Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
DPR sepakat merevisi Undang-Undang Kementerian Negara.
Salah satu contoh kabinet ramping adalah Malaysia.
Kelemahan dan kekuatan dua kementerian yang dilebur dapat saling melengkapi, khususnya soal finansial dan sumber daya manusia.
Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati revisi Undang-Undang Kementerian Negara menjadi usul inisiatif DPR pada Kamis, 16 Mei 2024. Berbagai kalangan mulai menerawang bentuk kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu materi yang disepakati untuk direvisi adalah Pasal 15 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008. Undang-Undang Kementerian Negara saat ini mengatur jumlah menteri dalam satu kabinet paling banyak 34 orang. Melalui revisi Undang-Undang Kementerian Negara, bunyi pasal itu diubah menjadi, "Jumlah keseluruhan kementerian ditetapkan sesuai dengan kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan begitu, pemerintahan Prabowo-Gibran bisa leluasa membentuk kabinet dengan menambah atau mengurangi jumlah kementerian dari jumlah yang ada saat ini, yakni 34. Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah mengatakan adanya persetujuan DPR itu tentu menjadi karpet merah bagi Prabowo-Gibran yang memiliki keinginan membentuk kabinet pemerintahan besar.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan sejumlah menteri mengikuti rapat terbatas di kantor Presiden, Jakarta, 2019. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Apalagi sejak awal Prabowo menyatakan ingin merangkul semua lawan politiknya guna bersama-sama membangun bangsa dan negara. "Dengan kondisi dan dinamika politik saat ini, kabinet Prabowo-Gibran akan menjadi kabinet besar," ujar Trubus saat dihubungi Tempo, kemarin.
Jika rencana komposisi tersebut terlaksana, ada ganjaran yang mesti diterima kabinet Prabowo-Gibran. Makin banyak jumlah kementerian, otomatis anggaran negara juga bertambah. Trubus berharap Prabowo membentuk kabinet zaken, yaitu kabinet ramping dengan komposisi para ahli di dalamnya.
Peneliti senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, mengatakan Prabowo tidak cukup menerima masukan dari para presiden terdahulu atau mengikuti revisi Undang-Undang Kementerian Negara. Usep menilai Prabowo mesti melibatkan para ahli dan menjadikan kabinet di negara lain sebagai komparasi bagi pemerintahan yang akan ia jalankan. "Yang paling dekat, Prabowo bisa membandingkan dengan kabinet Anwar Ibrahim di Malaysia," ujarnya.
Usep menjelaskan, kabinet Anwar Ibrahim menjadi salah satu kabinet pemerintahan ramping. Kabinet tersebut berisi 28 anggota kabinet, termasuk Anwar yang merangkap jabatan sebagai menteri keuangan. Hal serupa dilakukan pendahulunya, Perdana Menteri Najib Razak. Usep menilai rampingnya kabinet tidak hanya membuat pengeluaran anggaran negara lebih efisien. "Jalannya pemerintahan juga lebih efektif," ucapnya.
Selain di Malaysia, terdapat kabinet pemerintahan yang lebih ramping lagi, yaitu di Amerika Serikat dengan 15 anggota kabinet. Namun, kata Usep, kabinet di Amerika cenderung diisi kalangan ahli. "Semestinya ini juga bisa menjadi preseden karena secara konteks sama-sama negara demokrasi," katanya.
Upaya merampingkan kabinet dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Kala itu mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut menyatukan sejumlah kementerian, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kementerian Kehutanan, Kementerian Desa dengan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang dengan Badan Pertanahan Negara, serta Kementerian Investasi dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Hanya, Trubus menegaskan bahwa upaya merampingkan kabinet oleh Jokowi terbilang kurang signifikan. Sebab, terdapat pembentukan badan atau lembaga baru yang menggantikan nomenklatur kementerian tersebut, misalnya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Meski menjadi tempat peleburan sejumlah lembaga riset, BRIN disebut tak mampu mengakomodasi semua kepentingan penelitian. "Jangan sampai hanya karena ingin ramping lalu dilakukan peleburan, tapi malah membuat lembaga tersebut kehilangan arah kinerjanya," ujarnya.
Peleburan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Peneliti senior Center for International Forestry Research, Daniel Murdiyarso, mengatakan peleburan dua kementerian, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kementerian Kehutanan, merupakan langkah berani dan merepotkan. Menurut dia, meleburkan dua birokrasi yang berbeda dengan kekuatan dan kelebihan masing-masing merupakan tantangan. "Peleburan ini dapat membantu mengkonsolidasi pengelolaan berbagai isu parsial dari kedua kementerian," ujar Daniel, seperti dilansir dari Forestsnews.cifor.org, kemarin.
Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta. Dokumentasi TEMPO/Dhemas Reviyanto Atmodjo
Dia memberi contoh kasus kebakaran lahan dan hutan di Sumatera dan Kalimantan. Dengan adanya peleburan dua kementerian ini, semestinya tidak terjadi lagi tuding-menuding di tingkat nasional. Sebaliknya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat bertindak secara riil dan terpadu guna menangani penyebab kebakaran. Dengan begitu, pencegahan kebakaran bisa lebih efektif ketimbang usaha pemadamannya.
Menurut Daniel, kelemahan dan kekuatan dua kementerian yang dilebur dapat saling melengkapi. "Khususnya untuk urusan finansial dan sumber daya manusia," ujarnya. Selain itu, kementerian hasil peleburan tersebut secara politis tentu memiliki kekuatan yang lebih besar ketimbang saat masih terpisah.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengklaim peleburan di kementeriannya merupakan titik balik penting dalam sejarah lingkungan. Dia mengklaim, melalui penggabungan itu, Indonesia berhasil menangani lingkungan yang sebelumnya dilanda masalah. Dengan peleburan tersebut, kata politikus Partai NasDem itu, kementeriannya kini mampu memanfaatkan sumber daya yang ada guna membuat strategi mutakhir.
Strategi ini, kata Siti Nurbaya, mampu membuat kinerja kementeriannya dalam menangani masalah, khususnya kerusakan lingkungan, lebih optimal. Strategi yang dia maksudkan di antaranya pengambilan upaya diagnosis, restrukturisasi, peningkatan operasional, reposisi peran kepemimpinan dan budaya, serta langkah pemantauan dan adaptasi.
Menanggapi hal tersebut, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Uli Arta Siagian mengatakan peleburan dua kementerian itu menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak serta-merta membuat kondisi lingkungan hidup menjadi lebih baik. Dia menyebutkan, di Kalimantan dan Papua, praktik eksploitasi dan penghancuran oleh korporasi berupa penggundulan hutan untuk dialihkan menjadi industri ekstraktif masih acapkali terjadi.
Merujuk pada data The Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services 2010, pegiat lingkungan ini menyebutkan setiap tahun Indonesia kehilangan hutan seluas 680 ribu hektare. Dengan angka kehilangan tersebut, kasus hilangnya hutan akibat kerusakan lingkungan itu dinilai sebagai kasus perusakan terbesar di region Asia Tenggara.
Bukan hanya itu, merujuk pada laporan Auriga Nusantara, setidaknya dalam 20 tahun terakhir juga terjadi deforestasi besar-besaran di Papua seluas 663.443 hektare. "Data tersebut semestinya jadi tamparan keras bagi pemerintah. Apakah peleburan dua kementerian menjadi tunggal sudah menjawab persoalan lingkungan kita hari ini?" ucap Uli.
Dihubungi secara terpisah, pakar hukum tata negara Herdianyah Hamzah mengatakan upaya merampingkan kabinet pemerintahan dapat dimulai dari menghapus kementerian koordinator. Dari sudut pandang konstitusi dan Undang-Undang Kementerian Negara, kementerian koordinator sebenarnya tidak wajib dibentuk. "Dengan adanya revisi Undang-Undang Kementerian yang disetujui semua fraksi, rasanya sulit apabila kabinet Prabowo-Gibran menjadi kabinet ramping," katanya.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona, juga menilai sulit bagi Prabowo merampingkan bentuk kabinet pemerintahannya, mengingat banyaknya partai pendukung saat Prabowo-Gibran maju dalam pemilihan presiden. "Resistansi dari koalisi dan loyalis akan muncul karena mereka bakal banyak kehilangan bagian dari kekuasaan," ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan ini.