Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jusuf Hasjim & Dokumen

Komisi I DPR mengadakan acara dengar pendapat dengan departemen Hankam. Jusuf Hasjim dari FPP menyampaikan dokumen semacam dokumen gilchrist kepada menhankam, yang cenderung mendiskreditkan umat Islam.(nas)

17 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOMISI I DPR Jum'at pekan lalu menyelenggarakan acara dengar pendapat dengan Departemen Hankam. Selain Menhankam-Pangab Jenderal M. Jusuf, hadir pula Wapangab-Pangkopkamtib Laksamana Sudomo dan Kaskopkamtib-Ka Bakin Letjen Yoga Sugama. Banyak yang dibicarakan. Antara lain tentang penyelewengan yang dilakukan oleh Deputy Kapolri Letjen Pol. S. sebesar Rp 6,5 milyar, sekitar penahanan Rendra, Mahbub Djunaidi, Bung Tomo dan Ismail Suny. Menjelang sidang berakhir, Yoga Sugama mengungkapkan, bahwa tahun ini juga sekitar 10 ribu tahanan G-30-S/PKI akan dilepas. Tapi yang agaknya bikin kaget sebagian anggota ialah pernyataan Ka Bakin tentang ditemukannya dokumen-dokumen yang isinya berniat mendirikan "Federasi Negara Islam Indonesia" --sebagai kasil interogasi terhadap beberapa oknum "komando jihad". Mendengar itu, seorang anggota dari FPP mengacungkan tangan. Ia adalah Jusuf Hasjim. Malang baginya. Berkali-kali ia minta waktu untuk bicara, tapi A. Mud'har Amin (F-ABRI), yang memimpin sidang, rupanya tidak melihatnya. Dan kesempatan terus diberikan kepada yang lain. Baru 5 menit menjelang sidang berakhir, Jusuf Hasjim mendapat kesempatan bicara. Ia menyatakan, "ada dokumen semacam dokumen Gilchrist", yang ingin ia sampaikan langsung kepada Menhankam. Kontan Jenderal Jusuf menjawab: "Oke, besok Senin jam 10 pagi di kantor saya." Sebelumnya, Menhankam menegaskan, bahwa Departemennya selalu "terbuka". Ia bahkan menyerukan agar masyarakat berterus-terang kalau ada suatu persoalan yang menyangkut keselamatan bangsa dan negara. "Jangan canggung-canggung datang menyampaikan laporan ke Hankam" katanya lagi. Menhankam juga menjamin bahwa si pelapor tidak akan ditangkap. Maka, seakan "menagih janji", Senin pagi lalu, jam 9.45 Jusuf Hasjim sudah memarkir mobil Toyotanya berwarna biru langit di halaman Hankam. Pertemuan 4 mata kedua Jusuf itu berakhir sekitar jam 10.15. Empat Macam Dokumen Tampaknya pembicaraan cukup serius. Menurut Jusuf Hasjim, Menhankam akan mempelajarinya dan berjanji dalam waktu singkat akan diselesaikan sebaik-baiknya. Tapi kepada para wartawan Jusuf Hasjim tidak bersedia memberikan keterangan secara jelas. Meskipun dokumen yang ia sampaikan ternyata tak ada hubungannya dengan 'Federasi Negara Islam Indonesia', tapi katanya. "dokumen itu banyak, tapi yang saya sampaikan cuma yang sifatnya ringan saja." Dan yang ringan itu terdiri dari 4 macam. Antara lain tentang "komando jihad" dan laporan tentang konperensi sebuah ormas Islam di Jakarta. Menurut Jusuf Hasjim, dokumen-dokumen itu "sebagian besar tidak benar". Itulah sebabnya ia menyebutnya sebagai "semacam dokumen Gilchrist". Dan baginya "hal itu amat merugikan salah satu kelompok masyarakat dan merupakan hambatan dari adanya anjuran manunggalnya ABRI dengan rakyat." Adapun "dokumen Gilchrist" pernah disebut-sebut menjelang meletusny G-30-S/PKI tahun 1965. Dokumen palsu yang ditulis di atas kertas dengan kop Kedubes Inggeris di Jakarta itu antara lain menyebut "our local army friends", yang kemudian diperkenalkan oleh BPI (Badan Pusat Intelijen yang waktu itu dipimpin oleh dr. Subandrio) sebagai "dewan jenderal". Ini menjadi bahan bagi PKI untuk menuduh adanya sekelompok jenderal AD "yang bekerja sama dengan nekolim" untuk melakukan kudeta. Gilchrist adalah Dubes Inggeris di Jakarta waktu itu. Dan kertas bercap Kedubes Inggeris itu diduga diperoleh waktu ada pembakaran, menyusul demonstrasi di Kedubes tersebut. Dengan menyebut dokumen yang diserahkannya kepada Menhankam itu sebagai "dokumen Gilchrist", agaknya Jusuf Hasjim hendak mengesankan adanya usaha mendiskreditkan umat Islam, sehagaimana dulu PKI -- dengan "dokumen Gilchrist" yang palsu itu -- pernah mendiskreditkan ABRI. Meskipun Menhankam Jenderal M. Jusuf sendiri, dalam dengar-pendapat dengan Komisi I DPR itu, juga menegaskan bahwa dalam menangani masalah keamanan, "penyelesaiannya jauh dari niat mendiskreditkan segolongan tertentu dalam masyarakat."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus