
"Jangan sampai nanti saya cek di PTSP ngomongnya SIUP sehari jadi nyatanya dua minggu. IMB ngomongnya seminggu tapi tiga bulan, delapan bulan. Bisa di pusat, bisa di daerah," ujarnya.