Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kata Gibran dan Bahlil Soal Pemecatan Keluarga Jokowi sebagai Kader PDIP

Pemecatan keluarga Jokowi sebagai Kader PDIP menuai tanggapan dari tokoh politik, termasuk Gibran sendiri, dan Ketum Golkar Bahlil Lahadalia.

18 Desember 2024 | 08.01 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPP PDIP) resmi memecat Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution sebagai kader partai. Keputusan pemecatan tersebut diumumkan secara resmi pada Senin, 16 Desember 2024, dan ditandatangani oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri serta Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto.

Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Sitorus membenarkan keputusan pemecatan yang dijatuhkan kepada tiga sosok yang dikenal sebagai keluarga Solo tersebut. Menurut Deddy, pemecatan itu dilakukan setelah melalui pertimbangan serius dalam rapat DPP. "Benar, yang bersangkutan dijatuhi sanksi pemecatan," ujar Deddy saat dimintai konfirmasi.

Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP Komarudin Watubun membacakan tiga surat keputusan pemecatan bernomor 1649, 1650, dan 1651 yang ditujukan kepada Jokowi, Gibran, dan Bobby. Komarudin menegaskan pemecatan ini juga melibatkan 27 kader lain yang dinilai melanggar disiplin partai.

"Terhitung setelah dikeluarkannya surat pemecatan ini, maka PDI Perjuangan tidak ada hubungan dan tidak bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dilakukan saudara," tegas Komarudin dalam siaran resmi.

Pemecatan Jokowi dan keluarganya disebut sebagai bagian dari upaya menjaga disiplin partai setelah pesta demokrasi selesai. Deddy Yevri Sitorus menambahkan, keputusan ini diambil untuk menghindari narasi negatif jika pemecatan dilakukan saat Pilpres 2024 berlangsung.

Alasan Pemecatan

Dalam pertimbangannya, DPP PDIP menilai Jokowi, Gibran, dan Bobby melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai. Jokowi dinilai tidak mendukung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam Pilpres 2024, yang merupakan calon presiden dan wakil presiden yang diusung PDIP. Sebaliknya, Jokowi mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Selain itu, Deddy menilai Jokowi telah menyalahgunakan kekuasaannya untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka jalan bagi Gibran maju sebagai calon wakil presiden. Intervensi tersebut dianggap merusak sistem demokrasi, hukum, dan moral politik.

Respons Daerah dan Elite Politik

Dalam suasana politik yang cukup dinamis menjelang akhir tahun, AHY menekankan pentingnya menjaga kondusifitas agar agenda-agenda besar yang telah berjalan sepanjang 2024 tidak terganggu. Menurutnya, momen-momen politik seperti pemilu, pilpres, dan pilkada menjadi tonggak penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia.

AHY menilai penyelenggaraan Pilkada terbesar sepanjang sejarah adalah bukti bahwa bangsa ini mampu menyelenggarakan pesta demokrasi dengan lancar meski penuh tantangan. Namun, menjaga kestabilan politik menjadi tugas bersama semua pihak.

Adapun soal isu mengajak Presiden Jokowi ke Partai Demokrat, AHY memilih bersikap diplomatis dan tidak memberikan komentar lebih jauh.

Sementara itu, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memilih menghormati keputusan partai yang memecatnya. "Kami menghargai dan menghormati keputusan partai," ujar Gibran saat ditemui setelah melepas keberangkatan Presiden Prabowo Subianto ke Mesir pada Selasa, 17 Desember 2024.

Gibran menegaskan dirinya akan fokus membantu pemerintahan Presiden Prabowo. Ketika ditanya mengenai kemungkinan bergabung dengan partai lain, ia hanya menjawab dengan singkat, "Tunggu saja."

Sementara itu, Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, memilih untuk tidak berkomentar lebih jauh terkait pemecatan tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa Golkar adalah partai yang terbuka untuk semua kalangan.

"Golkar membuka diri untuk seluruh anak bangsa yang ingin berkontribusi melalui jalur partai politik," ujar Bahlil di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin 16 Desember 2024. Menurutnya, Jokowi adalah sosok dengan nilai elektoral yang kuat di kancah politik nasional. Bahlil juga menilai bahwa status Jokowi sebagai mantan presiden dapat membangkitkan simpati publik yang bisa memberikan keuntungan positif bagi partai politik.

Hendrik Yaputra dan Andi Adam Faturahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Siapa Lagi Kader yang Dipecat PDIP Selain Jokowi, Gibran, dan Bobby Nasution

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus