KOMISI I DPR Jum'at pekan lalu menyelenggarakan acara dengar
pendapat dengan Departemen Hankam. Selain Menhankam-Pangab
Jenderal M. Jusuf, hadir pula Wapangab-Pangkopkamtib Laksamana
Sudomo dan Kaskopkamtib-Ka Bakin Letjen Yoga Sugama. Banyak
yang dibicarakan. Antara lain tentang penyelewengan yang
dilakukan oleh Deputy Kapolri Letjen Pol. S. sebesar Rp 6,5
milyar, sekitar penahanan Rendra, Mahbub Djunaidi, Bung Tomo dan
Ismail Suny.
Menjelang sidang berakhir, Yoga Sugama mengungkapkan, bahwa
tahun ini juga sekitar 10 ribu tahanan G-30-S/PKI akan dilepas.
Tapi yang agaknya bikin kaget sebagian anggota ialah pernyataan
Ka Bakin tentang ditemukannya dokumen-dokumen yang isinya
berniat mendirikan "Federasi Negara Islam Indonesia" --sebagai
kasil interogasi terhadap beberapa oknum "komando jihad".
Mendengar itu, seorang anggota dari FPP mengacungkan tangan. Ia
adalah Jusuf Hasjim. Malang baginya. Berkali-kali ia minta waktu
untuk bicara, tapi A. Mud'har Amin (F-ABRI), yang memimpin
sidang, rupanya tidak melihatnya. Dan kesempatan terus diberikan
kepada yang lain. Baru 5 menit menjelang sidang berakhir, Jusuf
Hasjim mendapat kesempatan bicara.
Ia menyatakan, "ada dokumen semacam dokumen Gilchrist", yang
ingin ia sampaikan langsung kepada Menhankam. Kontan Jenderal
Jusuf menjawab: "Oke, besok Senin jam 10 pagi di kantor saya."
Sebelumnya, Menhankam menegaskan, bahwa Departemennya selalu
"terbuka". Ia bahkan menyerukan agar masyarakat berterus-terang
kalau ada suatu persoalan yang menyangkut keselamatan bangsa dan
negara.
"Jangan canggung-canggung datang menyampaikan laporan ke Hankam"
katanya lagi. Menhankam juga menjamin bahwa si pelapor tidak
akan ditangkap. Maka, seakan "menagih janji", Senin pagi lalu,
jam 9.45 Jusuf Hasjim sudah memarkir mobil Toyotanya berwarna
biru langit di halaman Hankam. Pertemuan 4 mata kedua Jusuf itu
berakhir sekitar jam 10.15.
Empat Macam Dokumen
Tampaknya pembicaraan cukup serius. Menurut Jusuf Hasjim,
Menhankam akan mempelajarinya dan berjanji dalam waktu singkat
akan diselesaikan sebaik-baiknya. Tapi kepada para wartawan
Jusuf Hasjim tidak bersedia memberikan keterangan secara jelas.
Meskipun dokumen yang ia sampaikan ternyata tak ada hubungannya
dengan 'Federasi Negara Islam Indonesia', tapi katanya.
"dokumen itu banyak, tapi yang saya sampaikan cuma yang sifatnya
ringan saja."
Dan yang ringan itu terdiri dari 4 macam. Antara lain tentang
"komando jihad" dan laporan tentang konperensi sebuah ormas
Islam di Jakarta. Menurut Jusuf Hasjim, dokumen-dokumen itu
"sebagian besar tidak benar". Itulah sebabnya ia menyebutnya
sebagai "semacam dokumen Gilchrist". Dan baginya "hal itu amat
merugikan salah satu kelompok masyarakat dan merupakan hambatan
dari adanya anjuran manunggalnya ABRI dengan rakyat."
Adapun "dokumen Gilchrist" pernah disebut-sebut menjelang
meletusny G-30-S/PKI tahun 1965. Dokumen palsu yang ditulis di
atas kertas dengan kop Kedubes Inggeris di Jakarta itu antara
lain menyebut "our local army friends", yang kemudian
diperkenalkan oleh BPI (Badan Pusat Intelijen yang waktu itu
dipimpin oleh dr. Subandrio) sebagai "dewan jenderal". Ini
menjadi bahan bagi PKI untuk menuduh adanya sekelompok jenderal
AD "yang bekerja sama dengan nekolim" untuk melakukan kudeta.
Gilchrist adalah Dubes Inggeris di Jakarta waktu itu. Dan
kertas bercap Kedubes Inggeris itu diduga diperoleh waktu ada
pembakaran, menyusul demonstrasi di Kedubes tersebut.
Dengan menyebut dokumen yang diserahkannya kepada Menhankam itu
sebagai "dokumen Gilchrist", agaknya Jusuf Hasjim hendak
mengesankan adanya usaha mendiskreditkan umat Islam, sehagaimana
dulu PKI -- dengan "dokumen Gilchrist" yang palsu itu -- pernah
mendiskreditkan ABRI. Meskipun Menhankam Jenderal M. Jusuf
sendiri, dalam dengar-pendapat dengan Komisi I DPR itu, juga
menegaskan bahwa dalam menangani masalah keamanan,
"penyelesaiannya jauh dari niat mendiskreditkan segolongan
tertentu dalam masyarakat."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini