Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kalimantan Timur disebut Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil sebagai pilihan Ibu Kota baru pengganti Jakarta. Namun Presiden Joko Widodo mengatakan penetapan Ibu Kota baru masih akan melalui 2 tahap kajian lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain Kalimantan Timur, wilayah yang disiapkan sebagai Ibu Kota baru adalah Kalimantan Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam ibu kota baru itu, Pemerintah mengelaborasikan konsep kota modern, smart, beautiful dan suistainable dengan kekayaan hutan tropis.
“Konsep ibu kota baru Indonesia nantinya forest city,” kata Deputi Bidang Pengembangan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Yudy R Prawiradinata di Balikpapan, Kamis, 22 Agustus 2019.
Khusus Kaltim, Presiden Jokowi sempat meninjau sejumlah lokasi seperti Taman Hutan Rakyat (Tahura) Bukit Soeharto, Samboja Kutai Kartanegara (Kukar) dan Penajam Paser Utara (PPU). Pemerintah memang belum memutuskan dimana persisnya lokasinya.
Yudy mengatakan, pengembangan ibu kota negara harus mempertimbangkan upaya pelestarian alam dan lingkungan. Pemerintahnya pun meminimalkan pilihan peralihan alih fungsi lahan konservasi Kalimantan.
Ini sesuai pernyataan langsung Menteri/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro untuk menjaga kelestarian hutan konservasi Kalimantan. Ia bahkan berkomitmen membantu upaya restorasi hutan terdampak pengembangan ibu kota.
Idealnya, kata Yudy, pemerintah membangun kota hijau memaksimalkan daya dukung alam Kalimantan. Sehingga ibu kota baru menjadi kawasan paru paru dunia.
“Daya dukung dan daya tampung Kalimantan masih tersedia. Pengembangan ibu kota baru nanti tinggal menjaga komitmen bersama pembangunan konsep forest city,” ujar Yudy.
Ibu kota baru kelak akan terbagi area inti seluas 2 ribu hektare lokasi Istana Negara, kantor lembaga negara, taman negara dan botanical garden. Pembangunan area inti dilaksanakan selama lima tahun ke depan.
Selanjutnya, pemerintah fokus perluasan kawasan seluas 440 ribu hektare bagi pemukiman ASN/TNI/Polri, perwakilan diplomatik, fasilitas pendidikan/kesehatan, universitas, penelitian, taman nasional, konservasi orangutan, kluster pemukiman dan lain lain.
Perluasan pembangunan ibu kota akan dilaksanakan selama 10 tahun ke depan. “Total anggaran dibutuhkan sekitar Rp 466 triliun termasuk dengan pemindahan 1,5 juta ASN,” ungkap Yudy.
Kawasan istimewa ini pun nantinya ditangani badan pengelola khusus yang bertanggung jawab langsung pada presiden. Pemerintah nantinya merumuskan undang-undang pengelolaan kawasan khusus ibu kota Kalimantan.
“Pengelolanya suatu badan khusus dilindungi peraturan hukum. Agar tidak terjadi dualisme pengelolaan seperti kasus terjadi di Batam,” kata Yudy.
Sebenarnya, konsep forest city merupakan hasil kajian Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Kalimantan Timur. Selama ini, Bappenas memang menampung usulan Bappeda se Kalimantan.
“Memang menjadi usulan Kaltim saat diminta memaparkan agenda pemindahan ibu kota ke Kalimantan,” ungkap Kepala Bidang Prasarana dan Wilayah Bappeda Kaltim Yusliando.
Konsep forest city, menurut Yusliando, sebenarnya sangat sederhana. Pemerintah hanya memaksimalkan potensi ruang tanpa membebani keuangan negara dan mengganggu lingkungan.
“Konsepnya memanfaatkan 30 persen area hutan untuk pembangunan ibu kota. Sisa area dipertahankan sebagai hutan konservasi,” paparnya.
Sehingga artinya, konsep ibu kota di Kalimantan nantinya terletak di tengah hutan. Hutan menjadi sarana buffer zone pelindung ibu kota.
Selanjutnya, Yusliando meminta badan pengelola tegas menjaga aturan tata ruang dan wilayah sesuai masterplan ibu kota. Aktivitas publik tidak sembarangan bisa berinteraksi selama berada di kawasan ibu kota.
“Para ASN dan pegawai kementerian tinggal di area sekitar ibu kota. Pemerintah akhirnya harus membangun sarana transportasi massal memadai selama memasuki area ibu kota,” ujarnya.
Konsep forest city ini sesuai dengan kawasan Tahura Bukit Soeharto. Area konservasi milik negara itu berada di tengah kota Kalimantan Timur.
“Dalam bayangan saya memang Bukit Soeharto, namun konsep ini juga bisa dilaksanakan di provinsi lain sesuai keinginan pemerintah,” sebutnya.